Kerajaan Tao merupakan penguasa inkarnate, di mana kaisar Huan Hong sebagai kaisarnya. Dalam inkarnate tersebut terdapat lima kerajaan, yang mana keempat kerajaan lainnya tunduk di bawah kekuasaan kaisar Huan Hong. Empat kerajaan tersebut terdiri da...
"Ampun pangeran kedua, saat ini yang mulia kaisar sedang tidak bisa diganggu." Ucap kasim Li berusaha menahan pangeran Zhang Jinzi yang terus memberontak untuk masuk.
Saat ini keduanya sedang berada di depan kediaman kaisar kerajaan Tao, Zhang Yiuhuan yang semua bangunannya didominasi oleh warna emas. Tiap tiang dan perabotannya dipenuhi dengan ukiran naga juga terdapat beberapa patung singa duduk di setiap sisi pintu masuknya. Suasana di luar begitu menyejukkan dengan berbagai tanaman bebungaan tumbuh di sekelilingnya. Di sudut halaman terdapat air mancur juga kolam ikan yang semakin mempercantik suasana sekitar.
"Apa salahnya jika diriku masuk? Aku hanya ingin bertemu dengan kakakku." Sungut pangeran Zhang Jinzi, ia menatap kesal pada kasim Li yang terus saja siaga berjaga di depan pintu. Namun, tiba-tiba saja sekelebat ide konyol hinggap di dalam kepalanya. Dengan langkah mantap pangeran Zhang Jinzi melangkahkan kakinya menuju rumpunan bunga mawar putih yang banyak tumbuh di pinggiran halaman. Ia merenggut setangkai mawar putih dari batangnya kemudian dengan mata di sipitkan serta sudut bibir yang tersungging ia memainkan tangkai mawar tersebut di tangannya.
"Hoii dayang Lue!!! Kesinilah!" Teriak pangeran Zhang Jinzi sambil melambaikan tangan kanannya. Mendengar teriakannya sontak kasim Li menatap ke sekeliling mencari-cari keberadaan seseorang yang diteriakkan namanya oleh pangeran Zhang Jinzi. Tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada pangeran Zhang Jinzi segera bergerak cepat. Ia menerobos masuk, membuka pintu kediaman kakaknya dengan tawa terkembang. Merasa jika dirinya telah di kelabuhi, kasim Li mengumpat pelan kemudian menyusul pangeran Zhang Jinzi yang saat itu telah masuk ke dalam kediaman sang kaisar.
"Ampuni hamba yang mulia, hamba sudah berusaha untuk menahannya." Ucap Kasim Li penuh hormat. Ucapannya hanya di jawab dengan sebuah gerakan tangan oleh sang kaisar, setelahnya kasim Li undur diri keluar dari kediaman.
"Hari ini suasana di luar sangatlah cerah, kenapa kakak terus mengurung diri di tempat ini? Tidakkah kakak bosan dengan semua perkakas ini?" Pangeran Zhang Jinzi menatap jengah wajah kakaknya yang saat itu terus terdiam seribu bahasa tidak menanggapi perkataannya. Sekuat hati pangeran Zhang Jinzi menahan gejolak emosi yang memenuhi rongga dadanya. Ia terus memainkan tangkai bunga mawar putih di tangannya, memutar-mutar tangkainya hingga kulit tangkainya mulai mengelupas. Tidak ada sedikitpun perubahan. Di hadapannya Zhang Yiuhuan tetap duduk pada posisinya semula. Dengan ketenangan yang mengagumkan ia menorehkan sebuah kuas pada lembaran kertas tanpa merasa terganggu sedikitpun. Tatapannya begitu tenang, tidak tersentuh.
Pangeran Zhang Jinzi beranjak ke sudut ruangan, ia meraih jam pasir dari atas meja kemudian menimbang-nimbangnya."Aku dengar besuk kakak akan berangkat menghadiri undangan pesta dari kerajaan Tang, ku harap besuk kakak membawaku ikut serta kesana." Pinta pangeran Zhang Jinzi di sela kesibukan kakaknya.
"Tidak akan." Kaisar Huan menjawab singkat perkataan adiknya tanpa menghentikan aktivitas menulisnya.
"Kenapa? Apa kau takut jika ketampananmu tersaingi olehku?" Gerutu pangeran Zhang Jinzi, ia kembali meletakkan jam pasir ke atas meja.
"Tidak ada yang bisa menyaingi ketampananku."
Mendengar jawaban kakaknya pangeran Zhang Jinzi tersenyum sarkastis. "Jika memang kakak tampan mengapa hingga saat ini kakak belum juga laku-laku?" Cengirnya sambil memukulkan tangkai bunga mawar ke wajah kakaknya.
"Kau menyamakanku dengan dagangan?" Ucap kaisar Huan menghentikan torehan kuasnya.
"Bisa jadi seperti itu. Aku dengar putri kaisar Xingguang Zao sangatlah cantik. Tidakkah kakak tertarik untuk menyiapkan sebuah lamaran untuknya?" Setelah pangeran Zhang Jinzi menggumamkan pertanyaan tersebut barulah kaisar Huan mengangkat wajahnya.
"Aku tidak tertarik." Ucapnya.
Pangeran Zhang Jinzi tergelak "Kau benar-benar memiliki kelainan. Jika begitu kau bisa melamarkannya untukku. Aku akan sangat berterimakasih jika kau mau melakukannya."
"Itu tidak akan aku lakukan."
"Ayolah kak. Untuk kali ini kabulkanlah permohonanku." Rayu pangeran Zhang Jinzi. Ia memainkan tangkai bunga mawarnya ke telinga kakaknya, sangat berharap jika kakaknya akan merasa terganggu dengan kelakuannya.
"Aku akan memotong pergelangan tanganmu jika kau tidak juga menghentikannya!” Gertakan kaisar Huan membuat ciut nyali pangeran Zhang Jinzi. Kaisar Huan meletakkan kuas pada tempatnya, dengan cekatan ia melipat tulisan yang baru saja diselesaikannya kemudian memasukkan lipatan kertas tersebut pada sebuah tabung kecil.
"Baiklah, tanpa persetujuanmu pun besuk diriku akan tetap ikut." Ucap pangeran Zhang Jinzi menampilkan raut kecewa di wajahnya. Ia membanting setangkai mawar putihnya di atas meja kerja kakaknya kemudian beranjak keluar meninggalkan ruangan.
Di serambi depan pangeran Zhang Jinzi kembali bertemu dengan kasim Li yang saat itu masih saja berjaga di dekat pintu. Sekilas muncul keinginan di kepalanya untuk menjaili kasim tua tersebut. Dengan langkah mantap ia menghampiri Kasim Li, melemparkan senyuman terbaiknya serta menepukkan salah satu tangannya pada bahu kasim Li. "Kasim Li, ku lihat dirimu sangat tertarik dengan dayang Lue. Pernahkah terlintas di pikiranmu jika suatu saat kau akan mengambil sebuah tindakan untuk menikahinya?" Ucap pangeran Zhang Jinzi.
"Ampun pangeran, hamba sama sekali tidak mempunyai keinginan untuk hal tersebut." Jawab Kasim Li dengan takzimnya.
"Kenapa begitu? Bukankah akan sangat membahagiakan jika kau menikahinya?"
"Ampun pangeran, tidakkah pangeran lupa jika hamba seorang Kasim? Hamba tidak bisa memberikan apa-apa jika hamba menikahinya." Jelas kasim Li. Sebuah kesedihan bergelayut di pelupuk matanya.
"Aku tidak mengerti dengan perkataanmu." Pangeran Zhang Jinzi menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
"Sesuai peraturan kekaisaran sebelum menjadi seorang kasim hamba harus melalui proses pengebirian. Proses pembuangan buah zakar atau testis sehingga adik kecil tidak dapat lagi memproduksi sperma dan hormon kejantanan. Oleh karena itu hamba tidak bisa menikahinya." Ujar Kasim Li dengan raut murung. Ia teringat akan masa-masa ketika dirinya masih berusia remaja. Gairah ketertarikannya pada lawan jenis masih bisa ia rasakan. Namun, sesuatu berubah ketika dirinya genap berusia 16 tahun. Pada usia tersebut ia harus rela kehilangan kedua kantung testisnya demi menuruti perintah kedua orang tuanya yang saat itu terus mendesaknya untuk menjadi seorang kasim.
"Jadi punya Kasim Li dipotong? Lalu bagaimana bentuknya jika seperti itu?" Pangeran Zhang Jinzi terkikik memandang wajah kasim Li yang mulai memerah karena malu.
"Maafkan aku Kasim Li, aku tidak bermaksud untuk menyinggungmu. Aku hanya sedikit menanyakan bagaimana keadaan adik kecilmu." Setelah menyelesaikan ucapannya pangeran Zhang Jinzi kembali tertawa terbahak. Ia memegangi perutnya yang terguncang akibat tawanya, kemudian melangkah perlahan meninggalkan sosok kasim Li yang saat itu tengah membenarkan ikatan hanfunya dengan wajah memerah layaknya kepiting rebus.
Seorang kaisar adalah amanat dari Sang Kuasa, yang memberinya hak untuk memerintah dunia dan sebaliknya juga menuntutnya untuk memelihara keseimbangan harmonisasi antara langit dan bumi. Karena dipercaya bahwa amanat yang dikirim oleh langit ini dapat dicabut jika seorang kaisar memerintah dengan tidak bijaksana dan berperilaku tidak baik, maka kehidupan pribadi dari seorang putra langit sangat dilindungi dari masyarakat biasa agar mereka tidak dapat mengamati kekurangan-kekurangan kaisar mereka.
Maka dari itu diangkatlah seorang kasim yang bersifat kebanci-bancian dan patuh, yang bagai budak dengan hidup tergantung kepada kaisar yang dianggap cukup bisa ditakut-takuti untuk menjadi saksi bisu atas segala kekurangan dan kelemahan pribadi sang kaisar.
Seorang kaisar menaruh kepercayaan penuh kepada kasim. Berawal dari pemikiran tradisional penganut Confucius sehubungan dengan kedudukan sebagai ayah. Seorang laki-laki yang dikebiri tidak dapat menghasilkan keturunan, dan kasim dipercaya tidak akan pernah secara aktif mendambakan kekuasaan politik yang akan diteruskan kepada putranya. Oleh karena alasan ini pula sehingga kaisar yang raut wajah santainya dilarang terlihat oleh pria biasa justru mengizinkan kasim memiliki akses tanpa batas untuk memasuki istana kediamannya.
Di sela tawa adiknya yang mulai menghilang, di dalam kediamannya kaisar Huan bersandar malas pada kursi kerjanya. Ia tampak sedang memikirkan sesuatu. Tidak dapat dipungkiri, kini dirinya tengah memikirkan keberadaan gadis venusnya yang hingga saat ini belum ia temui keberadaannya. Terakhir kali ia mengunjungi kediaman tabib Chou untuk meminta informasi tentang keberadaan gadisnya satu pekan yang lalu. Disana tabib Chou hanya mengatakan jika suatu saat dirinya akan bertemu dengan gadisnya di suatu kesempatan. Hanya takdirlah yang akan mempertemukan keduanya.
***
Berjalan-jalan di sekitar istana tidak bisa mengenyahkan kegelisahan hati putri Xiu Min akan keputusan yang sudah ia lontarkan kepada ayahandanya kaisar Xingguang Zao. Sudah berkali-kali ia berpapasan dengan rombongan para dayang juga punggawa kerajaan di sepanjang lorong istana, yang semuanya selalu memasang raut wajah ketakutan juga tertunduk hormat pada saat ia berjalan melewatinya. Tidak bisakah mereka sedikit lebih bersikap santai saat berpapasan dengan diriku? Bukankah diriku sama sekali tidak memasang raut wajah mengintimidasi kepada mereka? Gumam putri Xiu Min di dalam hati.
"Hai anak haram! Tampaknya kau sedang terburu-buru." Ucap putri Fang-Fang yang secara kebetulan berpapasan dengan putri Xiu Min di persimpangan lorong. Saat itu putri Fang-Fang mengenakan hanfu berwarna hijau terang beserta serumpun hiasan rambut yang terlihat saling berdesakan bertengger di atas kepalanya. Kedua tangannya mencengkeram seekor kelinci yang tampak kesakitan. Kelinci tersebut terus meliukkan tubuhnya yang gempal, menggerak-gerakkan kakinya mencoba untuk melakukan perlawanan. Selusin dayang berada di belakang tubuhnya, menundukkan kepalanya dengan patuhnya.
"Aku tidak perlu menjelaskannya, kau sudah bisa melihatnya." Jawab putri Xiu Min dengan tenang.
"Dasar anak har...!"
Srrrinngg!!! Suara pedang tercabut dari tempatnya menghentikan kalimat yang akan diucapkan putri Fang-Fang. Bersamaan dengan hal tersebut terdengar sebuah lolongan memekakan dari mulut putri Fang-Fang. Secara spontan putri Fang-Fang melepaskan cengkeraman kedua tangannya pada tubuh kelinci malang yang hendak ia jadikan bahan percobaan. Tidak membuang kesempatan yang ada, kelinci tersebut melompat gesit ke arah halaman istana. Menerobos di antara sekumpulan tanaman perdu kemudian menghilang. Putri Xiu Min memutar kedua bola matanya menatap putri Fang-Fang yang tampak ketakutan, sesudahnya ia melanjutkan langkahnya menuju istana utama sambil menyarungkan kembai pedangnya pada tempatnya. Ia menghiraukan suara gertakan putri Fang-Fang yang tampak marah memerintahkan para dayangnya untuk menangkap kembali kelincinya yang sudah terlepas.
"Adik kelima! Kau hendak kemana?” Teriak seseorang dari ujung tangga. Mendengarnya putri Xiu segera membalikkan tubuhnya mencari sumber suara. Dilihatnya kakak ketiganya putri Xian yang saat itu sedang tersenyum anggun menatap ke arahnya. Ia mengenakan hanfu lapis tiga berwarna merah, serasi dengan warna pewarna bibirnya. Rambutnya yang hitam panjang ia gulung ke atas, kedua anting panjang yang bergelayutan di kedua cuping telinganya semakin mempercantik tampilannya.
"Kakak ketiga. Aku hendak mencari keberadaan kakak pertama di istana utama." Ucap putri Xiu Min sambil melangkahkan kakinya ke arah kakak ketiganya putri Xian.
"Kau tidak akan menemukannya disana, saat ini kakak pertama sedang berkunjung ke komplek penjara."
"Komplek penjara? Bisakah kakak ketiga membawaku pergi kesana?" Tanya putri Xiu Min penuh harap.
"Sebenarnya aku sangat enggan untuk pergi ke tempat itu. Tapi, berhubung dirimu yang meminta, sekarang aku akan mengantarmu pergi menuju tempat mengerikan itu." Putri Xian meraih lengan adik kelimanya kemudian menggandengnya dengan erat. Keduanya melangkah menuju komplek penjara kerajaan Tang yang letaknya terpisah dengan lingkungan istana.
Putri Xiu Min tiada henti mengamati struktur bangunan di sekitarnya. Antara lingkungan istana juga komplek penjara di pisahkan dengan gerbang kuningan yang menjulang tinggi juga halaman yang terhampar cukup luas.
Mereka mulai memasuki komplek penjara yang berupa sebuah bangunan tinggi berwarna hitam berdinding tebal. Minim akan cahaya, di kanan kiri lorong terdapat obor yang menyala diletakkan pada pegangan besi. Setiap sisi bangunan tersebut dijaga ketat oleh para prajurit yang semuanya mengenakan emblem pengenal kerajaan Tang. Suara gemerincing rantai, tangisan meratap juga jeritan pilu mulai terdengar memenuhi gendang telinga keduanya.
Berbelok pada ujung lorong, mereka mulai menyaksikan deretan sel penjara yang tiap petaknya di batasi dinding baja juga jeruji besi yang membentuk sebuah sekat antara ruangan satu dengan ruangan lainnya. Para tawanan berada di dalamnya, mengenakan baju satu lapis dengan beberapa luka memar juga sayatan berada di sekujur tubuhnya. Beberapa tawanan di ruangan tertentu tampak tergeletak tak berdaya dengan wajah pucat pasi beralaskan jerami, mereka bagaikan mayat-mayat hidup penunggu ruangan.
"Sekarang kau sudah bisa melihat juga mendengarnya, itulah alasannya mengapa aku cukup enggan untuk pergi ke tempat ini." Ucap putri Xian membuyarkan lamunan putri Xiu Min.
Putri Xiu Min mengerjap kemudian berkata "Lalu dimanakah kakak pertama?"
"Ada di ujung lorong menyaksikan tawanan yang akan dieksekusi." Jawab putri Xian.
"Apa kesalahan yang telah diperbuat tawanan tersebut hingga ia harus dieksekusi?"
"Tawanan tersebut penghianat kerajaan, dia memungut pajak yang begitu tinggi terhadap masyarakat. Tak segan dia memerintahkan anak buahnya untuk membakar rumah penduduk apabila sebuah keluarga tidak memberikan pajak sesuai dengan jumlah yang sudah ia tetapkan." Jelas putri Xian tanpa mengalihkan pandangannya pada ujung lorong.
Dari kejauhan tampak putra mahkota Wang Wenxiao sedang memandang ke arah keduanya. Sorot matanya memancarkan raut terkejut juga amarah, dengan kecepatan menakjubkan putra mahkota Wang Wenxiao membersihkan percikan darah pada pedangnya dalam sekali usapan. Detik berikutnya ia menyarungkan kembali pedangnya pada tempatnya. Dari tempat di mana saat ini ia sedang berdiri, ia bisa menyaksikan kedua adik perempuannya semakin mengikis jarak menuju kearahnya.
"Apa yang kalian lakukan di tempat ini? Tempat ini terlalu kasar untuk kalian." Putra mahkota Wang Wenxiao berucap begitu kedua adiknya telah berdiri di hadapannya. Ia meninggikan suara dan sedikit menekankan ucapannya di akhir kalimat.
"Ampuni aku kak, aku hanya mengantarkan adik kelima yang bermaksud untuk menemuimu." Kata putri Xian dengan bibirnya yang mengerucut, dirinya merasa terintimidasi oleh tatapan tajam kakak pertamanya yang terus menatap lekat kearahnya. Seolah sedang menyalahkan dirinya.
"Ada yang ingin aku bicarakan dengan kakak pertama." Ungkap putri Xiu Min tampak tenang. Sepintas ia mengamati tubuh seorang tawanan yang terikat dengan rantai pada tiang kayu berbentuk salib. Tampak darah segar mengalir dari urat lehernya, membasahi baju lapis satunya. Putri Xiu Min tidak mengindahkan tatapan mengintimidasi kakak pertamanya yang memberikan peringatan kepada dirinya.
"Ayo kita keluar dari tempat ini.” Ajak putra mahkota Wang Wenxiao. Ia menarik paksa pergelangan tangan kedua adik perempuannya. Menggiring keduanya untuk menjauh dari tempat eksekusi.
"Lepaskan aku, aku bisa berjalan sendiri!" Gerutu putri Xiu Min tidak menyukai tindakan kakak pertamanya. Perkataannya hanya menjumpai udara, sama sekali tidak mendapatkan satu pun tanggapan dari kakak pertamanya.
Putra mahkota Wang Wenxiao melepaskan cengkeramannya di pergelangan tangan kedua adiknya saat ketiganya sudah berada di luar bangunan. Putri Xian tampak meringis kesakitan memegang pergelangan tangannya yang sedikit memerah akibat cengkeraman tangan kakak pertamanya yang terlalu erat, tidak membuang waktu dirinya segera berpamitan meninggalkan kakak pertamanya juga adiknya Xiu Min dengan raut masam.
"Apa yang ingin kau bicarakan?" Tanya putra mahkota Wang Wenxiao masih dengan nada kesal.
"Tidak bisakah kita membicarakannya di tempat lain?" Putri Xiu Min berujar tidak kalah ketus.
"Ayo ikuti aku!" Ajak putra mahkota Wang Wenxiao, di belakangnya putri Xiu Min mengekor. Mengikuti langkah kakak pertamanya dengan gontai. Putra mahkota Wang Wenxiao membawa putri Xiu Min menuju sudut istana yang dipenuhi jajaran pohon bunga Magnolia berwarna putih. Sungai kecil tampak beriak di atas tumpukan bebatuan berwarna tembaga.
"Wow... Ini sangat indah." Ucap putri Xiu Min tampak kagum mengamati suasana di sekelilingnya. Ia menengadahkan tangan berusaha untuk menangkap setiap kelopak bunga magnolia yang gugur berterbangan karena tertiup angin.
Senyuman kecil yang nyaris tak terlihat mengambang di sudut bibir putra mahkota Wang Wenxiao ketika mengamati ketakjuban adik kelimanya. Ia duduk di atas hamparan rumput hijau bersandar malas pada sebuah batang pohon dedalu."Kau belum menjawab pertanyaanku, apa yang akan kau bicarakan dengan diriku?"
"Aku ingin meminta maaf atas segala kesalahanku." Jawab putri Xiu Min. Ia menghampiri kakak pertamanya kemudian ikut duduk bersandar di samping kakak pertamanya sembari menekuk kedua lututnya.
"Meminta maaf?" Perkataan putra mahkota WangWang Wenxiao hampir seperti sebuah gumaman. Ia merasa bingung dengan ucapan adik kelimanya.
"Ya, aku meminta maaf atas ucapanku kemarin. Aku benar-benar tidak bermaksud untuk menyinggungmu."
"Jadi mereka memberitahumu?"
"Tepatnya seperti itu. Aku tidak menyangka jika diriku memiliki nasib yang sama seperti halnya dirimu."
"Aku tidak mengerti arah pembicaraanmu." Ucap putra mahkota Wang Wenxiao menautkan kedua alisnya.
"Harus memupuskan harapan kita untuk hidup bersama dengan seseorang yang kita dambakan. Sekarang aku bisa merasakan bagaimana tepatnya perasaanmu. Kemarin ayahanda memanggilku untuk menghadap. Ayahanda memohon kepadaku agar diriku bersedia untuk menikah dengan seseorang yang sama sekali tidak aku kenali." Putri Xiu Min mulai menjelaskan.
"Siapa lelaki itu?" Tanya putra mahkota Wang Wenxiao penasaran.
"Kaisar kerajaan Tao."
"Kaisar Huan Hong?"
"Aku tidak mengerti siapa namanya, yang jelas ayahanda memintaku untuk menarik perhatiannya di pesta besuk malam."
"Kau tidak perlu khawatir, dia lelaki yang sangat tampan. Kau akan menyukainya, lagipula disana keselamatanmu akan terjamin." Ucap putra mahkota Wang Wenxiao berusaha mengusir kegelisahan adik kelimanya.
"Aku tidak peduli dengan ketampanannya, aku bersedia memenuhi permintaan ayahanda demi kesejahteraan rakyat di seluruh inkarnate.”
"Jika kau memerlukan sesuatu demi kelancaran visimu aku bersedia untuk membantumu." Putra mahkota Wang Wenxiao menawarkan diri.
"Aku senang kau bersedia untuk membantuku. Ngomong-ngomong kau sangat berbeda dengan kakak kedua." Ungkap putri Xiu Min sambil memainkan ujung rambutnya.
"Tentu saja berbeda. Aku bukan dia dan dia bukanlah aku! Apa yang bisa aku bantu?"
"Bukan begitu maksudku, kalian benar-benar berbeda. Hanya satu yang menyamakan, kalian sama-sama menyebalkan. Kurasa besuk kau akan mengetahui apa yang bisa kau lakukan."
"Baiklah jika begitu, aku harus pergi sekarang. Aku kira kau juga perlu mempersiapkan sesuatu. Besuk pestamu." Putra mahkota Wang Wenxiao berdiri dari duduknya. Ia bermaksud untuk meninggalkan adik kelimanya yang masih khusyuk melemparkan sekumpulan kerikil ke dalam semak.
"Ya, aku akan mempersiapkannya. Kau bisa meninggalkanku sendiri." Putri Xiu Min menatap kakak pertamanya yang mulai melangkah pergi. Dia gagal mengorek informasi mengenai wanita yang begitu didamba oleh kakak pertamanya. Ia melanjutkan lamunannya, memejamkan kedua matanya, kemudian membiarkan angin sepoi menerpa wajah cantiknya. Di ufuk barat matahari mulai tergelincir masuk ke peraduan, meninggalkan semburat warna jingga di atas langit.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.