Cerita Rere yang membuat nya tidak bisa mengikuti mata kuliah pertama disemester ini membuat Sarah terkikik sekaligus kasihan pada sahabat nya itu.
Bagaimana dia sangat berapi-api ketika menceritakan polisi 'kurang ajar'itu membuat Sarah sedikit melupakan kejadian tadi pagi dimana Gibran meninggalkannya di apartemen sendiri, cukup menjelaskan bahwa Gibran tak ingin berangkat kuliah bersamanya.Sarah tersenyum simpul saat Rere bersumpah serapah dan tak ingin bertemu lagi dengan polisi muda itu
"kalo ketemu lagi berarti jodoh re" celetuk Okta membuat Rere mendelik
"amit-amit! Biar kata mirip Ji Chang Wook pun gue gak sudi ketemu lagi sama dia!"
"dihh gak percaya gue dia mirip Ji Chang Wook. Kalo iya lo pasti ga bakal dateng ke kampus terus ngajak tuh polisi ke KUA Re" dengan sekali serangan Rere berhasil menjitak kepala Okta
"sudah-sudahh jangan berteman" ucap Zeihan melerai keduanya
"abisan tuh mulut minta di geprek"
"btw Gibran kemana?" tanya Rere, membuat Sarah berdehem. Dia sendiri tidak tahu kemana perginya suaminya itu setelah matkul pertama berakhir
"gak tau tuh anak langsung nyerobot aja kek mau boker pas Prof Syahrul keluar kelas" celetuk Alim
"eh iya gue ampir lupa. Gimana nih nganten baru? Masih canggung gini sih duh si Gibran pasti malu tuh takut ditanya macem-macem" lanjut Alim
"elu yang nanya macem-macem gue mah kagak" timpal Zeihan sedang Sarah hanya tersenyum canggung
"yaelah kita tuh kudu berguru sama yang udah berpengalaman Zei, biar ga kaku pas malem pertama"
"diem lu pada" pekik Rere ketika melihat perubahan ekspresi diwajah Sarah
"makan yuk Sar" ajaknya kemudian diangguki Sarah. Sarah lupa kalau dia belum memakan apapun tadi pagi, padahal dia sudah memasak nasi goreng untuknya dan Gibran, namun karena Gibran pergi begitu saja. Ia tak sempat memakan sarapannya dan pergi ke kampus terburu-buru dengan menaiki angkot. Memang jaraknya tidak terlalu jauh namun tetap saja bisa lebih cepat dengan kendaraan pribadi. Tentu saja bukan maksud Sarah ingin bermanja berangkat dengan kendaraan pribadi bersama Gibran, hanya saja dia bisa mengirit kalau seperti itu.
Sesampainya dikantin Sarah dan Rere mencari makan yang biasa mereka makan di kantin fakultas, namun gerakannya terhenti saat melihat Gibran terlihat akrab dengan kakak tingkat super cantik sefakultas ekonomi. Salah satu kakak tingkat yang ketika ospek dulu sempat mengejar Gibran namun tidak ditanggapi Gibran.
Gibran berjalan beriringan dengan Stella menuju kantin, mereka bahkan duduk berhadapan dan memesan makanan sambil tertawa ria, membuat siapapun yang melihatnya akan menyangka bahwa mereka memiliki hubungan istimewa. Dan mungkin Gibran tidak mengetahui keberadaan Sarah disana.
"anjir si Gibran" pekik Rere saat mereka melihat Gibran membuka botol air mineral kemasan dan memberikannya pada Stella.
"udah Re" Sarah menarik lengan Rere saat dia hendak melangkah kearah Gibran
"ishh gak bisa dibiarin"
"Rere" suara Sarah sedikit meninggi.
"mungkin mereka ada perlu. Gibran kan di calonin jadi ketua Hima" lanjut Sarah membuat Rere mendengus sebal. Sahabatnya ini memang naif. Bagaimana bisa ia menyebutnya sebagai sebuah keperluan antara adik tingkat dan kakak tingkat ketika ia melihat dengan mata kepalanya sendiri suaminya itu bertingkah mesra pada wanita lain.
+++
Rere dan Sarah tidak jadi makan di kantin, biarkan saja perut mereka keroncongan dari pada melihat Gibran selingkuh. Itu kata Rere berbeda jauh dengan Sarah yang kekeuh mengatakan bahwa tidak terjadi apapun antara Gibran dan Stella. Yeah whatever. Gumam Rere dalam hati.
Tidak banyak yang tahu tentang pernikahan mereka mengingat mereka hanya mengundang teman satu kelas saja. Jika pun ada mereka adalah penggemar Gibran yang super kepo. Jadi tidak ada yang aneh jika Gibran memperlakukan Stella sepeti itu.
Apa iya dia Senaif itu? Ketika melihat Gibran dengan Stella, Sarah memang merasakan hal aneh yang sebelumnya belum pernah ia rasakan. Sakit. Jenis sakit yang tidak bisa dijabarkan kondisinya, seperti sesuatu telah menghimpit dadanya yang menyebabkan sesak.
Tapi bagaimanapun juga Gibran tidak salah. Dia bebas melakukan apapaun jika saja dia tidak harus menikahinya.
Kalau ada yang harus Sarah salahkan orang itu adalah Fikri. Dia yang membuat situasi seperti ini. Jika saja Fikri tidak melamarnya, jika saja Fikri tidak datang kerumahnya maka semua ini tidak akan terjadi.
Dia tidak akan merasa sesakit ini, di permainkan seseorang yang sempat ia cintai, di acuhkan oleh suami sendiri, merasa tidak di cintai karena dia tahu Gibran tidak mungkin mencintainya, bagaimanapun dia anak kota yang mungkin tidak memandang Sarah lebih dari sekedar teman kelasnya. Gibran masih waras untuk memilih pasangan hidup yang selevel dengannya. Sarah tahu itu. Apakah ia senaif itu?+++

KAMU SEDANG MEMBACA
SAKINAH DENGAN MU
Spiritualejika tak ku temukan cinta, biar cinta yang menemukan ku.