11. Mempelajari Sesuatu

3.1K 219 3
                                    


Tanpa mengetuk pintu, Raga memasuki rumah dengan keadaan basah kuyup. Di luar hujan deras dan Raga bersyukur karena dia berhasil mengantar Sera menuju rumah cewek itu sebelum hujan turun. Bohong bila Raga benar-benar tak ingin pulang, sebagai laki-laki yang cukup dewasa, sekalipun lingkungan rumah Ardi aman, tetap harus ada seorang adam di dalam rumah.

Segala barang mahal yang mengisi rumah Ardi hanya akan mengundang 'tangan panjang' untuk datang. Dulu rumahnya tidak seperti ini, tidak ada satu ruangan penuh koleksi tas bermerek, tidak ada lukisan abstrak yang terpasang di dinding putih sepanjang tangga, dan tidak ada suara teriakan anak kecil yang berlari menghampiri Raga.

"Kenapa basah?" tanya Aluna yang memeluk kaki Raga.

"Lepas!" paksa Raga seraya menjauhkan tangan Aluna dari apapun anggota tubuhnya, "Panggil mbak Dewi sana" pinta Raga yang kali ini terlihat membutuhkan.

"Nggak ada" tolak Riana yang baru saja datang menghampiri Raga, "Mbak Dewi itu babby sitter Aluna, bukan pembantu rumah tangga buat kamu"

Dahi Raga berkerut menatap wujud manusia ular dihadapannya. Tidak mungkin!! Medusa sudah mati sejak ribuan tahun yang lalu. Apa arwah makhluk itu merasuki Riana? Mungkin saja.

"Ck," decak Raga yang tidak lagi hanya memendam kesal, segala perasaan hitam membaur dalam otak dan hatinya.

Dengan langkah cukup cepat, Raga menjauhi Riana menuju kamarnya. Tak peduli pada lantai yang basah karena pijakan kakinya ataupun tetesan bajunya. Raga tidak peduli, sekalipun hal itu akan membuat istri Ardi terpeleset dan masuk rumah sakit.

Betapa jahat hati manusia yang tersakiti.

Bersyukurlah Raga karena bayangan wajah Sera melintas tepat sesaat setelah dia selesai membersihkan diri. Decakan itu berubah menjadi kekehan, Raga memandangi layar ponselnya yang menampilkan digit nomor ponsel Sera.

Akhirnya, setelah merasa memiliki cukup banyak alasan untuk dekat, Raga berhasil mendapat 12 digit nomor ponsel Sera. Bukan perjuangan yang sulit tapi Raga mengapresiasi dirinya untuk hal ini.

Senyum di bibir Raga makin mengembang saat mendapati foto profile Sera dalam list whatsApp.

Tok tok tok

Ceklek

"Siapa yang bilang boleh masuk?"

Riana menghela napas dan mengizinkan dirinya sendiri untuk masuk ke dalam kamar Raga dengan pintu terbuka lebar.

"Mau damai?" tawar Riana lembut, "Mama begitu karena kamu nggak ngurus Aluna dengan baik selama tiga hari kemarin. Sudah impas, mau damai?"

Raga mengangkat wajahnya dari ponsel lalu kembali berpaling.

Bodo amat

"Mama serius Raga, maaf soal tadi. Ini bukan permintaan Papa kamu, ini mau Mama sendiri. Bisa kita berdamai? Mama butuh izin kamu supaya tenang tinggal di sini dan kamu butuh Mama buat-"

"Saya nggak butuh" sela Raga meletakan ponselnya di atas nakas dengan gerakan sedikit melempar, "Keluar" usirnya yang kali ini di beri penegasan.

Riana justru berjalan mendekat, "Mama ngerti kalau Papa kamu nggak bisa merawat kamu dengan baik. Hanya seorang perempuan yang bisa melakukan itu dan Mama mau melakukan itu"

Raga berdecak risih dan mulai bangkit berdiri, "Tante sama Aluna butuh Papa tapi bukan berarti saya butuh kalian" kata Raga dengan jelas, lugas dan cerdas, "Keluar" usirnya sekali lagi dengan menunjuk pintu kamar.

Hampir saja Riana membiarkan dirinya merasa terinjak namun pejaman mata sedikit memperbaiki suasana. Dia tersenyum dan mengangguk lalu berjalan keluar dari kamar Raga dan menutup pintunya.

SERAGA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang