Bubuk Susu

2.1K 156 1
                                    

Malam ini Ceca dan Tika tidur lebih awal, mungkin lelah dengan kegiatan sekolah hari ini. Sementara Safa sebenarnya juga sudah mengantuk, tapi dia sedang sibuk, dan sepertinya akan lembur semalaman. Tugas sekolah menumpuk, sejak tadi Safa tidak berhenti menyumpah-nyumpah, sekolahnya sudah seperti kuliah saja. Meski sebenarnya salah dia sendiri bersantai-santai ketika tugas diberi, jadinya seperti malam ini, tugas sudah menumpuk, dan mesti dikumpulkan besok pagi. Ini pun sudah mendapat remisi dari guru yang bersangkutan.

Di depannya ada sebuah notebook. Meski tidak sebagus punya teman-temannya tapi syukurlah ada. Ini pun dibeli dari hasil uang yang ditabungnya dan ditambah dari orangtuanya.

Tangannya sudah penat karena sejak tadi mengetik. Seluruh badannya juga sudah lelah, dia ingin refreshing sejenak. Safa melihat-lihat social media sebentar. Cuci mata.

Sebuah pesan masuk di media sosialnya. Dari Fajar. “Anak baik tidak boleh begadang.”

Safa nyengir membacanya.

SafaNur    : Begadang boleh saja, asal ada maksudnya. Lagi bikin tugas, Bang…,

Fajar    : Tugas apa? Tuliskan contoh chating?

SafaNur    : :D . Refreshing dulu, lah. Abang juga begadang tuh.

Fajar    : :). Lanjutlah bikin tugasnya, anak perempuan tidak boleh begadang. Apalagi buat chatingan.

Safa mengakhiri chating-nya. Mengikuti petunjuk Fajar, lanjut membuat tugas. Tidak mau gagal fokus karena sosmed. Besok deadline.

Selesai membuat tugas, Safa lanjut berbincang lewat keyboard dengan Fajar.

SafaNur :  Gimana hubungannya dengan Kak Annisa, Bang? Lancar?

Fajar    : Ya begitulah. Komunikasi masih seperti biasa. Tidak pakai surat cinta.

Wajah Safa langsung memerah malu mengingat kesalahannya beberapa waktu lalu. Fajar bisa saja salah paham.

Fajar    : Tenang. Abang tidak nafsu sama anak kecil.

Safa nyengir dibilang anak kecil.

Fajar    : Safa sukanya kita bicara tentang apa?

Safa berfikir sebentar, lantas mengetik.

SafaNur    : Sahabat.

Fajar    : Safa punya sahabat?

SafaNur    : Ada. Syerin, Nina, Tika, Tya, dan Ceca.

Fajar    : Yakin mereka sahabat Safa?

SafaNur    : Hm?

Fajar    : Abang bukannya menghakimi, tapi mereka bisa jadi menyeret kamu ke dalam lubang.

Safa tidak berkutik. Menunggu Fajar meneruskan kalimatnya.

Fajar    : Safa yakin apa yang Safa lakukan saat ini karena kemauan sendiri? Yah..., seperti meninggalkan Ibu dan Bapak cuma untuk memenuhi keinginan teman yang tidak memedulikan kamu. Atau..., Safa punya tujuan hidup? Cita-cita? Yakin bisa mencapainya kalau masih ikut-ikutan mereka?

Fajar sepertinya mulaimembuat Safa kesal.

SafaNur    : Jadi maksudnya, tidak boleh punya sahabat? Begitu?

Fajar    : Abang cuma mau bilang, “Jangan mau jadi gula yang larut dalam air, tapi jadilah bubuk susu yang mampu mengubah air tersebut.” Jangan ikut-ikutan, jangan terhasut maksiat yang mereka tawarkan. Kita lahir sendiri, kita mati juga sendiri. Hidup kita tidak bergantung orang lain. Safa, mulai fikirkan dirimu. Masa depanmu. Akhiratmu. Kalau kamu bisa sekaligus mengubah mereka jadi lebih baik, itu yang lebih utama.

Safa tercenung membacanya. Ia mencoba mengaitkannya dengan kehidupannya sekarang. Dia sadar, selama ini dia hanyalah sebatang kayu yang hanyut terbawa aliran sungai. Dia rindu Bapak dan Ibunya di desa. Sejujurnya, bukan keinginannya sekolah di tempat yang jauh. Semua karena ikut-ikutan. Pacaran? Juga begitu. Dia sudah mulai pacaran sejak masih berseragam putih-merah, karena temannya juga begitu. Safa tidak pernah bisa melawan arus, bahkan ketika air membawanya terjun dari tebing.

Sekarang, bagaimana kalau dia yang mempengaruhi? Sama seperti yang dikatakan Fajar. Memberi cahaya. Sebagaimana do’a-doa itu dipanjatkan lewat namanya. Nurul.

Fajar        :Dan yang paling penting, kamu harus merubah diri sendiri terlebih dahulu.

Lalu apa yang harus dilakukannya? Hijrah? Ah, sholatnya saja masih bolong-bolong.

Toko Hijrah (COMPLETED) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang