34. Tak semua pantas

2.3K 173 19
                                    


Jika seseorang bertanya, ingatkah kamu dengan masamu sebelum terlahir di dunia?

Adakah seseorang bisa menjawabnya?

Seorang lain berkata bahwa kita akan mengingat masa kita sebelum membuka mata ketika kita akan menutup mata selamanya.

Jangan percaya, belum ada orang yang bangkit dari kuburnya dan membenarkan teori tersebut.

Lorong itu sepi, sama seperti lorong ruang rawat lainnya. Tak ada suara, setidaknya setelah teriakan histeris Gina beberapa menit lalu.

Semua diam menunggu, dua kemungkinan yang akan mereka terima setelah ini. Kabar baik atau buruk.

Gina tidak meminta muluk-muluk, cukup buat Sera berhenti mengerang kesakitan dan kembalikan kesadarannya.

"Bagaimana?"

Pria berjas putih yang baru saja keluar dari ruangan Sera itu menghela napas, "Sebaiknya kita bicarakan di ruangan saya"

Adnan menatap Gina yang bangkit berdiri, "Kita harus tahu keadaan Sera" kata Gina mulai mengikuti langkah sang dokter.

Tak semua wanita takut melahirkan anak mereka. Beberapa justru ingin segera menjadi seorang ibu, tidak ada kelahiran yang buruk. Yang terburuk sekali pun pasti ditakdirkan begitu untuk satu hal baik.

Gina contohnya, dia tak merasa takut saat dokter berkata bahwa anaknya akan segera lahir. Gina bahagia, tak pernah sebahagia kala itu.

Namun ketika suara derit pintu ruangan ditutup terdengar, Gina seakan sadar bahwa ketakutan terbesarnya akan segera datang.

"Pasien mengalami pendarahan Epidural. Pendarahan ini adalah kemungkinan terburuk dari sebuah kecelakaan, sejak awal saya tidak berpikir bahwa pasien akan mengalami ini, tapi pendarahan Epidural merupakan silent killer. Kedatangannya sulit di perkirakan dan-"

"Dia baik-baik saja sebelumnya" protes Gina menyela.

Dokter Seno tersenyum, "Betul, dan seperti itulah cara kerjanya"

Gina menolehkan pandangan pada Adnan, berharap suaminya bisa melakukan sesuatu.

"Apa bisa di atasi?" tanya Adnan.

"Kami akan berusaha,"

"Seberapa besar harapan dia bisa sadar kembali?"

Dokter Seno kembali menghela napas, "Kami tidak bisa menjanjikan harapan hidup seorang pasien. Seperti yang saya ucapkan tadi, Silent Killer. Tapi kami, tim dokter akan berusaha semaksimal mungkin"

Adnan mengusap wajahnya kasar, "Lalu apa yang harus kami lakukan?"

"Berdo'alah yang terbaik untuk anak anda"

♣♣♣

"Raga?!"

Cowok yang tengah mengunci kaitan helm itu memutar badan dengan perlahan.

"Lo Raga kan? Raga pacarnya Sera?"

Mata Raga menyipit tak suka, "Lo Cia." Itu adalah sebuah kalimat pernyataan, bukan pertanyaan.

Cewek itu mengangguk, "Gue Cia yang waktu itu datengin lo. Gue denger Sera kecelakaan, bener?" tatapannya sarat akan permohonan, memandang Raga seakan hanya ia yang mampu menolong.

Tapi Raga tidak suka berbasa-basi dengan siapapun yang tidak disukai oleh orang kesayangannya. Cia adalah masalah bagi Sera dan Raga tidak berniat untuk bertegur sapa dengan seorang pembuat masalah.

"Raga jangan pergi!" tangan Cia menarik bahu Raga yang siap memutar untuk menaiki motor, "Gue cuma mau minta maaf. Tama kecelakaan juga, dia bilang gue harus minta maaf sama Sera,"

SERAGA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang