--23--

928 147 39
                                    

"I'll never tell him how much I cried that day." -Rara




Sudah 5 menit mengantri, tapi Kak Kai belum mau melepaskan tautan tangannya dari jemari-jemari gue. Dia malah menautkannya semakin erat sambil terus mengobrol banyak hal. Sesekali otak gue rasanya blank saat laki-laki berkemeja flanel hijau di hadapan ini tertawa memamerkan lengkung matanya. Tapi, saat Kak Kai memanggil gue beberapa kali, barulah gue tersadar. Ah gila. Jadi ketauan kan gue merhatiin dia kayak orang bego.

"Lo mau rasa apa?"

Gue mengalihkan pandangan ke mas-mas penjaga tukar tiket, lalu melirik sepintas ke belakangnya. "Susunya rasa stroberi aja."

"Oke, stroberi satu, vanila satu."

Gue mengernyit heran menatap Kak Kai. "Lo suka vanila?"

Kak Kai mengangguk. Lalu perhatian kami teralih pada dua gelas plastik di hadapan. "Makasih." Ucap kami bersamaan pada mas-masnya. Kak Kai mengambil keduanya. Setelah keluar antrian, dia baru memberikannya pada gue.

"This is yours." Ujarnya.

"Thank you." Gue menerimanya lalu tersenyum.

Kami berjalan bersisian menyusuri lorong panjang terbuka, yang di sebelah kanan dan kirinya dipenuhi tanaman tinggi juga batu-batu. Beberapa orang sibuk berfoto di lorong ini dengan latar tanaman tinggi seperti tembok, instagram ala-ala gitu. Ada juga pasangan yang duduk di bangku batu, difoto ketika si cowok sedang merangkul. Gue malah terkekeh geli dan ingat sahabat gue sendiri. Dia kalau foto sama Leo memang harus selalu romantis. Harus selalu skinship.

"Mau foto gitu juga nggak?" pertanyaan Kak Kai membuyarkan lamunan gue.

"Hah? Apaan sih nggak nggak."

Kak Kai langsung memberikan gelas plastiknya ke arah gue. Setelah itu dia mengeluarkan ponselnya dan membuka aplikasi kamera. Kak Kai memegang ponsel dengan tangan kanan, sementara tangan kirinya bebas. Gue masih memegang gelas milik sendiri pun milik Kak Kai.

"Yuk kita juga selca." Ponsel Kak Kai sudah ada di hadapan kami dengan jarak terjauh sepanjang tangannya. Lalu dia mengganti mode kamera depan dan mengarahkannya ke arah kami. "Satu... dua..."

Gue menahan senyum lebar.

Tapi, pada hitungan ketiga, Kak Kai langsung menjatuhkan tangan kirinya ke arah pipi gue seolah mencubitnya dengan pandangan yang tentu juga mengarah ke wajah gue. Tepat saat mata gue membola, bibir mengerucut dan ekspresi terkejut, jempol Kak Kai menekan layar hingga akhirnya foto pun terambil.

"Kak Kai!" gue protes, tapi ocehan gue terhenti saat tiba-tiba Kak Kai memperlihatkan hasilnya ke arah gue.

"Ini lucu banget Ra, lonya kaget, guenya kok kayak mau cium ya?"

Alih-alih menjawab, gue malah membuang pandangan menahan malu.

"Lagi yuk."

"Nggak."

"Raaa..." Kak Kai merengek hingga akhirnya gue menyerah.

"Ya udah, sekali lagi aja tapi. Jangan macem-macem!"

"Okeee." Kak Kai tersenyum lebar sambil mengelus-elus rambut gue lembut. What the heck is he doing?!!!

Laki-laki itu kembali mengarahkan kamera ke arah kami dengan tangan kirinya bebas. Tangan gue masih memegang minuman dan dibiarkan terjulur ke bawah hingga hilang dari frame layar. Lalu Kak Kai mengulang adegan saat pengambilan gambar lagi seperti tadi, sampai di hitungan ketiga, dia kembali mengulangi kesalahan—hmm, bukan kesalahan juga sih. Hanya saja tingkahnya benar-benar di luar dugaan gue.

Move; Good Bye [KJI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang