Chapter 19

1.3K 103 15
                                    


“Ampun permaisuri, tempat penyimpanan berada di tengah-tengah perkebunan anggur. Hamba tidak memiliki akses untuk pergi ke tempat itu.”
“Kau tidak perlu mengkhawatirkannya tabib Jian, kepala penyimpanan akan membantumu. Aku menjanjikan masa depan penuh kedamaian kepada rakyatku.”
“Jika begitu hamba akan segera pergi untuk meracikkan racun tersebut permaisuri, ijinkan hamba untuk segera undur diri.”
“Tidak semudah itu tabib Jian, kau tidak bisa membiarkan diriku kedinginan malam ini. Kemarilah...” Ucap permaisuri Bok Ping melambaikan tangannya ke arah tabib Jian. Di hadapannya tabib Jian menatap ragu pada undangan permaisuri untuk naik keatas ranjang. Tubuh tabib Jian seolah terpaku pada tempatnya bersimpuh saat ini.
“Nyawamu sepenuhnya milikku tabib Jian, kemarilah. Hangatkan tubuhku untuk malam ini.” Ucap permaisuri Bok Ping dengan suara mendayu. Dia juga memberikan perintah kepada para dayangnya untuk segera meninggalkan bangunan tersebut. Tubuh tabib Jian mulai bergejolak, gelenyar menggairahkan menguasai dirinya. Tubuh permaisuri Bok Ping tampak terisi di tempat-tempat yang pas. Hanfu yang ia kenakan semakin tersingkap menampilkan kain tipis penutup alat vitalnya. Tabib Jian mulai bangkit mendekati ranjang tempat permaisuri terbaring memperlihatkan kulit putihnya yang sehalus bulu. Senyum permaisuri Bok Ping semakin menawan melihat tabib Jian menaiki ranjangnya, segera dia menarik seutas tali yang tergantung di sisi ranjang, saat itu pula tirai ranjang tergerai menutupi seluruh ranjang. Kini keduanya saling bergumul menyalurkan hasrat, perapian menyala menjadi saksi akan penyatuan keduanya.
Putri Xiu Min juga putra mahkota Wang Wenxiao segera keluar dari tempat persembunyiannya setelah menyaksikan rombongan para dayang menghilang di persimpangan lorong. Keduanya segera bergegas kembali menuju tempat penginapan. Riuh rendah masih terdengar dari arah danau wine, rupanya pesta masih berlangsung hingga tengah malam. Putri  Xiu Min juga putra mahkota Wang Wenxiao segera naik kelantai atas, tempat peristirahatan putri Xiu Min berada. Keduanya segera mematikan beberapa lentera yang berada di sekeliling ruangan, keduanya sengaja hanya menyisakan sebuah lentera yang kemudian mereka tempatkan di atas meja rendah di tengah ruangan.
"Hari ini berjalan begitu lambat." Ucap putri Xiu Min yang saat itu duduk berseberangan dengan kakak pertamanya di atas hamparan karpet bernuansakan merah.
"Ya, setidaknya hari ini kita mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di kerajaan ini." Tanggap putra mahkota Wang Wenxiao.
"Aku rasa permaisuri Bok Ping akan mempermudah misi kita."
"Aku sependapat denganmu. Apapun yang akan terjadi di kerajaan ini pekan mendatang, setidaknya peristiwa tersebut sangat menguntungkan bagi pihak kita."
"Tentu, sepertinya kita perlu menempatkan seorang mata-mata di kerajaan ini."
"Ya, seseorang akan kutempatkan sebagai pemasok daging ke dalam istana. Ini salah satu posisi yang sangat strategis, mengingat istana ini membutuhkan pasokan daging cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan di hutan daging."
"Pemikiran yang tidak buruk kakak pertama. Jadi keesokan harinya kita bisa melanjutkan perjalanan menuju kerajaan berikutnya. Itu akan menyingkat waktu perjalanan kita."
"Kerajaan Shui letaknya tidak jauh dari wilayah kerajaan ini. Kurasa kita bisa menempuhnya dalam waktu empat jam."
"Sepertinya petualangan berikutnya tidak kalah menarik. Kaisar gila itu akan kembali bereaksi melihat kedatanganku."

"Malam sudah semakin larut, kita perlu beristirahat guna memulihkan tenaga untuk perjalanan besuk pagi." Kata putra mahkota Wang Wenxiao sebelum akhirnya ia beranjak  turun ke lantai bawah. Putri Xiu Min mengiyakan ajakan kakaknya, segera dirinya berbaring di peraduan yang letaknya hanya beberapa langkah dari tempat dirinya duduk sebelumnya. Dirinya tidak tertarik untuk menyalakan beberapa lentera tambahan untuk menerangi biliknya, kali ini dirinya sengaja membiarkan kegelapan berkuasa malam ini. Keduanya telah sepakat akan meninggalkan kerajaan Mao keesokan harinya. Kerajaan Shui menjadi tempat tujuan mereka berikutnya. Kini suasana kerajaan Mao begitu sunyi, pesta di danau wine telah berakhir beberapa jam yang lalu. Langit malam tampak semakin menggelap seiring dengan berjalannya waktu.

Pagi-pagi buta putri Xiu Min sudah bangun dari tidurnya. Waktunya terlalu dini untuk berkeliling di luar, maka ia beranjak membuka jendela biliknya di lantai atas. Semburat kelabu mewarnai kegelapan pekat di luar jendela. Putri Xiu Min berdiri di dekat jendela membiarkan angin segar bercampur aroma embun pagi menerpa anak-anak rambutnya. Dari tempatnya berdiri, ia bisa melihat gugusan tanaman merambat yang tumbuh terawat dengan ranting dan sulurnya bagaikan lengan tua yang berurat.
Segerombol pengawal dengan obor berpendar muncul melintasi pelataran, merebut perhatian putri Xiu Min. Mereka tampak berjalan tergesa menandu selongsong rotan yang biasa digunakan untuk menghanyutkan mayat. Takut jika para pengawal mengetahui keberadaannya, putri Xiu Min segera beringsut menyembunyikan dirinya. Dengan jantung berdebum-debum layaknya genderang perang yang di tabuh ia mengintai melalui celah jendela. Ikatan kain merah pada mayat yang mereka tandu mengingatkan putri Xiu Min akan mayat yang tergantung di danau wine. Perhatian putri Xiu Min beralih pada arak-arakan tandu berikutnya. Dengan keadaan yang tidak kalah menyedihkan seorang gadis terbujur dengan tubuh terikat. Hanya saja kali ini sepasang mata tajam gadis tersebut menatap ke arah jendela. Ke arahnya. Apa gadis itu masih hidup? Apa gadis itu menatapku? Apa ia bermaksud meminta pertolongan kepadaku? Serangkaian pertanyaan berjubal memenuhi benak putri Xiu Min. Kedua kaki putri Xiu Min seakan melunglai tidak kuat menahan berat badan tubuhnya. Selama beberapa menit, ia tidak bisa melakukan apa-apa kecuali menyeimbangkan diri pada sisi benda yang ia yakini sebagai meja rias. Sungguh malang nasib kedua wanita tersebut. Kecantikan paras menggiring keduanya menuju lembah penderitaan. Putri Xiu Min meyakini jika kedua wanita tersebut merupakan seorang budak istana ataupun gadis rampasan dari anak bangsawan setempat. Dugaan tersebut diperkuat dengan adanya perlakuan kasar para pengawal terhadap keduanya. Naluri mengantarkan putri Xiu Min berjalan menuruni tangga menuju tempat peristirahatan putra mahkota Wang Wenxiao. Dilihatnya kakak pertamanya tengah memasukkan segulung kertas kedalam tabung berukuran kecil. Beberapa alat tulis tergeletak di atas meja ukir yang berada di hadapannya.
“Kau sudah siap melanjutkan perjalanan?” Putra mahkota Wang Wenxiao bersandar di kursi berlengan yang besar, merentangkan kaki, dan menatap putri Xiu Min dengan cara cukup ramah.
Telapak tangan putri Xiu Min mulai lembab dan ia yakin jika suaranya akan menyingkap keadaannya saat itu. Ia menghela napas, berusaha keras untuk menenangkan diri. “Aku ingin segera meninggalkan tempat ini. Namun, sesuatu terjadi beberapa menit yang lalu. Kita harus membereskannya.”
“Kau melihat kedua wanita itu?” Kalimat yang diucapkan Wang Wenxiao terdengar seperti bukan sebuah pertanyaan. Putri Xiu Min menganggapnya seperti itu. Sambil mengangguk ia berkata “Ya, aku melihatnya. Kita tidak bisa berdiam diri.”
“Karenanya aku menulis surat perintah ini.” Ucap putra mahkota Wang Wenxiao. Putri Xiu Min mengerutkan kening dengan ragu. “Apa yang kau tulis?”
“Bertindak di dalam istana cukup membahayakan. Karenanya aku memerintahkan Angin Topan untuk mengikuti kemana perginya rombongan tersebut membuang kedua wanita itu. Angin Topan lah yang akan mengurus keduanya. Ia juga yang akan mengirimkan seorang mata-mata kedalam istana ini.” Putra mahkota Wang Wenxiao mengubah posisi duduknya. Ia melambaikan tangan memanggil asistennya yang segera berlari menghampiri.
“Berikan pesan ini kepada Angin Topan!” Perintah putra mahkota Wang Wenxiao. Tak ingin mengecewakan junjungannya, asisten tersebut segera undur diri melaksanakan tugasnya.
“Ku akui kau bergerak cukup cepat, beberapa langkah di depanku.” Ungkap putri Xiu Min, melayangkan pandangan takjub kepada kakak pertamanya.
“Aku disiapkan sedini mungkin untuk menggantikan tahta kekaisaran. Itu jika kau tidak melupakannya.”
Keduanya segera beranjak menuju istana utama, tempat kaisar Huang Yan mengadakan perjamuan terakhir sebelum keberangkatan mereka menuju Kerajaan Shui. Suasana istana utama riuh akan canda tawa para selir kaisar Huang Yan. Permaisuri Bok Ping tampak anggun dengan rambutnya yang digulung keatas, duduk di sisi kaisar Huang Yan. Sementara itu, makanan demi makanan disajikan memenuhi meja panjang yang ditempatkan melintang. Selusin penari yang terdiri dari pria juga wanita menawarkan pemandangan memukau dengan tubuh indah berbalut kain tipis. Mereka menarikan tarian yang menggugah gairah para penikmatnya. Dengan gerakan tubuhnya, mereka membangkitkan kenikmatan yang merasuki. Baik pria maupun wanita bergerak gemulai dengan desakan merayu. Mereka saling berserah diri kemudian mengakhirinya dengan meraih kemenangan saling memuaskan. Putri Xiu Min menangkap kesan mesum juga kejahatan dari tarian tersebut. Di sampingnya putra mahkota Wang Wenxiao lebih memilih untuk menikmati salad sayur yang disajikan dengan minyak wijen. Sesekali sumpitnya menyeberang mengambil beberapa potong daging juga jamur Enoki. Putri Xiu Min mengalihkan perhatiannya dari tarian, segera dirinya mengisi mangkuknya dengan potongan daging salmon yang disiram menggunakan kecap asin. Tidak lupa ia menambahkan sayuran segar untuk menyeimbangkan asupannya.

***
Di sela keramaian jalan utama kerajaan Mao, Seorang pemuda terlihat khusyuk menikmati teh pesanannya di sebuah kedai minuman. Dirinya begitu tenang mengamati pergerakan setiap orang yang keluar masuk ke dalam kedai tersebut. Beberapa kali telinganya menangkap candaan kotor yang dilontarkan oleh petani setempat. Kedai tersebut berupa gubuk kecil beratapkan jerami. Tidak dijumpai dinding penyekat di setiap sisinya. Karenanya, para pengunjung bisa leluasa mengamati kondisi di luar kedai dari segala penjuru. Mayoritas pengunjung kedai tersebut datang dari kalangan rakyat bawah, para petani, pekerjaan rendahan juga sesekali beberapa petinggi yang sengaja singgah guna menyamarkan sebuah pertemuan.
“Menyingkir! Rombongan kerajaan akan lewat.” Seru seorang pemuda berteriak lantang dari lantai atas sebuah penginapan. Mendengar teriakan tersebut para pejalan kaki segera menyingkir memberikan akses bagi rombongan kerajaan yang akan lewat. Keriuhan meraja ketika rombongan kerajaan melintas dengan dua buah tandu berisikan mayat. Berbagai umpatan serapah terdengar disertai beberapa kali lemparan batu ke tubuh terbujur yang berada di dalam selongsong rotan. Melihat keributan di luar kedai, Angin Topan meletakkan beberapa keping uang di atas meja guna membayar teh pesanannya. Ia segera beranjak mengamati penyebab keributan di hadapannya. Pemandangan dua wanita terbujur dengan kain merah melilit tubuh mendongkrak empatinya. Tampak beberapa luka memar akibat pukulan menghiasi kedua tubuh wanita tersebut. Simpul ikatan yang terlalu kuat mengakibatkan peredaran darah kedua wanita  tersebut terhambat, karenanya kulit tubuh mereka tampak pucat serta membiru.

TBC...
Update kali ini cukup sekian dulu, moga kalian suka. Untuk update berikutnya bakal dimulai petualangan Xiu Min berkunjung ke kediaman para pelamar. Siap-siap menyaksikan keindahan danau wine juga hutan daging punya kaisar Huang Yan ya...
See you next chapter 😉 jangan lupa vote & comment.

THE BLOODY MISSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang