Chapter 20

1.1K 85 9
                                    

“Mohon welas asihnya tuan, hamba belum makan sejak kemarin.” Ucapan mengiba di hadapannya membuyarkan lamunan Angin Topan. Seorang pengemis mengenakan pakaian lusuh menyodorkan mangkuk yang ia buat dari tempurung kelapa kehadapan Angin Topan. Ia bermaksud menghiraukan pengemis tersebut sebelum akhirnya pandangannya tertuju pada tabung kecil khas putra mahkota yang tergeletak di dalam mangkuk. Segera, Angin Topan menukar tabung tersebut dengan beberapa keping uang sebagai ucapan terimakasih. Dengan gerakan cepat Angin Topan melesat di tengah hiruk pikuk keramaian jalan utama kerajaan Mao.

***
“Apakah kau perlu istirahat?” tanya putra mahkota Wang Wenxiao di sela perjalanan.
“Tidak,” yakin putri Xiu Min. “Aku baik-baik saja.” Ia memandang kedepan, ke hamparan luas padang gandum yang menjadi komoditas utama kerajaan Shui. Dari kejauhan bulir-bulir gandumnya tampak kuning kecoklatan menandakan jika tidak lama lagi gandum siap untuk dipanen.
Pos pemeriksaan kerajaan Shui tinggal beberapa puluh meter dari rombongan putra mahkota Wang Wenxiao. Putri Xiu Min hampir saja memuntahkan segala isi perutnya. Bau menyengat yang berada di sekitar mereka begitu luar biasa. Sampah dan kotoran ada di mana-mana. Aliran air di dekat pintu gerbang kerajaan Shui tampak mampet, penuh akan tumpukan-tumpukan berbau busuk yang berjejal memenuhi parit. Air kotor meluap ke jalanan membawa endapan lumpur serta limbah. Kereta-kereta hanya diizinkan melalui satu pos pemeriksaan yang dijaga ketat oleh petugas kerajaan yang memutuskan siapa yang bisa lewat gerbang tersebut bergantung pada apa yang diselipkan kedalam telapak tangan mereka. Guna menyingkat waktu, putra mahkota Wang Wenxiao menunjukkan giok pengenal anggota keluarga kerajaan Tang. Langkah tersebut membuahkan hasil, petugas pos pemeriksaan membiarkan rombongan mereka melintas.
Kumpulan manusia memadati jalanan. Anak-anak kurus kering dengan mata suram tampak mengelompok membuat permainan. Sekelompok tua renta meringkuk di depan pintu rumah mereka, seolah-olah tengah berusaha melarikan diri dari kesedihan yang tak tertahankan yang menjadi kehidupan mereka. Sesekali hewan ternak berlalu-lalang menambah keruwetan jalanan yang hanya muat dilalui dua kereta kuda yang saling bersisian. Gambaran kebobrokan yang luar biasa tercermin melalui tatanan pemukiman yang begitu semrawut.
Kaisar Chen Guang menyambut kedatangan mereka dengan cara yang tidak biasa. Di balairung istana telah berjajar selusin prajurit lelaki dengan perut buncit yang keseluruhannya bertelanjang dada. Perut buncit mereka tampak warna-warni dipenuhi cat minyak aneka warna yang dipoleskan membentuk pola abstrak.
“Aku mengerti akan keadaan kalian. Perjalanan yang kalian tempuh cukup melelahkan, karenanya kita akan bersenang-senang sejenak guna melepas kepenatan.” Ucap kaisar Chen Guang seraya mengangsurkan dua buah busur panah kepada keduanya. Dengan keraguan putra mahkota Wang Wenxiao juga putri Xiu Min meraih busur panah tersebut.
“Kalian bisa menggunakan anak panah ini secara leluasa.” Tambah kaisar Chen Guang. Ia mengambil sebuah anak panah yang ujungnya terbuat dari karet, kemudian membidikkannya pada perut buncit sang prajurit. Kening sang prajurit tampak mengernyit menahan rasa sakit yang berpusat pada perutnya. “Ayo, temani aku bermain.” Ajak kaisar Chen Guang sambil mengambil anak panah berikutnya. Siap untuk mendaratkan panahan kedua.
Keheningan terentang sebelum putra mahkota Wang Wenxiao menjawab “Kita hanya punya sedikit waktu. Kami tidak yakin bisa mengendalikan senapan karet ini dengan baik.”
Kaisar Chen Guang tertawa, benar-benar tertawa. “Kau tidak akan mengetahui kemampuanmu sebelum mencobanya.”
“Tentu, dengan senang hati kami akan mencobanya.” Jawab putra mahkota Wang Wenxiao. Ia mengambil dua buah anak panah kemudian membaginya kepada putri Xiu Min. Keduanya bersiap melesatkan anak panah tersebut pada perut buncit sang prajurit.
Sebenarnya hal tersebut bukanlah perkara sulit bagi putri Xiu Min juga putra mahkota Wang Wenxiao. Memanah sudah menjadi keahlian keduanya. Namun, kali ini mereka sengaja membelokkan sasaran. Berkali-kali anak panah yang mereka lesatkan tidak mengenai perut buncit para prajurit. Tentunya hal tersebut sangat menguntungkan bagi para prajurit, mereka terbebas dari rasa sakit juga memar kemerahan yang biasanya menghiasi perut buncit mereka. Setelah meyakinkan jika kaisar Chen Guang telah bosan dengan permainannya, putra mahkota Wang Wenxiao juga putri Xiu Min diantar beberapa kasim menuju tempat peristirahatan. Berbeda halnya dengan kerajaan Mao yang menyediakan sebuah bangunan bertingkat bagi tempat peristrahatan keduanya, di kerajaan Shui kaisar Chen Guang menyiapkan sebuah ruangan sedang dilengkapi dua buah ranjang juga perapian. Sebuah meja kecil terletak di antara kedua ranjang, menghidangkan beberapa macam buah segar juga teh hijau yang telah diseduh di dalam poci. Tidak dijumpai perabotan lain dalam ruangan tersebut kecuali apa yang tadinya sudah disebutkan.
“Apa dinding ini memiliki telinga? Kita seolah tidak dihargai di kerajaan ini. Kita tidak diberikan privasi lebih. Haruskah kita berganti pakaian di kamar yang sama? Apa kaisar gila itu mengira jika jenis  kelamin kita berdua itu sama?” Keluh putri Xiu Min sambil merebahkan diri di atas ranjang beraroma apak.
“Kurasa ia tidak mempedulikan hal itu. Berkeliaran dengan tubuh telanjang saja ia lakukan tanpa rasa malu. Mana peduli dia dengan hal-hal sekecil ini.”
“Kau benar, rupanya minuman keras telah menghalau kewarasannya. Tidak ada pilihan lain, kita harus tidur di kasur apak ini.” Kata putri Xiu Min mencoba memejamkan diri.
“Tidurlah, aku akan menyalakan perapian.” Putra mahkota Wang Wenxiao bangkit dan berjalan menghampiri perapian. Ia mulai memantik api di antara tumpukan kayu kering yang berjejal di dalam tungku perapian. Malam mulai menyapa. Di luar kaisar Chen Guang telah kembali melakukan rutinitasnya. Dengan tubuh telanjang dirinya keluar masuk kamar demi kamar para selirnya. Guci arak berukuran cukup besar berada pada tangan kanannya. Dia tidak segan meneguk arak langsung dari guci besar tersebut tanpa menuangnya terlebih dahulu isinya kedalam cawan. Karenanya, sekujur tubuhnya tak jarang bermandikan arak yang ia tenggak. Badai petir bergemuruh di utara, tetapi tidak ada tanda-tanda akan turun hujan. Menghiraukan riuhnya huru hara di luar ruangan yang diciptakan kaisar Chen Guang, putra mahkota Wang Wenxiao merebahkan diri di atas kasur keras. Keheningan mengapung di ruang sedang tempat keduanya beristirahat.
Suara teriakan itu datang beberapa jam kemudian. Ketukan keras di pintu juga pukulan keras dari orang-orang di luar yang berusaha mendorongnya membangunkan putra mahkota Wang Wenxiao juga putri Xiu Min dari tidurnya. Sorotan cahaya menyilaukan menyambut keduanya begitu pintu berhasil di buka paksa. Kebingungan, ketidak mengertian tentang apa yang terjadi bercokol di pikiran keduanya.
“Kalian harus ikut sekarang.” Kata suara yang tidak asing, yang tidak lain suara seorang kasim yang tadinya mengantar keduanya menuju tempat peristirahatan.
“Mengapa? Kejutan apa-apaan ini!” Sungut putra mahkota Wang Wenxiao. Seketika, beberapa prajurit menyergap keduanya. Mereka digiring keluar ruangan layaknya seorang tawanan. Demi menghindari pertumpahan darah keduanya tunduk mengikuti arahan. Mereka didorong melalui koridor yang gelap, menuruni anak tangga dengan tangan prajurit melekat kuat pada punggung keduanya, menahan kedua tangan mereka agar tidak melakukan perlawanan. Mereka terus digiring menuruni tangga batu. Lorong-lorong juga ruangan di sekitar mereka layaknya labirin sebuah gua. Karenanya, mereka bisa menyimpulkan jika saat ini mereka berdua digiring menuju ruangan bawah tanah. Tempat para penghianat kerajaan dikirim untuk menebus dosa-dosanya.
Salah satu prajurit memimpin di depan sambil membawa obor. Di akhir lorong yang mereka tuju beberapa ruangan berjeruji muncul, langit-langitnya yang melengkung menjulang tinggi di atas. Air menetes lewat celah-celah batu, menandakan jika tempat tersebut tidak jauh dari sungai. Obor-obor yang di letakkan di pegangan besi di sepanjang dinding menerangi beberapa penjuru ruangan. Hewan pengerat tampak berlarian di kegelapan. Apa yang terjadi pada keduanya saat ini bagaikan mimpi buruk yang menghantui.
Bara panas merah berpijar di anglo besi yang di letakkan di sudut ruangan. Putri Xiu Min mengamati secara berurutan benda-benda yang terletak di sekitarnya. Meja penyiksaan, tempat untuk memasung, rantai, pisau yang tampak berkilat, juga sebilah pedang yang tampak kotor dengan tetesan darah yang mulai mengering. Barang-barang tersebut segera berlalu ketika pandangan keduanya tersita pada makhluk lemah yang terlentang di meja penyiksaan. Beberapa luka sayatan membentang di sekujur tubuhnya. Wajahnya berupa kumpulan memar yang membengkak, menyisakan bekas kecantikan yang ia miliki sebelumnya. Bekas irisan yang lumayan parah pada pahanya terlihat begitu dalam, tampak dibakar secara kasar sehingga ia tidak mati karena kehabisan darah.
Tawa membahana terdengar di seluruh penjuru gua. Kaisar Chen Guang tampak menuruni tangga batu menghampiri mereka. Ia berjalan menuju tempat wanita malang tersebut dilentangkan. Tatapan kebencian hadir di pelupuk mata wanita tersebut. Dadanya tampak naik turun dengan napas yang menderu. Sebongkah emosi tampak bergejolak di dalam batinnya. Kaisar Chen Guang menunduk, menangkup bagian belakang wanita tersebut. “Katakan kepada wanita cantik itu, katakan kepadanya apa yang kau lakukan hingga kau harus mengalami semua ini.”
Putra mahkota Wang Wenxiao juga putri Xiu Min menyaksikan pemandangan di hadapannya dengan pandangan pilu. “Katakan kepadanya! Katakan kepada mereka!” Bentak kaisar Chen Guang menjambak kasar rambut wanita tersebut hingga kepalanya terdongak, sehingga ia melolong karena kesakitan.
“Aku menolak lamarannya! Aku tidak sudi dipersunting oleh dirinya.” Ungkap wanita malang tersebut. Dia tampak tersedak mengucapkan kalimat tersebut karena kepalanya masih terdongak.
“Katakan kepada mereka apa yang telah terjadi dengan keluargamu!” Bentak kaisar Chen Guang mengeratkan jambakannya.
“Kau biadab! Kau menghabisi seluruh anggota keluargaku. Kau pantas dibakar hidup-hidup dalam api neraka. Kematian salah satu pilihan yang tersisa untuk penebusan dosa-dosamu.”
“Tutup mulutmu! Justru aku yang akan menyaksikan kematianmu. Aku sendiri yang akan menguliti tubuhmu.” Ucap kaisar Chen Guang meraung-raung. “Masukkan mereka kedalam penjara!” Perintah kaisar Chen Guang. Para prajurit mendorong tubuh keduanya memasuki ruangan bersekat yang terletak tepat disamping meja penyiksaan wanita itu berada.
“Apa yang kau lakukan kepada kami? Aku tidak akan pernah menerima lamaran dari kaisar gila sepertimu. Sungguh ironis, kau menghadiahi kunjungan kami dengan jeruji penjara?” tangan putri Xiu Min menggenggam jeruji besi, ia menghadap kaisar gila itu tanpa memperhatikan apa-apa kecuali perasaan memuakkan yang bergemuruh di benaknya.
“Tindakanmu memicu peperangan antar kerajaan, aku pastikan kehancuran akan menimpa kerajaanmu. Kau salah untuk memilih musuh.” Ucap putra mahkota Wang Wenxiao tak kalah sengit.
“Begitukah? Tempat ini sangat sesuai untuk merenungkan semua ucapan kalian. Terutama kau putri Xiu Min, kau perlu mempertimbangkan keputusanmu atau dirimu akan bernasib sama seperti halnya wanita tadi.” Sungut kaisar Chen Guang sebelum berbalik menaiki tangga batu di antara lorong-lorong gua yang membentuk sebuah labirin.
“Kita harus cepat keluar dari sini.” Ucap putri Xiu Min menggerapai dinding batu yang mengurung keduanya. Ia berharap menemukan pintu, jalan, apa saja yang mungkin bisa membantu mereka, tapi ia telah mencapai sudut ruangan dan terus mencari tanpa menemukan apa-apa kecuali dinding batu.
“Ini ruangan bawah tanah, bagian terdasar dari istana ini. Tempat ini seperti sarang kelinci. Dibangun dan dibangun lagi selama berabad-abad. Aku ragu ada orang yang mengetahui seluruh ruang ini.” Ujar putra mahkota Wang Wenxiao menyandarkan punggungnya pada dinding batu.
Putri Xiu Min bersikeras  “Pasti ada jalan lain. Kita tidak bisa terus mengurung diri di tempat ini. Apa kau memiliki benda tajam?”
“Semua tertinggal di ruangan sialan itu.” Keluh putra mahkota Wang Wenxiao. Pemikiran gelap merasuki dirinya. Orang harus hidup di tempat tersebut selama bertahun-tahun untuk mengetahui seluruh isinya.
“Di mana Angin Topan?” tanya putri Xiu Min yang tiba-tiba saja teringat akan keberadaan dirinya. Saat ini hanya dialah satu-satunya harapan yang mereka miliki agar keduanya bisa keluar dari ruangan tersebut.
“Mengurus mayat-mayat itu. Aku tidak yakin jika dirinya mengetahui kesialan kita terperangkap di tempat ini.”
Keheningan terentang sebelum putri Xiu Min menjawab “Salah satu dari mereka masih hidup.” Derap langkah yang semakin mendekat mengusik ketenangan mereka. Dua buah bayang-bayang melintas di dinding-dinding gua menuju kearah mereka. Dengan sigap, putri Xiu Min & putra mahkota Wang Wenxiao beringsut membuat sikap waspada.


To be continue...
Maaf udah bikin kalian nunggu lama. saya memang slow update karena stuck dengan alur ceritanya. Saya inginnya tidak hanya fokus pada perihal percintaan, saya ingin mengajak kalian sedikit berpetualang lewat story ini. 😉 Jangan lupa vote & comment, Saya sangat menerima saran serta masukan dari kalian demi perbaikan ceritanya, so tidak usah sungkan untuk comment.

THE BLOODY MISSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang