12. Bermalam, Berteman

3.1K 206 5
                                    

Dulu, belasan tahun yang lalu, Raga pernah merasa tumbuh bersama angin. Dia bersahabat dengan sungai dan perkampungan, bukan hal aneh bila Raga pulang dengan keadaan terluka. Amira tak pernah memarahi Raga, wanita itu hanya berpesan agar Raga tidak mengulanginya.

Namun tak sampai sehari, Raga pulang dengan keadaan yang sama dan Amira pun memberinya nasihat yang sama. Raga tak pernah bosan mendengar gerutuan bidadari tak bersayapnya. Raga menikmati hidupnya, tanpa campur tangan Ardi.

Mari kita perjelas kasus hidup cowok yang tengah menyukai kamera juga Sera ini.

Sebelum menjadi pengusaha restoran yang sukses, Ardi hanyalah seorang anak kepala desa di kota Bandung. Tidak ada yang spesial, hidup Ardi memang berkecukupan di banding pemuda lainnya di desa yang kakek Raga pimpin, tapi Ardi bukan pemuda yang cepat puas.

Bertemulah Ardi dan Amira di perjalanan pria itu menjelajahi masa muda. Umur mereka terpaut tiga tahun, dan Ardi menikahi Amira di umur dua puluh lima  tahun. Cukup terlalu muda tapi Ardi adalah pemuda bertanggung jawab. Dia hidup bersama Amira dengan bahagia, lalu lahirlah Raga.

Saat Raga lahir, Ardi hanya bekerja sebagai penyiar radio. Gaji nya tidak pernah cukup untuk memenuhi kehidupan Raga, lalu Ardi memutar otak untuk membangun sebuah usaha.

Dibangunlah 'Raar' kafe di dekat alun-alun kota Bandung. Diambil dari dua huruf akhir nama Amira dan dua huruf awal nama Ardi, kafe itu berkembang pesat dan berubah menjadi sebuah restoran.

Sebuah keputusan diambil, Ardi akan membuka cabang pertamanya di Jogja, kemudian Surabaya lalu Jakarta. Semua rencana itu terlaksana, cabang di Jakarta berkembang terlalu cepat membuat Ardi tidak bisa meninggalkan cabang itu.

Hingga akhirnya Ardi memilih memboyong keluarganya menuju Jakarta. Raga masih berumur delapan tahun saat itu dan kehidupannya sangat berkecukupan. Selalu ada susu bubuk dengan merk terkenal yang Amira sajikan untuk sarapan, ada tas berkualitas yang menemaninya sekolah dan segala fasilitas lain.

Kebahagian itu membuat Amira melupakan segalanya, hanya terfokus pada Raga dan Ardi. Mereka bahagia, sangat. Namun kabar buruk datang.

Amira mengidap kanker otak stadium akhir.

Itu mengerikan, sangat mengerikan. Raga kecil tidak mengerti akan kelangsungan hidup penderita kanker namun melihat Amira mulai kehilangan rambut dan sering menginap di rumah sakit membuat Raga sadar, Mamanya tidak baik-baik saja.

"Kamar den Raga sudah saya bersihkan, silahkan tidur" ujar seseorang yang Ardi bayar untuk menjaga rumahnya.

Raga meletakan figura foto keluarga yang diambil sehari sebelum mereka pindah ke Jakarta lalu melangkah menuju meja makan, "Ibu kenal sama pembantu yang lama?" tanya Raga menyeruput kopi.

"Bu Jum, beliau meninggal lima tahun lalu. Saya keponakannya"

"Ohh" balas Raga singkat,

"Saya permisi den, sudah malam saya harus pulang"

Dahi Raga berkerut, "Nggak tidur di sini?"

"Umm biasanya yang tidur di sini suami saya, tapi dia sedang pergi ke Semarang. Gak papa kan kalau saya tinggal?"

"Ya"

Seseorang yang belum Raga ketahui namanya itu berjalan keluar dari rumah. Raga menghirup oksigen sebanyak yang dia mampu, ini udara yang berbeda dengan Jakarta dan Raga berniat membersihkan paru-parunya untuk beberapa hari.

Namun sepertinya tidak.

Mulai saat ini, pergi adalah pilihan yang berbeda bagi Raga.

Ada Sera.

SERAGA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang