--03--

1.4K 218 13
                                    

Kamu harus mandiri. Kamu harus bisa mengerjakan sesuatunya sendiri. Kamu tidak boleh merepotkan orang lain. Kamu tidak boleh bergantung pada orang lain. Kamu jangan mengandalkan orang lain. Dunia itu kejam, Ra. Kalau kamu bergantung pada orang lain, lalu ketika dia tidak ada, kamu tidak bisa melakukan apa pun, kan?



Setidaknya, begitulah nasihat ayah Rara yang sampai sekarang terus diingat gadis itu. Mungkin, itulah alasan kenapa sejak SMP, Rara sudah dewasa sebelum waktunya. Rara selalu jadi anak paling cepat tanggap, paling tidak peduli keadaan sekitar, pun dia yang paling cerdas di kelas. Otaknya selalu didoktrin untuk selalu jadi yang "paling" di antara teman-temannya.

Jadi, mungkin itu yang menyebabkan gadis itu hingga kini sulit bergaul dan punya banyak teman. Egoisnya terlalu tinggi untuk sekadar mengikuti saran orang lain, atau meminta bantuan dari orang lain. Dia selalu bisa mengerjakan sesuatu sendiri, pikirnya.

Sampai saat Kai datang. Dengan tanpa merasa bersalahnya, laki-laki itu memaksa Rara untuk mengantarkan jaket kakak tingkatnya tanpa setuju atau tidak ia untuk melakukannya. Lalu Kai pergi tanpa berpamitan atau setidaknya, menunggu Rara untuk menyetujuinya.

"Ck! Siapa sih lo?" Rara mendengus sebal sambil membawa jaket Lay pergi.

💔 💔 💔

Kai berlari meninggalkan kelas ketika tiba-tiba Lay meneleponnya. Kakinya mengarah ke taman kampus yang dipenuhi oleh banyak mahasiswa yang sedang duduk di atas rumput taman. "Kenapa Lay?"

"Hah demi apa lu?"

Mendengar penjelasan Lay di telepon, laki-laki itu mengusap wajahnya kasar. Dia membuang napasnya berat sambil memijit dahinya. "Sumpah Lay, tadi gua udah titip Rara. Habis lu juga sih gua janjiin jam setengah 7 belum sampai."

"Ya kan gua buru-buru, ada kelas juga jam 7. Terus lu udah ketemu sama Rara?"

"Ya udah ya udah, gua nanti ke fakultas lu dah. Iye iyeee. Bye."

Dengan malas, Kai terpaksa bergegas pergi ke parkiran, membawa motornya menuju Fakultas Ekonomi. Kalau bukan karena Lay temannya sejak SMA, mana mau Kai menerjang siang bolong menuju fakultas itu?

Setelah memarkirkan motornya dengan rapi, laki-laki itu membuka helm dan mengibas-ngibas rambutnya sedikit. Membuat beberapa mahasiswi yang lewat, langsung mengalihkan tatapannya dengan terpesona. Mereka menyunggingkan senyum yang juga dibalas tulus oleh Kai.

Laki-laki itu berjalan memasuki area taman, mengedarkan pandangannya berharap ia menemukan gadis yang ia temui tadi pagi. Emosinya sedikit meningkat, mengingat betapa ia sungguh berharap penuh padanya tadi. Kalau tau gitu, lebih baik Kai mengantarkan jaketnya kemarin malam saja, kan?

"Woy Ra!" suara berat-seraknya Kai membuat beberapa orang di sekitar situ menoleh ke arahnya. Tapi tidak dengan orang yang dia maksud.

Rara terus berjalan sambil mendengarkan lagu melalui earphone-nya. Gadis itu benar-benar tidak menyadari Kai memanggil-manggil namanya karena suara musik yang berdentum keras.

Kai jengah dan memutuskan untuk menepuk-nepuk bahu Rara. Upayanya tentu berhasil dan gadis itu menoleh sambil melepas sebelah earphone-nya.

"Loh, lo yang tadi titip jaket ke gue, kan?"

"Iya. Mana jaketnya?" tanya Kai masih berusaha menahan kesal.

"Di loker gue."

Demi Neptunus! Rasanya ingin sekali Kai menghajar perempuan di hadapannya kalau saja gender mereka sama. Ketika tadi pagi dia berharap penuh agar Rara mau dimintai tolong, nyatanya, dia malah menaruh jaket itu di loker miliknya. Sementara Lay sudah panik jika jaket itu tidak bisa ada di genggamannya siang ini.

Move; Good Bye [KJI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang