Fikri yang memang sedang berada di kediaman dokter Fauzi pagi ini dibuat penasaran ketika mengetahui Om Fauzi yang sedang menjadi tutor nya ditelepon sepagi ini oleh Gibran, tidak biasanya.
"om ada urusan fik, segitu dulu ya pelajaran pagi ini, paper yang sudah saya tugaskan kumpulkan besok saja. Kamu ga ngampus?"
"jadwal siang om, mau kemana?"
"gibran menelpon, sarah sakit katanya"
"sarah sakit?" bisik nya. Kemudian tersenyum miris, dia tidak berhak mengkhawtirkan Sarah, dan Gibran-sepertinya mereka memang ditakdirkan untuk bersama. Fikri bahkan bisa merasakan kekhawatiran Gibran saat dia begitu tergesa menyuruh om Fauzi datang ke apartemennya, syukurlah Fikri tidak harus ikut campur lagi.
"maaf" lirih nya dalam hati ketika lagi-lagi dirinya diingat kan dengan kedua nama itu.
Kemudian ia membereskan buku-buku bergambar organ-organ tubuh manusia itu dan memasukan kembali kedalam ranselnya, ia berpamitan pada om Fauzi yang juga akan berangkat ke apartemen Gibran, kalau sudah begini dia hanya akan menemui Azi, teman seperjombloannya dan mendengarlan ocehan tidak jelasnya, setidaknya itu lebih baik daripada mendekam dalam sepinya apartemen-atau mungkin hatinya.
+++
"kak Fikri" fikri menoleh saat seorang gadis berkacamata tergopoh-gopoh menghampirinya
"ini buat kakak" katanya menyodorkan sebuah coklat yang dihiasi pita, Fikri memperhatikan gadis itu. Dengan celana jeans belel kaos dan kardigan panjang untuk menyelaraskan dengan kerudung kecilnya perempuan itu tersenyum percaya diri, ia Pikir jenis gadis seperti ini tidak akan punya keberanian untuk melakukan itu. Namun dia salah, gadis yang tingginya hanya sedada Fikri itu bahkan berani berkata lebih,
"katanya coklat bisa bikin mood bagus kak, kenalin aku Dini, mahasiswa fk tingkat satu"
"ah iya makasih dini" ucap Fikri dengan senyumnya
"never mind. Kak jangan sedih terus lah, gantengnya ntar ilang hehe" apa Fikri semenyedihkan itu? Dari mana gadis itu tau?
"yaudah aku pergi dulu ya. Ciao kak Fikri" lalu gadis dengan tas ransel segede gaban itu berlari entah kemana.
"yuhhuu cowok gagal kawin ini masih punya pesona juga ya, sekarang coklat duapuluh lima rebu udah ditangan jodohnya apa kabar" siapalagi kalau bukan Azi, mulut nya kadang minta dijontorin itu kini merangkul Fikri yang langsung ditepisnya.
"weitss lagi pms ya bro"
Fikri tidak mendengar ocehan Azi dan lebih memilih untuk ke sekre. Sebelum nya dia memberikan coklat itu ke Azi karena sebernarnya dia tidak menyukai coklat.
+++
"ahh kok malah dikasih ke temenya sih" gerutu gadis bernama Dini pada temannya yang asyik memainkan handphone
"mungkin kak fik ga suka coklat"
"tetep aja..." dini mendengus
"ishh mana mau fikri sama cewek model kaya lo din, berantakan" sevia, temannya itu membuat Dini makin kesal
"heiih gue kan lagi belajar menata hidup gue biar kaya ukhti ukhti remaja mesjid. Sabar makannya"
"berubah tuh karena Alloh din, bukan karena kak Fikri"
"kak Fikri itu sebagai motivasi gue Vi. Udah ah lo gak akan ngerti"
"siapa juga yang mau ngertiin lo din" Sevia melangkah pergi diikuti Dini dari belakangnya menuju kelas yang sangat membosankan bagi Dini. Jika saja orangtua nya tidak menuntutnya untuk masuk fakultas kedokteran dia akan berada di kelas dimana dia bisa mengekspresikan diri dengan canvas dan cat air.
+++
"udah baikan?" Gibran bertanya lembut saat Sarah membuka matanya.
Sarah mengangguk lemah. Kata om Fauzi, mag Sarah kambuh, ditambah demam tinggi, membuat Gibran tak tega untuk meninggalkan nya sendiri.
"kamu belum makan apa-apa dari kemarin?"
"makan, nasi goreng dua piring" jawab Sarah disertai senyuman, dalam keadaan seperti ini saja dia masih bisa tersenyum. Semakin menumpuk rasa bersalah Gibran.
Ia menghela napas, lalu memberikan semangkok bubur ayam pada Sarah. Ia tahu Sarah masih sangat lemah, namun untuk menyuapinya Gibran rasa itu terlalu berlebihan.
Sarah menurut, ia memakan sendok demi sendok bubur ayam pemberian Gibran.
"gak nolak?" entah kenapa Gibran malah penasaran perihal itu, biasanya jika sedang sakit diapun akan selalu menolak untuk disuruh makan
"kenapa harus" tanya Sarah heran masih memakan bubur itu dengan lahap
"kalo ga suka jangan dipaksa"
"mas gibran udah capek-capek beliin Sarah bubur dari bawah, sarah harus habisin" wanita ini. Pandai sekali membuat orang lain merasa bersalah.
"terserah" ucap Gibran datar. Lalu menyiapkan segelas air untuk Sarah.
"mas ga ke kampus?" tanya Sarah
Gibran menggeleng. Tentu saja mana bisa dia pergi ke kampus saat istrinya-maksudnya Sarah sedang sakit.
"ekhem. Lagian nyusahin aja. Udah tau sakit malah tidur dilantai. Cuma gegara surat gitu aja langsung sakit. Payah" ucap Gibran berniat untuk mencarikan suasana namun malah menjadi kaku berbeda jauh dengan dulu ketika status mereka masih sebagai teman.
"maaf" lirih Sarah membuat Gibran menatap Sarah, dia yang seharusnya minta maaf.
+++
Semoga Fikri gak kepincut cewek baru ya Alloh
hihi
Udah ah updatenya ku capek ngurusin mereka bertiga:"
KAMU SEDANG MEMBACA
SAKINAH DENGAN MU
Spiritualjika tak ku temukan cinta, biar cinta yang menemukan ku.