Masa Lalu

2.2K 174 1
                                    

Saat itu libur panjang. Fajar dan keluarganya pulang ke kampung halaman orangtuanya. Itu pertama kali Fajar pulang setelah belasan tahun tinggal di kota. Pagi itu mamanya menyuruhnya mengantar kue dan barang-barang ke sebuah rumah. Mama sudah menunjukkan rumahnya saat berjalan pulang dari masjid shubuh tadi, dan Fajar masih ingat.

Ragu-ragu Fajar membuka pagar kayu, pintu rumahnya terbuka,  mengucapkan salam.

“Assalamu’alikum!”

“Wa’alaikumsalam!” Sorang wanita menyahut dari dalam, menatapnya. “Cari siapa, ya?”

“Bapak ada, bu?” tanya Fajar, mamanya menyuruh Fajar mengantar langsung kepada kepala keluarga rumah itu, Mama menyuruhnya menyebut bapak.

Wanita itu pun segera berbalik memanggi lsuaminya, tapi sebelum itu dia menoleh lagi pada Fajar. Memerhatikannya dengan seksama.

Fajar mengalihkan pandangan, merasa aneh dilihat terus.

Tak lama, seorang lelaki berusia sekitar empat puluh-an muncul, juga melakukan hal yang sama, menatapnya lama, sebelum akhirnya mempersilahkan Fajar masuk. Mereka duduk berhadapan di ruang tamu. Fajar menyerahkan barang-barang yang disuruh mamanya antar.

“Siapa namamu?” Lelaki itu masih menatap Fajar lekat-lekat.

“Fajar, Pak.”

“Masih Fajar, ya?” Matanya mulai berkaca-kaca, tapi kemudian dia segera mengalihkan pandangan,meski matanya memerah. Fajar dapat melihat tubuh lelaki itu bergetar.

“Kalau begitu, permisi...,” Fajar mulai berdiri dari duduknya.

Lelaki itu menahan lengannya, tangannya dingin. “Tunggu. I... Ibu sedang membuatkan teh di dalam.” Dia menelan ludah. “Biarkan dia melihatmu sekali lagi.”

Fajar menurut, kembali duduk.

Wanita paruh baya tadi datang dari belakang, membawakan nampan dengan teh. Meletakkannya di atas meja, kemudian pergi begitu saja, tidak sanggup melihat Fajar.

“Namanya Fajar, Nur,” ucap lelaki itu dengan suara bergetar.

Wanita yang dipanggil Nur itu, tetap tidak menoleh, sedangkan tangannya menghapus air matanya yang berjatuhan.

“Silahkan minum tehmu, setelah itu kau boleh pulang.”

Fajar mengangguk, menyeruput tehnya. Kemudian permisi, ia sadar ada yang tidak beres di sini.

“Tunggu!” Lelaki itu menyahut, membuat langkah kaki Fajar terhenti, dia menoleh. Lelaki itu masuk, tak lam dia sudah menghampirnya lagi. Memberikan sebuah foto anak kecil mengenakan seragam TK. Anak perempuan. Fajar menatap foto itu lama.

“Aku sudah melarangnya, tapi dia bersikeras soekolah di kota. Tidak ada siapapun disana yang akan menjaganya. Bapak..,” Lelaki itu terhenti sebentar. “Aku mohon jaga dia.”

Fajar mengangguk. Mengucapkan salam.

Lelaki itu bergeming lama menatap punggung anak lelaki berpostur tinggi itu yang berjalan semakin jauh, hingga tidak terlihat dari matanya lagi.

Anak perempuan satu-satunya yang diberikan  menghampirinya.

“Pak, ibu kemana?”

Lelaki itu tahu, istrinya pasti sedang menangis diam-diam di dalam kamar,tapi dia hanya tersenyum dan menggeleng pada anaknya.

Safa menghela nafas. “Bapak sedang lihat apa? Dia menatap ke depan, cuma ada pintu pagar yang terbuka. Aduh, siapa lagi yang tidak menutup pintu? benaknya.

Safa mulai sibuk mengemasi barang-barangnya yang hendak dibawa.

“Nak..., nanti jangan cari suami yang seperti bapak,” ujar Bapak, tidak menanggapi pertanyaannya barusan.

Toko Hijrah (COMPLETED) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang