Semua jadi terasa aneh saat Sera sudah menanggapi respon perasaannya. Berdua dengan Raga kini tak lagi menenangkan, ini adalah kegiatan yang mampu membuat Sera merasa bahwa penyakit serangan jantung bisa datang kapan saja.Adakah seseorang yang mampu mengajarkan pada Sera mengenai sikap yang harus dia terapkan saat berdekatan dengan 'ganja'? Mungkin sedikit menjaga jarak, tapi Sera tak mampu.
Terkadang, menyadari perasaan justru tidak menguntungkan.
"Gimana cara dapat ini?" tanya Sera seraya menggeser kamera Raga agar sang empunya mampu melirik, "Bagus" tambah Sera setelah menarik kamera itu lagi.
Raga mengambil alih kamera yang Sera genggam lalu mengarahkan lensa pada lampu taman. Untuk beberapa saat, Raga sibuk dengan tangan mengatur fokus lensa lalu mendekap tubuh Sera dari belakang.
"Pegang yang bener" pesan Raga seraya membalut tangan putih pucat milik Sera, "Coba foto" titah Raga melepas dekapannya.
"Gue?"
"Kan judulnya belajar, lo yang bilang di perpus tadi pagi"
Mulut Sera menggerutu sebal, bukan karena Raga yang menyindir ucapannya di perpustakaan, Sera sebal karena aksi modusnya gagal.
Untuk para cowok yang tengah mengerahkan tenaga untuk sekedar modus ria, ketahuilah, Sera mengerti rasa PD yang harus kalian pupuk. Catat itu!
Cekrek
Suara yang seharusnya pelan justru mengeras merobek keheningan. Sera menyerahkan hasil tangkapannya pada Raga, cowok itu menggeleng dan meraih kamera lain lalu mulai memotret objek yang sama.
Raga membandingkan dua foto satu objek itu lalu menoleh pada Sera.
"Kok bisa bagus gitu?" gumam Sera tak sadar.
"Bisa"
"Gue mau bisa" tegas Sera tak ragu.
"Banyak belajar, sering-sering lihat interior dari sisi yang beda"
Kepala Sera mengangguk berkali-kali lalu menoleh pada Raga yang kini asik bermain ponsel dengan tangan memijat dahi.
"Raga!"
Cowok itu menoleh.
Cekrek
"Astaga!" rutuk Raga yang kemudian bangkit menyambar kamera dalam tangan Sera, "Hapus Ra!" titahnya saat tak berhasil merebut benda itu.
Bukan tak berhasil, tapi sebagai cowok, Raga tidak akan memiliki pikiran untuk merebut paksa kamera itu.
"Bagus kok" ujar Sera meyakinkan, "Jangan dihapus ya kak Raga, ganteng banget ini" pinta Sera dengan usahanya menahan tawa. Tapi serius! Hasil potretnya tidak bisa dikategorikan jelek, "Jangan direbut! Gue mau duduk" kata Sera memperingatkan.
"Coba lihat" pinta Raga mencoba meraih kameranya, namun Sera menggeleng cepat, "Nggak bakal gue hapus" kata Raga meyakinkan.
"Janji?"
"Iya" lalu Raga tersenyum menatap gambar dirinya dalam bentuk dua dimensi, "Ganteng, nggak bakal gue hapus"
Sera mengangguk sambil merapatkan jaket Raga yang membebat tubuhnya. Sera seorang yang jujur, tak ada niat mengelak saat Raga mengucap kelebihan wajahnya sendiri, Sera sudah mengakui hal itu lebih dulu.
Raga memanglah tampan.
Ini sudah hampir malam namun entah mengapa Sera tidak memiliki begitu banyak alasan untuk sekedar pulang.
"Punya adik atau kakak nggak?" tanya Sera tanpa aba-aba.
Raga menarik wajahnya dan menaruh kamera disamping tubuhnya. Sekali saja cowok itu menghela napas sebelum kemudian menjawab, "Nggak, gue anak tunggal" jawab Raga mantap, "Tadinya" lanjut Raga membuat dua lipatan muncul di dahi Sera.
KAMU SEDANG MEMBACA
SERAGA (Completed)
Teen FictionPertemuan yang tidak direncanakan, membawa Sera juga Raga pada sepenggal kisah yang singkat. Tidak butuh waktu lama untuk memulai sebuah perkenalan juga pendekatan. Dan Tuhan pun adil, Ia tidak memperlambat datangnya perpisahan. "Simpan gue di sisa...