Safa berlari-lari kecil di jalan depan rumah kost. Gesit menghindari genangan air sisa hujan malam tadi. Meski rintik-rintik hujan masih berjatuhan membasahi rambut hitam legamnya, tidak menghalangi Safa untuk terus melaju menuju tempat tujuan.
Safa menghirup udara dingin pagi ini. Hujan membuat perasaan tenang di tengah musim kemarau yang selalu terik. Gadis bertubuh tinggi langsing itu berhenti di depan sebuah toko. Membuka matanya lebar-lebar.
Muslimah Store : Toko Sarah
Safa melihat ke dalam lewat pintu kaca. Lantainya bersih, furniture-nya minimalis, didominasi oleh warna biru langit dan merah muda. Tata letak barang-barang juga teratur. Toko yang bagus. Safa berdecak kagum melihatnya. Meski sudah pernah ke sini sebelumnya, ia belum sempat memperhatikan lebih detail.
Seorang gadis penjaga toko yang melihatnya dari dalam, menghampirinya.
“Assalamu’alaikum ya Ukhti! Silahkan masuk dan melihat-lihat.” Suaranya lembut sekali, raut wajahnya pun terlihat bersahabat. Itu wanita yang ditunjuk lelaki itu sewaktu Safa mengantarkan ponselnya.
Safa mengangguk. Melangkahkan kaki masuk.
Gadis penjaga toko mulai memperkenalkan barang-barang yang dijual. Tidak hanya memberitahu kelebihannya, tetapi juga kekurangan dari barang tersebut. Belum pernah Safa bertemu dengan penjaga toko yang sejujur itu. Bagi gadis penjaga toko dan sang pemilik toko, berkata jujur itu sudah mutlak. Biar pembeli yang memutuskan layak untuk membeli atau pun tidak.
Safa asyik melihat-lihat model pakaian muslim yang panjang dan cantik-cantik. Membuatnya hampir lupa tentang tujuannya datang ke sana.
“Jilbab yang sedang trendi di bagian mana, Kak?”
Gadis penjaga toko berfikir sejenak. Sebenarnya mereka tidak menyediakan tempat khusus model jilbab yang trendi atau tidak. Karena menurut pemilik toko, berhijab itu bukan trend, tapi kewajiban. Tapi mereka tidak pernah menjelaskan itu pada pelanggan.
Gadis penjaga toko menarik sebuah jilbab di gantungan. “Akhir-akhir ini jilbab ini sering dicari.”
Safa melihat-lihat sebentar, sebenarnya ia tidak terlalu paham tentang jilbab. Tapi tidak apalah, mungkin ini yang bagus. Mudah-mudahan Tika suka. Tanpa berfikir panjang, Safa berniat mengambil yang itu, sebuah jilbab berwarna biru muda.
“Silahkan bayar di sana, Ukhti…,” gadis penjaga toko itu menunjuk ke arah kasir yang berada tidak jauh di sudut kiri ruangan.
Safa mengangguk, tersenyum pada gadis itu. Ia pun balas tersenyum lebih manis.
Sebelum sampai di kasir, Safa bercermin terlebih dahulu. Di sana, cermin berada di setiap dinding. Merapikan rambutnya. Melihat jilbab biru cantik itu tersampir di tangannya, Safa penasaran ingin mencoba.
“Mau diajarkan cara pakainya?” Penjaga toko itu sudah berdiri di belakangnya, terlihat dari cermin. Tak lupa senyum yang terus menghiasi bibirnya.
“Apa boleh?”
“Tentu saja.” Gadis penjaga toko itu pun mulai mengikat rambut Safa. Menyampirkan jilbab pashmina itu di kepalanya. Ia pun mulai beraksi. Dia pakaikan jarum di beberapa bagian agar tidak mudah jatuh.
“Kakak namanya siapa?”
Gadis itu menghentikan gerakan tangannya sejenak. Merasa aneh, mungkin karena tidak biasanya pelanggan menanyakan namanya.
“Annisa.”
Safa mengangguk-angguk. “Nama yang cantik. Seperti orangnya.”
Safa dapat melihat wajah gadis penjaga toko itu yang bersemu merah lewat cermin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Toko Hijrah (COMPLETED) ✔
SpiritualJauh dari kampung halaman. Jauh dari Tuhan. Nurul Safa Salsabila menghabiskan masa mudanya dengan hanyut dalam kemaksiatan. Mengaitkan kelingking, ucapkan perjanjian. Mereka fikir itu cinta. Mereka fikir akan bahagia. Lupa, masa depan menjadi taruh...