move

2K 84 1
                                    

Hari ini Gibran masih diam, tidak mau memulai pembicaraan dengan Sarah. Padahal Sarah sudah berkali-kali mencari topik agar bisa mengobrol dengannya. Mengingat ini sudah satu bulan Sarah menyandang status sebagai istri seorang Gibran Reksa Dewangga, ini juga hari terakhir mereka berada di kediaman Dewangga karena Gibran memilih kembali ke apartemennya.

"Kak Sarah, ntar Hana kangen kalo ditinggal gini" ucap gadis berambut hitam sebahu itu sambil merengut.

"Jangan rindu, berat. Biar aku saja" kata Sarah menimpali yang akhirnya terkekeh sendiri karena ucapannya yang tak biasa itu

"Kak Sarah ada-ada aja" kikik Hana sambil merangkul Sarah

"Han, kalo keluar malem tuh anginnya ekstrim, ntar kalo sakit mami repot. Dari pada gitu mending main ke apartemen mas Gibran. Ketemu kakak, gapapa kok sekalian nginep juga. Iya kan mas?" ucap Sarah pada Gibran yang baru selesai memasukan koper ke bagasi, tak menjawab. Gibran hanya menghela napas sebelum masuk ke dalam mobil

"Pokoknya Hana bisa kapan aja main kesana. Kak Sarah temenin.oke" ucap Sarah sebelum melangkah juga kedalam mobil. Tak lupa mengucap salam dan berpamitan pada kedua orangtua barunya itu.

Selama sebulan ini, memang Sarah sudah bisa dekat dengan Hana, yang sekarang adalah adik iparnya. Hana seperti gadis kebanyakan, anak SMA yang sebentar lagi lulus. Dia benar-benar sedang mencari jati diri. Sarah tidak pernah menyalahkan didikan mami Ana. Hanya saja sepertinya Hana berada di jalan yang salah untuk proses pendewasaan. Hana sudah tak asing dengan dunia malam. teman-temannya yang selama seminggu ini Sarah perhatikan pun begitu. Mereka tipikal anak kota yang hangout dalam satu malam saja bisa menghabiskan setidaknya satu juta. Hana juga sering bercerita padanya tentang teman-teman kencan nya selama ini. Tentu saja sama populernya dengan dia. untunglah setelah beberapa hari dekat dengan Sarah, ia mengurangi intensitas jam keluarnya di malam hari.

Khawatir dengan kepergiannya, Sarah berpesan padanya meski secara tidak langsung untuk tidak keluar malam lagi, memang tidak mudah. Namun Hana sebenarnya tipikal penurut sehingga Sarah bisa sedikit lega ketika dia tidak berada disini lagi. Sarah bukannya ingin mengatur, namun sekarang dia merasa bertanggung jawab sebagai seorang kakak untuk melindungi adiknya.

+++

"mas  tau hana suka keluar malem?" tanya Sarah saat dalam perjalanan

"Nggak" jawabnya singkat

"Sepertinya mulai sekarang mas harus lebih Perhatian sama Hana. Dia masih harus dibimbing--"

"Ada Fikri yang lebih segalanya dibanding gue" potongnya membuat Sarah diam. Setelah sekian lama Gibran masih saja seketus itu. Dan parahnya Sarah tidak tahu akar permasalahan yang membuat teman yang sekarang menjadi suaminya ini bersikap aneh.

Tak lama mereka sudah sampai di apartemen tempat Gibran selama ini tinggal, letaknya cukup strategis dengan lokasi yang berada disekitar kampus dan suasana minimalis modern dipadu dengan nuansa alam yang asri membuat apartemen ini lebih sejuk ditengah panasnya kota.

Gibran kali ini membawakan koper milik Sarah tanpa berkata-kata.
Mereka menuju apartemen dengan keheningan yang kentara. Tak ada yang memulai pembicaraan diantara mereka, Sarah tersenyum miris, dulu dia dan Gibran tidak seperti ini.

+++

Selama satu bulan Fikri tidak pulang untuk menemui keluarganya, ia memilih mendekam di apartemen dengan hapalan biokimia yang sejujurnya bisa membuatnya muntah di menit pertama. katakan lah Fikri galau, namun bedanya dia tidak melakukan hal-hal negatif di luar kebiasaannya. Dia mencari kesibukan ditengah-tengah rasa bersalah yang tak bisa dijabarkan, baik pada Sarah maupun Gibran.

mereka akan baik-baik saja. Setidaknya satu bulan ini ia selalu menggumamkannya, ia yakin karena Sarah dan Gibran adalah teman, maka mereka tidak akan secanggung itu sekarang.

Fikri mengambil handphonenya yang berdering. Melihat nama Azi disana membuatnya menghela napas, dia yakin sudah menolak panggilan Azi yang ke tujuh puluh dua, namun anak itu masih saja kekeuh meneleponnya.

Kali ini mau tak mau ia mengangkatnya dan teriakan seorang Azi  yang pertama kali ia dengar

"Fikri!!!anjir lo! Kemana aja? Lo gak mati kan?"

"Waalaikumussalam" jawab Fikri lemah

"Sorry, fik, lo gak apa-apa kan? Maksud gue lo kenapa ngelakuin ini?"

"Gue lagi gak mau bahas itu anyway"

"Oke Fik, tapi gue tetap mau minta penjelasan. besok lo ngampus kan?"

"Iyalah gila, gue gak pernah yang namanya mabal"

"Okesipp gak usah frustasi lah bro. Gue tunggu di sekre"

"Siapa juga yang frustasi"

Fikri mematikan handphonenya tanpa mengucap salam pada lawan bicaranya. Dia melempar benda persegi panjang itu ke sofa kemudian beranjak ke kamar mandi untuk mendinginkan pikirannya entah untuk ke berapa kalinya.

+++

SAKINAH DENGAN MUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang