Sarah memastikan bahwa telinganya sedang baik-baik saja, tapi kenapa yang dia dengar dari mulut seorang Fikri, malah hal yang tidak pernah Sarah duga. Hal asing yang tentu saja membuat kepalanya pening, tidak berlebihan bukan? karena ini menyangkut hidup dan matinya.
Bukan hanya Sarah bahkan Gibran pun tampak sama terkejutnya kala mendengar ucapan kakaknya sendiri.
Gibran seperti ingin Menyanggah namun ucapannya melebur begitu saja saat dia menyadari suasana bergejolak hanya terjadi pada segelintir orang diruangan ini.
Bahkan orangtua mereka pun masih duduk khidmat seperti sesuatu yang sudah Fikri utarakan adalah hal yang wajar. Mereka tidak menampik sama sekali.Sarah sempat mengabaikan fakta bahwa Gibran adalah adik dari Fikri
Gibran melirik Sarah yang masih kebingungan saat ini."Oh jadi nak Gibran itu yang ini toh" ucap Uwa Sarah yang kebetulan duduk disebelah Gibran, ia menepuk-nepuk halus punggung Gibran
"Sebetulnya Gibran juga masih kuliah, sama Seperti Nak Sarah, tetapi menurut saya lebih baik disegerakan. Saya yakin Gibran bisa menjadi imam yang baik jika makmum nya adalah Sarah" ucap pak Aris
"Pak Aris bisa saja" sahut kak Rahman, kakak kedua Sarah. Diikuti kekehan keluarga Sarah
"Lalu nak sarah bagaimana? Kamu menerima Gibran kan?" kali ini suara Ana, mama Fikri sekaligus Gibran yang menginterupsi.
"Sarah..."
Sarah mendapat kesadaran nya kembali saat sebuah sikutan kecil mendarat di pinggang nya.
"Y--iya?" tanya Sarah tergagap
"Bagaimana Gibran?" tanya Kak Parida
"Bb-baik" ucap Sarah masih tergagap
"sepertinya sarah sedang gugup" ucap Ana.
"Wah jangan gerogi dong dek" goda kakak-kakak Sarah yang malah di abaikan nya, dia terlalu terguncang sebenarnya.
Sarah melihat Fikri yang terlihat biasa saja, tanpa ekspresi. Seperti bukan dia yang sudah melakukan kekacauan ini. Hebat sekali hanya Sarah yang merasakannya.matanya memanas air matanya susah sekali untuk dibendung dia benar-benar kecewa.
Namun hanya sesak yang bisa dia rasakan. semua kekesalan hanya terpendam di dadanya. dia tak mampu mengungkap kekecewaan dab kekeliruan ini saat melihat kedua orangtuanya sangat bahagia hari ini. Sarah tidak pernah melihat orangtuanya se bahagia ini sebelumnya, terlebih bahagia karena dirinya. dia benar-benar tidak bisa menghentikannya kali ini, kebahagiaan itu, senyuman paling indah yang pernah ia lihat dari Apa dan ibunya.
Sehingga dengan rasa sesak yang luar biasa dia tetap menginterupsi semua orang yang ada di ruangan ini pun mendengarkannya
"Saya menerima pinangan Gibran, gibran sangat baik, dia teman sarah, dia--diaa" Sarah menjeda ucapannya. Dia terisak, membuat semua orang yang ada disana menatapnya heran sekaligus haru. Biar saja biar mereka salah paham dengan air mata sarah, biarkan mereka berasumsi bahwa ini adalah sebuah air mata kebahagiaan.
"Sarah ingin gibran bukan hanya sekedar imam untuk sholat bagi sarah, sarah ingin dia menjadi qowwam;pelindung, pengayom, dan bisa membawa Sarah ke syurganya Allah" lanjut Sarah lalu menatap Fikri dengan tatapan kosong, sedang Fikri berusaha menyembunyikan ekspresinya.
karena manusia hanya bisa berencana dan hanya Allah yang akan menentukan akhirnya seperti apa
"Alhamdulillah, berarti Sarah sudah benar-benar menerima Gibran ya" Ucap pak Aris.
"alhamdulillah" ucap orang-orang yang ada diruangan itu, hanya Fikri, Gibran, Rere dan juga Sarah yang terdiam, berkecamuk dengan pikiran mereka masing-masing.
💔❤💔
"Gue bener-bener gak ngerti jalan pikiran kalian! Fikri yang labil, Gibran yang gak nyangkal dan lo Sarah, yang malah dengan entengnya nerima semua ini" Rere yang sudah dari tadi sudah menahan gejolak dihatinya tak mampu lagi untuk menahan dan Segera mengutarakannya pada Sarah saat mereka sudah dikamar Sarah karena keluarga pria sudah pulang
"Bahkan kalian langsung nentuin tanggal pernikahan. What the heck is goin' on here?!!" lanjut Rere saat melihat Sarah yang masih saja enggan menjawab pertanyaannya.
"Takdir Re" ucap Sarah datar. Dia masih duduk bersandar ke dipan. memang semuanya berjalan lancar tanpa ada satupun yang curiga dengan kejanggalan yang ada, bahkan Sarah sendiri tidak ambil pusing meminta penjelasan kepada Fikri saat itu.
"Gimana bisa takdir?! kok perasaan gue yang kesel disini? Sedang lo?! Sante aja kek di pantai inget woi ini mau nikah!" Rere masih tidak puas dengan jawaban Sarah
"Re, denger segala sesuatu itu sudah di tulis Alloh, namanya takdir, memang kita bisa mengubah takdir tapi Re ada yang tidak bisa kita ubah" ucap Sarah pelan
"Tapi Sar.. Lo gak bisa nerima gitu aja. minta penjelasan kek apa kek" ucap rere masih dengan nada yang sama
"Aku harus apa Re? Saat aku liat Apa, ibu, kakak-kakakku bahagia dengan keputusan ini, apalagi yang harus aku lakukan? Sudah jelas kan'?"
Rere menghembuskan napasnya, masih kesal. Dia tak habis pikir wanita berjilbab yang sudah ia anggap seperti saudaranya sendiri itu keras kepala sekali. Atau mungkin dia
lah yang sangat tidak terima akan suatu hal? Entahlah.Kemudian Rere menghela napas
"Sinih" ia melebarkan tangannya yang langsung disambut Sarah, Rere tahu perempuan ini lagi drama sok kuat padahal hatinya tengah hancur, bagaimana tidak? Rere sangat tahu sebagai sesama gender, wanita mana yang mau dipermainkan apalagi menyangkut sebuah ikatan suci bernama pernikahan.
Kali ini Rere membiarkan Sarah menangis menumpahkan semua keresahan hatinya lewat air mata yang sudah ia tahan semenjak kedatangan keluarga pria yang kelakuannya tidak pernah terduga sama sekali.
+++
Makasih udah baca cerita iniP.s kalo ada typo mohon dikoreksi;)
KAMU SEDANG MEMBACA
SAKINAH DENGAN MU
Spiritualjika tak ku temukan cinta, biar cinta yang menemukan ku.