Kali ini, meskipun ditinggal pergi oleh teman-temannya yang lagi-lagi sibuk mengurus pacar mereka, Safa tidak galau. Dia punya tempat yang ingin dikunjunginya. Toko sepatu. Dia merasa sudah tidak tahan lagi memakai sepatu yang sudah sangat sempit. Setelah seharian memakainya, kakinya akan memerah. Sakit, lecet, dan semua penderitaan lainnya yang berhubungan dengan kaki. Apalagi di beberapa bagian sudah banyak yang robek. Safa berharap supaya uang tabungannya cukup.
Gadis itu menepuk-nepuk saku jeansnya sebelum mulai berlari kecil.
Sesampai di pasar, ada banyak toko (tentu saja banyak) Safa bingung akan ke mana. Tidak sengaja bertemu dengan Annisa di sebuah toko.
"Hai, Kak. Cari sepatu juga, ya?" Safa menghampiri Annisa yang tengah sibuk memilih sepatu yang terpajang di rak-rak di dinding toko itu
"Iya, nih. Safa juga?"
Gadis berambut panjang itu mengangguk. Mulai mencari-cari.
"Sudah dapat?" Annisa bergeser mendekati Safa.
"Belum, Kak."
"Bagaimana kalau yang ini untuk kamu?" Annisa menunjuk sebuah sepatu yang terpajang cantik di rak. Safa terpana melihatnya. Cantik sekali.
"Bahan yang digunakan kuat. Bawahannya juga tebal. Apalagi warnanya yang feminim, tapi netral, jadi bisa dipakai untuk pakaian dengan warna apa saja."
Safa menanyakan harganya pada penjaga toko. "Kalau yang itu 125.000 rupiah, Dek," jawab penjaga toko.
Safa terperangah, mulutnya menganga. Dia tidak punya uang sebanyak itu. Uang yang ditabungnya tidak cukup. Dia jadi salah tingkah, kalau tidak jadi beli dia akan malu pada Annisa, Safa tidak berani bilang bahwa uangnya tidak cukup.
Tangannya pura-pura memeriksa saku, berlagak seperti kehilangan uang.
"Uang- eh, dompetku mana, ya?" Gumamnya, padahal dia memang tidak membawa dompet, di dalam sakunya hanya ada satu lembar uang lima puluh ribu.
Annisa menoleh. "Kenapa, Saf? Dompet kamu hilang?"
Safa menggeleng. "Sepertinya tertinggal di kamar, Kak. Aku pulang dulu." Sekejap Safa sudah berlari menghilang dari pandangan wanita berhijab itu. Membuatnya sedikit kebingungan dengan tingkah Safa.
Safa mengelus dada setelah meninggalkan Annisa dalam kebingungannya.
Ketika sampai di kamar, Safa dihadang oleh ekspresi tidak mengenakkan Ceca. Gadis itu duduk sambil berkecak pinggang, di depannya ada lampu belajar baru yang diberikan oleh Safa saat ulang tahunnya beberapa hari lalu.
Ceca kemudian menoleh pada Safa. "Kalau tidak mampu, jangan berlagak membeli barang mahal." Begitu katanya ketus.
Safa terperangah. Dia tahu mulit Ceca memang kasar, tapi ia tidak perlu harus sekejam itu, kan.
"A..ada apa, Ce?"
"Safa, aku tidak terlalu bodoh untuk tidak tahu berapa harga hadiah ini." Ceca menunjuk lampu belajar di mejanya. "Ambil saja kembali. Aku tidak mau memakai barang yang diberikan dengan tidak ikhlas."
"Aku ikhlas, kok!" Sergah Safa.
"Kalau ikhlas, kamu tidak akan selalu mengeluh tentang sepatumu yang kesempitan. Memangnya kami meminta barang darimu? Kenapa kamu memaksakan diri?"
Mata Safa mulai terasa panas.
"Jilbab yang kamu beri untuk Tika, ia tidak berani memakainya."
"Tapi-"
Suara ketukan pintu terdengar. Tika masuk sambil membawa barang-barang. "Assalamu’alaikum, Safa, Ce."
Safa memalingkan wajah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Toko Hijrah (COMPLETED) ✔
SpiritualJauh dari kampung halaman. Jauh dari Tuhan. Nurul Safa Salsabila menghabiskan masa mudanya dengan hanyut dalam kemaksiatan. Mengaitkan kelingking, ucapkan perjanjian. Mereka fikir itu cinta. Mereka fikir akan bahagia. Lupa, masa depan menjadi taruh...