Keringat dingin bercucuran membasahi kerudung hitam milik Sarah, kegusaran sejak tadi terjadi dalam benaknya kini sudah tak bisa dibendung lagi, apalagi dia berada di barisan paling depan yang berarti dia paling terlihat oleh kakak senior nantinya. Keringat itu muncul bukan tanpa alasan, namun dia takut karena ia terlambat di hari pertama ospek universitas. Jalanan Bandung yang menuju kampusnya memang selalu macet, dia tidak bisa berangkat terlalu pagi dengan alasan harus membantu pekerjaan rumah dahulu sebelum berangkat ke kampus karena Sarah terlalu malas mendengar sindiran keras nantinya dari sang empunya rumah.
Namun meski begitu, Sarah tidak mungkin mengungkap alasan keterlambatannya kepada senior, gini-gini juga Sarah adalah orang yang sangat bisa dipercaya untuk tidak menyebar aib disembarang tempat.
Perlahan salah satu kakak senior berjas almamater itu mendekati Sarah menggunakan derap langkah horor. Ia berhenti tempat di depan Sarah. Hanya berjarak sekitar tiga langkah.
“kamu tahu kesalahan kamu apa?”
“siap, tahu” jawab Sarah singkat, padat, jelas tanpa definisi. Dia masih menunduk, karena tahu orang yang di depannya adalah lawan jenis. Mengingat jawabannya tadi, dia ingin tertawa mengingat masa mos atau masanya dulu ketika mengikuti pramuka.
“terlambat itu tidak bisa di toleransi, gimana mau maju kalau pergi menuntut ilmu saja masih ogah-ogahan”
“siap. Maaf kak, tadi nggak sengaja bangun kesiangan. Tapi udah berusaha kok buat datang nggak telat, Cuma macet banget jalannya” Sarah mencoba memberi alasan.namun ditolak.
“pakai bahasa Indonesia yang baik dan benar! Siapa lagi yang mau memakai bahasa Indonesia kalau bukan kita sendiri? Kamu ingin menunggu turis jadi WNI dulu?”
“siap laksanakan, kakak. Adikmu ini memohon ampun. Ketika adik terbangun dari tempat tidur adik terkejut karena matahari sudah menampakan sinar dengan teriknya, dengan kekuatan super baja ditambah jurus lari kuda liar adik melangkah lebar menerjang angin meghalau matahari untuk menuju tempat menimba ilmu ini, namun tanpa diduga kemacetan menghalangi perjalanan adikmu ini”
Beberapa orang cekikilan, ada pula yang tercengang.
“apa? Lanjut lagi! Pergi kegunung, lari kehutan, masuk jurang?! Seharusnya kamu bisa mengatur waktu mu itu, kamu bukan anak SMP”
“push up! Tiga puluh seri” ucapnya mantap membuat Sarah mau tak mau mendongkakan kepalanya, tak disangka mata coklat itu yang pertama kali ia lihat, dia tahu siapa pemilik mata coklat itu, seseorang yang tempo hari ingin ia ajak ta’aruf, yang membumbui dongeng ala Sarah akhir-akhir ini, tak menyangka jika dulu lelaki ini sangat ramah padanya kini, persis seperti singa kekuarangan asupan gizi. Tidak ada baik-baiknya sama sekali, bahkan seketika dongeng dalam khayalan Sarah sirna karena sikapnya yang dingin ini.
Perlahan namun pasti, kedua lutut sarah yang berbalut rok panjang berwarna hitam mulai menyentuh aspal lapangan kampus. Setelah posisi push up ala perempuannya sudah mantap, ia mulai menggenjot tubuhnya naik turun.
“siapa suruh push up duluan? Hitungan saya” titahnya mengatur.
“satu!”
Satu kali, masih terasa ringan, lagi pula tidak sampai tiga ratus kali bukan? Gumamnya dalam hati
“satu”
WHAT!!! Sarah memandang mata tajam penuh penekanan milik senior itu. Sementara mata Sarah sendiri menyipit karena terkena cahaya matahari saat melihat ke arah atas.
“maafkan adik bila lancang, tetapi apakah kakakku yang tampan nan rupawan ini tidak bisa berhitung?” ucapan sarah lagi-lagi membuat yang menonton cekikikan, Sarah sebenarnya bukan tipe orang yang handal dalam berkomedi, namun entah mengapa kata-kata recehnya kali ini mampu membuat orang menahan tawa sampai perutnya sakit, ia melihatnya sendiri saat melirik beberapa peserta lain merapatkan bibirnya sambil memegang perutnya dengan tangan seperti orang sembelit.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAKINAH DENGAN MU
Espiritualjika tak ku temukan cinta, biar cinta yang menemukan ku.