Fikri terbelalak sebelum akhirnya membalikan badan teratur. Mereka itu!
Ia mengendap-endap seperti maling dirumahnya sendiri menuju tangga diamana kamarnya berada. Tidak ingin mengganggu adiknya yang sembarangan melakukan hal yang membuat mata Fikri tercemar. Bukan cemburu, hanya saja terlalu tiba-tiba. Untung saja dirinya belum sempat menginstrupsi dua sejoli yang sedang duduk berdampingan di gazebo itu, kalau tidak entah dirinya atau kedua pasangan itu yang akan malu.
Senyuman tipis tercetak dibibir nya seraya membuka pintu kamar, Gibran dan Sarah, keduanya sepertinya sudah semakin dekat, sudah bisa menjadi suami istri yang sebenarnya. Awalnya Fikri khawatir jika mereka tidak bisa mengatasi kekakuan, kecanggungan atau kesalahpahaman yang terjadi yang sebenarnya disebabkan olehnya. Fikri malah miris dengan dirinya yang setidak dewasa ini. Syukurlah, Gibran maupun Sarah, seperti pemantauannya selama ini bisa saling mengerti dan tidak menyalahkannya, mungkin belum, karena setelah pernikahan itu, mereka belum bertatap muka lagi, yah Fikri hanya akan menyiapakan bagaimana besok ia menghadapi segala sesuatunya.
+++
Dimeja makan keluarga Dewangga kali ini lebih ramai dari biasanya. Sudah ada Oma, Papi dan Gibran yang duduk menunggu sarapan yang sedang disediakan oleh Mami dibantu Sarah dan Hana yang masih bergelung dikarpet beludru depan televisi sembari menonton kartun kesayangannya.
Setelah kejadian itu, Sarah belum berani menatap langsung suaminya, alhasil dengan masih menundukan kepalanya ia memberi piring nasi goreng spesial kearah Gibran, yang membuat Gibran senyum-senyum sendiri.
"Fikri" instrupsi Oma membuat keduanya mengalihkan fokus menuju tangga dimana Fikri berjalan menuju ruang makan dengan senyum ramahnya
"omaa apa kabar?" tanyanya lembut sambil duduk disamping Oma
"oma baik. Kamu kemana aja jarang pulang gini?" Oma merengut manja pada cucu sulungnya itu
"Fikri lagi sibuk persiapan koas oma"
Jawab Fikri sambil mengedarkan pandangnya, ada Papi yang masih sibuk dengan koran paginya namun tetap mendengar percakapan antara dia dan oma, Gibran yang seketika mengubah ekspresi mesem-mesemnya jadi datar karena prilaku Sarah tadi, Fikri melihatnya ketika turun ditangga. Dan Sarah yang dari raut wajahnya menegaskan bahwa dia tidak nyaman, Firki mengerang dalam hati. Bisa-bisanya membuat situasi buruk lagi. Namun bagaimanapun juga ia tidak ingin membuat hal ini berlarut-larut."Gibran, Sarah, gimana kabarnya?" tanya Fikri basa-basi
"baik" jawab Gibran singkat
"alhamdulillah mas, baik" dan seketika Gibran menoleh kesamping dimana istrinya berada. Fikri mengangkat sudut bibirnya, seriously Gibran cemburu hanya karena Sarah menjawabnya. Atau ada hal lain? Pikir nya.
Fikri mengangguk, lalu mulai memakan sarapan yang sudah disiapkan sedari tadi oleh mami.
"nasi gorengnya beda sih mi"
Tanya Fikri antusias saat maminya memilih duduk disampingnya"iya enakkan? Buatan Sarah itu" jawab mami sambil memakan sarapannya juga
"pantesan. Sarah pinter masak nih" papi juga ikut nimbrung diobrolan mereka
"ya harus lah, kalo gak bisa masak terus apa untungnya dinikahin, udah gak bisa punya anak, gak bisa masak pula siapa yang mau punya mantu kaya gitu" dan seketika hening. Oma emang selalu bisa menghentikan percakapan hangat dengan ucapannya yang super nyelekit itu
"Gibran nyari istri, yang emang gibran cinta sepenuh hati gibran oma, yang bisa membuat Gibran jadi lebih baik, dan gibran bisa menjaga dan menuntun istri gibran dijalan Allah. Buat sama-sama ibadah, kalo nyari yang bisa masak mah bibi pembantu rumah juga bisa masak kan? Kalo soal anak, Gibran yakin kalo Allah percaya sama kita berdua buat dititipin keturunan maka Allah akan memberinya. Kita cuma bisa berusaha dan berdoa. Jadi oma, gak perlu khawatir soal itu" oma kicep saat Gibran ngomong panjang lebar seperti itu. Menegaskan bahwa Sarah tidak bisa diperlakukan seperti itu oleh Oma.
+++
"lo keren banget Gib. Gak nyangka gue" Fikri duduk disamping Gibran yang sedang menyiapkan playstation 4 nya untuk bermain game
"gue yakin lo bener-bener cinta sama istri lo. Jadi gue bisa tenang"
"mulai sekarang gak usah ngerasa khawatir sama istri gue. Bukan urusan lo" ucap Gibran datar
"apa gue perlu ngelurusin kejadian dulu, biar salah paham ini selesai?" Gibran mengalihkan pandangnya. Menatap tepat dimata Fikri
"gue minta maaf Gib, gue salah. Ufah ngerusak kebahagiaan Sarah. Udah buat lo jadi makin benci sama gue. Tapi lo harus tau. Gue ngelakuin ini buat lo, gue yakin lo gak terima kalo sarah jadi sama gue, dan gue yakin ini emang takdir dan jujur gue bisa nerima meski gue gak baik-baik aja selama ini"
Gibran mengalihkan pandangnya pada stick ps wireless lalu melemparnya pelan yang langsung ditangkap oleh Fikri
"sekarang gue yang akan menang" ucap Gibran. Fikri mengerti, lalu ia tersenyum samar. Menyembunyikan betapa ia senang dan lega sekaligus karena Gibran memaafkannya. Ia tau meski bukan dengan ucapan namun Gibran yang mengajaknya main game itu menandakan bahwa tidak ada lagi kesalahpahaman diantara mereka.
"sekarang gue gak akan pura-pura ngalah" ucap Fikri sambil terkekeh
"cih. Kalah mah kalah aja" sudut bibirnya berkedut menahan senyum, gengsi coy.
"sokin lah mulai"
Lalu mereka larut dalam game yang menentukan siapa yang menang dan kalah itu. Sesenang itu.
+++
"sekarang lo menang karena usaha sendiri" ejek Fikri membuat Gibran mendengus pura-pura kesal
"terima aja kalo kalah. Oh iya, soal minta maaf lo, gue yang bakal bilang ke Sarah. Lo gak usah nemuin dia awas aja!" Fikri terkekeh, benar kan kalo anak ini cemburuan. Gibran melangkah pergi, ia ingin melihat Sarah yang tadi memaksa untuk menyetrika baju mami papi dan Oma membuat bibi pembantu rumah jadi gabut.
Ia tersenyum saat menemukan Sarah sudah menyelesaikan pekerjaannya.
"say--Sarah"
"mas gibran, ada apa?"
"pacaran yuk"
"ha?"
+++
Masih bertahan dengan cerita absurd ini??? Terimaksih sudah membaca:)
![](https://img.wattpad.com/cover/122686744-288-k341022.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SAKINAH DENGAN MU
Spiritüeljika tak ku temukan cinta, biar cinta yang menemukan ku.