29. Menuju Jakarta

1.8K 151 6
                                    


Satu hari habis begitu saja tanpa sesuatu yang berarti. Tak masalah bagi Raga, hari besar Sera akan berlangsung besok sore. Terima kasih untuk Sean yang sudah mau mengubah vidio Raga menjadi sebuah kaset. Raga bisa saja melakukan hal itu sendiri tapi Raga tidak ingin menghalangi Sean memperoleh pahala.

Soal motornya yang 'dipinjam' oleh Tama, Raga sudah memberitahu Ardi. Tentu saja Raga mendapat ceramah panjang lebar dan umpatan. Ardi bilang 'jauhi teman kurang ajar kamu itu' dan tentu saja Raga akan melakukan hal itu.

Apa untungnya mendekati Tama?

"Nggak ada kemajuan sama sekali tau nggak? Kalau kayak gini terus gimana nilai gue mau bagus?!!" kepala Raga menoleh menatap Sila yang lagi dan lagi mengeluarkan kekesalan.

Raga meletakkan gitar Sean lalu berdiri, "Kalau lo marah-marah terus, gue seneb dengernya" ujar Raga yang meminum air jeruk bawaan pembantu Sean.

"Bener tuh!" dukung Sean, "Lo ngomel mulu Sil, kan lama-lama gue juga jadi males. Lagian kenapa cewek ketua kelompoknya?"

Sila memandang Sean tak terima, "Lo nggak suka gue jadi ketua? Lo pikir gue mau hah? Gue tuh cuma di tunjuk guru, bukan ngajuin diri"

"Ohh" Pandu yang ingin tetap berpartisipasi hanya menyumbang kalimat itu.

"Sebenernya lo tuh ngomel karena kita nggak ngerti-ngerti atau karena lo sekelompok sama mantan lo?" jari Sean menunjuk Rama.

Sila terdiam kehabisan kata-kata. Gadis itu melirik jam tangannya lalu berdeham pelan, "Udah sore, latihannya sampai sini dulu. Besok sore kita latihan lagi" kata Sila seraya membereskan tasnya.

"Gue nggak bisa" semua mata tertuju pada Raga, "Gue ada acara sama pacar gue" aku Raga jujur.

Mata Sila menyipit tajam, "Apa ketika nilai seni lo di bawah KKM, pacar lo bisa bertanggung jawab?"

"Apa masalahnya? Bagian gue main gitar kan? Gue udah bisa, udah tahu dan udah hapal nadanya. Kalau kita gagal pas tampil, bukan salah gue yang nggak latihan satu hari kan?"

Pandu dan Sean sukses dibuat menahan tawa mendengar perkataan Raga. Rama yang merasa Raga menyakiti hati 'mantan' pacarnya langsung angkat suara.

"Dia cewek, alus dikit nggak bisa?" tanya Rama tak terima.

Raga berdecak, "Selesai kan latihannya? Gue balik" Raga meraih tasnya dan menjadi orang pertama yang keluar dari rumah Sean.

Semua yang perlu Raga berikan untuk Sera sudah siap di meja kamarnya. CD, surat, dan foto pertama Sera yang diambil oleh Aluna sudah tersusun rapih.

Tidak ada boneka beruang. Raga hanya berpikir bahwa boneka adalah kado paling biasa yang diberikan oleh seorang pacar. Alasan Raga menuruti usul Sean untuk membuat video dirinya bermain gitar adalah agar Sera bisa berduet dengan kapan saja. Sekalipun Raga tidak bersama Sera, gadis itu tidak perlu bernyanyi sendiri tanpa diiringi petikan gitar miliknya.

Foto Sera. Alasan Raga mencetak foto itu karena Raga merasa foto tersebut adalah titik awalnya mengenal Sera.

Terakhir surat. Oh ayolah, semua pemberi kado akan menyertakan surat. Lagi pula Raga tidak begitu pandai berkata-kata secara lisan jadi dia memilih surat sebagai alternatif lain.

Raga menurunkan standar motor lalu mencabut kuncinya. Bertepatan dengan Raga yang membuka pintu rumah, hujan turun dengan deras. Ingatan Raga tertuju pada Sera yang sedang dalam perjalanan pulang.

Raga merogoh saku celananya meraih ponsel.

Raga: udh sampai?

Send.

SERAGA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang