--29--

882 142 45
                                    

Sudah 10 menit berlalu tapi cowok itu belum juga berhenti. Gue masih mendengar dia mengetuk pintu dan meneriaki nama gue berkali-kali. Gue hanya membiarkannya sambil asik bermain handphone. Tapi, lama-kelamaan gue gedek juga sih. Berisik gitu masalahnya. Bisa-bisa nanti diomeli tetangga kosan lagi karena kelakuan Kak Kai di luar sana.

"Raaa buka pintunya dong."

"..."

"Ra, gue dobrak ya kalau gak dibuka?"

"..."

"Aira Nanda kesayangannya gue, tolong buka pintunya."

"Berisik!" gue akhirnya menyerah lalu membuka pintu kasar sambil menatapnya tajam. Di hadapan gue, Kak Kai berdiri menjulang lalu senyum tak berdosa. Matanya melengkung sipit, nyaris aja melunturkan kekesalan gue sama dia.

"Gue kangen, Ra." Tiba-tiba saja cowok itu menghambur ke pelukan gue sambil mendorong tubuhnya sedikit maju hingga kami sepenuhnya ada di dalam kosan. Kakinya bergerak untuk menutup pintu sampai tertutup sempurna.

"Apaan sih Kak." gue berusaha melepas pelukannya dengan kesal. Berhasil. Gue berjalan menghampiri kasur dan kembali bermain handphone sambil tidur-tiduran. Kak Kai aja gue cuekin, bodo amat.

Gue masih kesel banget sama dia gara-gara semenjak pertemuan 3 hari lalu sama Kak Kinan, cowok itu nggak pernah menawari gue untuk dijemput lagi ke kosan. Bahkan kemarin, gue sengaja nunggu dia sampai bela-belain telat ke kampus, tapi dia nggak ada kabar juga bakalan ngejemput. Kan gondok. Terus dia baru ngabarin jam 9, katanya baru bangun dan nggak inget buat ngejemput gue.

"Lo masih marah ya Ra? Maafin dong." Kak Kai mencebikkan bibirnya dengan mata sayu sambil menatap gue memelas. Ya sepintas gue memang ngelihat dia lewat ekor mata, tapi gue nggak bisa untuk sepenuhnya ngeliat dia kalau nggak mau pertahanan gue roboh.

"Raaaa...."

"..."

"Rara, maafin gue."

Gue masih nggak memedulikan dia. Malah makin asik sama game di handphone sambil tengkurap di atas kasur. Tatapan gue berfokus pada angka-angka yang tertera di layar, sampai akhirnya gue menyadari ada kepala Kak Kai di balik handphone gue. Jadi posisinya gue tengkurap dengan kepala mengarah ke kaki kasur sementara kaki gue dibiarkan menyentuh headboard, dan Kak Kai lagi duduk di karpet dengan wajahnya sudah ada tepat di hadapan gue. Hanya terhalang handphone aja.

"Damn." gue keceplosan, beneran.

Habis cowok itu tiba-tiba ngerampas handphone gue dan mendaratkan bibirnya ke bibir gue secara tiba-tiba. Kaget? Ya jelas lah. Tapi dengan kurang ajarnya dia malah tersenyum polos tanpa merasa berdosa.

"Siapa yang ngajarin lo ngomong kasar?" tanyanya dengan raut yang sudah berubah jadi sedikit tajam.

Gue mengabaikan pertanyaan Kak Kai dan mengarahkan pandangan ke arah handphone yang masih digenggam cowok gue. "Balikin HP gue."

"Kenapa ngomong kasar?"

"HP Kaaaaak."

"Rara." Suara Kak Kai berdehem rendah, membuat bulu kuduk gue jadi bergidik ngeri. Gue paling nggak bisa sih kalau dia udah ngambek dengan kondisi kayak gini. Seolah ada aura-aura setan lain di dalam tubuhnya.

"Ya habis lo main cium-cium aja, siapa suruh?"

"Loh, ya cium pacar sendiri emang kenapa sih? Salah?" tanyanya dengan ekspresi muka yang sudah sedikit mencair.

"IYA! Lo dateng ke sini aja salah!"

"Ih galak banget sih sama pacarnya. Kalo galak-galak nanti gue cium lagi ya..."

Move; Good Bye [KJI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang