Gibran terlihat sangat hangat kepada keluargaku dia sempat bercanda ria dengan kakak-kakak sebelum akhirnya berpamitan untuk membawaku kerumah pengantin pria. Awalnya Gibran ingin kami langsung menempati apartemen yang memang sudah menjadi tempat tinggalnya namun Mami Ana menuntut kami untuk pergi kerumahnya dan tinggal setidaknya beberapa hari disana dan tentu saja kami tidak menolak.
"Ya kita gak bisa menahan terlalu lama, biasa pengantin baru. Capek ya" ucap Kak Rahman membuat kami tersenyum kikuk.
Aku dan Gibran berpamitan seperti biasa suasana haru selalu terasa dalam momen seperti ini. Setelah itu Gibran memasukan dua koperku ke bagasi lalu membukakan pintu mobil samping kemudi dan membawaku untuk duduk. Perlakuan manis ini, aku belum pernah merasakan perasaan seperti ini, ungkapan kupu-kupu serasa berterbangan diperutpun serasa benar terjadi. Gibran dengan segala tindakan manisnya ini membuatku merasa menjadi perempuan paling bahagia.
Gibran melajukan mobilnya menuju daerah Setiabudhi dengan santai, masih tidak ada percakapan diantara kami, aku jadi rindu bagaimana dulu Gibran ketika berceloteh dengan gurauannya sekarang sepertinya dia sangat membatasi diri. Sampai aku menatap Gibran yang mengubah ekspresi dengan cepat entah apa yang terjadi sehingga Ekspresinya begitu berbeda. Seketika rasa dingin menyeruak untuk pertama kalinya aku melihat Gibran dengan rahang yang mengeras dan tatapan dingin hanya fokus berkemudi. Aku jadi tidak enak untuk memulai pembicaraan. Sehingga aku hanya diam sampai tibalah kami dirumah keluarga Aris, yang sekarang sudah menjadi mertuaku.
Rumahnya besar dengan cat putih tulang serta pekarangan yang indah ditanami beberapa pohon hias.
Setelah mesin mobil berhenti Gibran membuka pintunya untuk kemudian masuk kerumah tanpa mengatakan apapun padaku. Yang benar saja? Dia meninggalkanku?
Aku masih diam. Masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi, kenapa Gibran tiba-tiba bersikap dingin berbanding terbalik saat sebelum berangkat? Tidak ada senyuman manis, tidak ada adegan romantis meski hanya membuka pintu mobil.
Klik
Bagasi mobil terbuka otomatis aku melihat Gibran yang kembali keluar dari rumah. Dia berdiri tepat didepan pintu dengan tangan yang dilipat didada. Tatapannya masih dingin
"Bawa koper lo masuk gue bukan pembokat" ucapnya ketus bahkan sangat ketus sampai aku merasa tertohok dengan ucapannya itu, lo? Gue? Apa aku tidak salah dengar?
Gibran kenapa?
"Denger gak sih? Gue gak ngulang untuk yang kedua kali" ucapnya lalu pergi meninggalkanku yang masih terpaku dengan tindakan ajaib yang sangat membuatku sakit dihari pertama aku menginjakan kaki dirumah mertuaku sendiri.
Masih shock namun aku tetap mengangkat koper berat itu dan membawanya kerumah. Sepi, tidak ada siapa-siapa disini aku baru ingat kalau pak Aris dan keluarga akan mengunjungi Nenek di Dayeuh kolot dulu sebelum pulang.
Gibran menghilang, dia bahkan tidak menyambut ku di rumah nya ini. Aku seperti orang linglung hanya berdiri diruang tamu berharap Gibran muncul, namun setelah setengah jam berlalu dia tetap tidak ada. Sampai pintu terbuka menampakkan pak aris dan mami Ana beserta Hani. Mereka terkejut melihatku dengan dua koper
"Sarah,kenapa disitu? kemana Gibran?" tanya pak Aris membuatku tak tahu harus menjawab apa
Aku memutuskan untuk diam, sepertinya Mami Ana mengerti dan langsung memeluku.
"Mami senang punya mantu seperti sarah, kamu harus kuat tegar, karena yah namanya juga hidup kan ya? Kamu ngerti kan maksud mami?" ucapnya lembut membuatku mengangguk. Aku sangat mengerti dan ya aku sudah berjanji akan menghadapi apapun yang akan terjadi termasuk dengan perubahan mendadak Gibran ini.
+++
Aku memasuki kamar Gibran, ternyata dia tengah tidur pulas. Ah mungkin saja perubahan sikapnya tadi karena capek. aku akan memakluminya.
Kamar dengan nuansa abu-abu ini membuatnya terasa maskulin. Aku duduk disalah satu kursi kayu yang ada disana saat Gibran membuat pergerakan. Sepertinya dia bangun dari tidurnya.
"Udah bangun mas?" ucapku lengkap dengan senyuman aku ingin memulainya dengan awal yang baik semoga kami selalu diberi kebahagiaan, sampai akhirnya senyumanku lenyap ketika mendengar ucapan Gibran
"Jangan sentuh barang gue" ucapnya masih ketus.
"Lo bukan siapa siapa disini" lanjutnya tak kalah menyakitkan dari sebelumnya. Aku bukan siapa-siapa?
Tuhan apa aku sedang mimpi? Jika benar tolong bangunkan aku tidak pernah bermimpi seburuk ini sebelumnya.
+++
Terimakasih yang udah mengapresiasi cerita dan sudah sedia untuk menyempatkan diri buat ngevote.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAKINAH DENGAN MU
Spiritualjika tak ku temukan cinta, biar cinta yang menemukan ku.