Seperempat Malam

2.6K 173 0
                                    

Pisau itu berlumuran darah. Seorang gadis berseragam putih abu-abu sedang berdiri di sebuah ruangan kosong yang gelap. Penampilannya acak-acakan. Di kemeja putihnya, ada bercak-bercak merah. Rok-nya yang pendek di atas lutut, terlihat lusuh dengan banyak robekan. Dia tak mengenakan sepatu atau alas kaki apa-apa, hanya punggung kaki yang kotor.

Matanya menatap kosong, dan bibirnya mengumbar senyuman manis, tertawa. Tangan kanannya bergetar memegang pisau yang teramat tajam. Tetes demi tetes darah berjatuhan di lantai dingin itu. Ternyata jari-jari di tangan kirinya sudah tak lengkap lagi. Jari manisnya menghilang.

"Gadis itu..., aku?!"

"Aak!!" Safa langsung terbangun dengan jantung yang berdebar kencang, ketakutan. Keringar dingin mengucur dari sekujur tubuhnya. Bulu kuduknya berdiri. Seluruh tubuh bergetar. Ia menelan ludah.

"Astaga? Mimpi apa tadi?" Gumamnya, bertanya-tanya.

"Kenapa, Saf?" Tanya Tika dengan setengah sadar, matanya belum terbuka sempurna. Merasa terganggu tidurnya mendengar teriakan Safa barusan.

Safa menggeleng pelan, dia menatap kosong ke lantai mermer di bawah. Masih  terkejut, belum siap untuk bercerita.

Karena tidak ada respon dari Safa, Tika melanjutkan kembali tidurnya. Sementara itu Ceca, teman sekamar mereka juga, dari tadi cuma tertidur pulas.

Safa melihat jam di hape-nya. Baru jam 3 dini hari. Sementara itu dia tidak berani tidur lagi, takut memimpikan hal yang sama.

*
Sementara itu, di tempat lain, Fajar malah merasa senang dan semangat sekali ketika menyadari bahwa dia bisa terbangun jam 3. Lelaki itu segera mengambil wudhu' dan sholat tahajjud. Entah sejak kapan dia mulai rajin sholat sunnah, dia pun bingung.

Fajar menggelar sajadah di dalam kamar sempitnya, sholat dengan teramat khusyu'. Kemudian ia  pun membuka alqur'an dan membacanya.

Benar sekali yang dikatakan Allah di dalam surah Al-Muzammil. Bahwa sesungguhnya bacaan di waktu malam sangat berkesan dan mampu mengisi jiwa. Untuk pertama kalinya, Fajar menangis ketika melantunkan ayat-ayat alqur'an.

Sejak dari kecil memang dia dididik dengan cara yang agamis. Bahkan di SMA nya dulu, Fajar disebut-sebut sebagai ustadz karena rajinnya sholat ke masjid. Perubahan yang dialaminya begitu perlahan, dia bahkan tidak menyadari bahwa sesungguhnya dia sedang berhijrah. Sampai di tingkat ini barulah dia menyadari dan merasakan nikmatnya perubahan menuju ke arah yang lebih baik. Rasanya nikmat, bebas dari kegelisahan dan kegalauan, karena Allah ada di dalam dada. Selalu mengisi waktu dengan menghafal ayat demi ayat alqur'an yang mulia.
Semenjak takdir mempertemukannya kembali dengan Safa, Fajar mulai semakin dekat dengan agamanya. Padahal itu dua hal yang tidak ada hubungannya. Tapi Fajar bertekad bulat untuk menjaga Safa, dan karena itu pulalah yang membuatnya semakin memperdalam ilmu agama. Karena dia yakin, tidak ada yang mampu menjaga manusia, kecuali penciptanya.

Safa memang akan menjadi prioritasnya mulai sekarang. Namun di sisi lain, ada sebuah nama yang terselip dalam do'anya. Annisa.

Ada dua nama dihatinya. Fajar tidak tahu siapa di antara mereka berdua yang paling disayanginya.

*

Safa cuma termenung menatap gelas kosong di depannya saat sedang diinterogasi oleh teman-temannya. Mereka menatap penuh harap.

"Gimana, Saf?" Tika sudah tidak sabaran.

Safa cuma mengangkat bahu. "Dia mengantarku pulang dan..., selesai."

"Tidak ada komunikasi apapun sama sekali?" Syerin memastikan.

Safa menggeleng santai.

Keempat gadis itu mendesah kecewa.

"Ya ampun, Saf. Itu pasti gara-gara kamu yang nggak ada respon. Seharusnya kamu manfaatkan waktu yang ada untuk menebar pesonamu, jadikan dia nyaman!" Nina berargumen.

"Ya aku kan nggak suka sama dia!"

Syerin menggeleng melihat tingkah Safa. "Dia cowok populer di sekolahnya, Saf. Tidak jauh beda sama Reynald!"

"Tetap saja mereka berbeda."

Nina mengambil nafas, "jadi kamu benar-benar ingin Reynald?"

Safa mengangguk.

"Oke. Kita akan bantu."

Mata Safa seketika langsung berbinar-binar mendengar yang dikatakan Nina. Sekarang dia melihat Nina sudah seperti malaikat penyelamatnya. Dia lekas memeluk sahabatnya itu.

Sementara yang lain cuma bisa melongo tidak percaya dengan perkataan Nina barusan.

"Kamu serius, Nin? Gimana caranya?" Syerin menatap Nina.

"Pacarnya Reynald itu ganas, lho!" Tika berbisik di telinga Nina. Tumben hari ini Tika dan Syerin kompak.

Safa melepaskan pelukannya, menatap Tika dengan tatapan tidak suka.

"Apapun itu kita harus lakukan. Demi kebahagiaan Safa, dan supaya dia cepat dapat pasangan."

Akhirnya mereka cuma manggut-manggut, meski masih bingung tentang rencana yang akan dijalankan Nina.

*

Pulang kuliah, seperti biasa Fajar berhenti di depan seorang gadis berjilbab lebar, yang kecantikannya hampir mampu meluruhkan benteng pertahanan lelaki yang menatapnya. Namun kali ini Fajar tidak lagi menawari mengantar Annisa pulang. Bukan karena kapok ditolak terus, tapi karena dia sudah sadar sekarang. Annisa bukan miliknya.

Fajar membuka kaca helm-nya di depan Annisa. Gadis itu sudah sejak tadi menyiapkan kata-kata untuk menolak tawaran Fajar. Tapi ternyata lelaki itu cuma tersenyum manis ke arahnya.

"Kamu yang sabar, ya," ucap Fajar.

Kemudian dia langsung menutup kaca helm dan menjalankan motornya menempuh jalan raya, berlalu pergi begitu saja.

Annisa cuma melongo. "Ya Allah! Maksudnya apa, coba?" Annisa bertanya-tanya.
"Fajar selalu saja begitu. Senang sekali membuat teka-teki."

Toko Hijrah (COMPLETED) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang