Lingkaran Kejujuran

2.1K 170 3
                                    

Waktu berlalu cepat. Sudah setengah tahun lebih Safa tidak pulang ke rumah. Safa menepati janjinya, dengan uang tabungan dan sedikit gajinya dari bekerja di Toko Sarah, dia bisa melunasi biaya kost-nya sendiri. Ibu sering menelfonnya, dan selalu saja bertanya tentang kapan Safa akan pulang, Safa tidak pernah menjawab. Beberapa bulan belakangan kegiatannya di sekolah semakin sibuk. Apalagi Safa juga sudah ikut organisasi rohis, selain karena kegiatan dakwah, mereka sering turun ke jalan untuk meminta sumbangan untuk Palestina. Setiap minggu Safa juga harus bekerja di toko.

Setiap hari perubahan Safa semakin meningkat. Jilbabnya semakin lama semakin panjang. Dia juga sudah mulai sadar betapa pentingnya ilmu dan masa depan. Mulai belajar dengan giat dan selalu mendapat nilai ulangan yang baik. Karena sibuk memperbaiki diri, hal itu sekaligus menyebabkan sahabat-sahabatnya menjauh. Hanya Tika yang tetap setia padanya karena ingin bersama-sama berubah, dan satu teman baru yang semakin dekat, Natasha.

Fajar    : Rumah Tahfizh Al-Hidayah sudah mulai buka pendaftaran. Lokasinya di gambar.

Fajar mengirimkan sebuah gambar map pada Safa.

SafaNur        : Terimakasih infonya. :)

Fajar        : Gimana kabar teman-temanmu?

SafaNur        : Ya..., seperti biasanya.

Fajar        : Ingat..., jangan mau berubah sendiri, ajak yang lain juga.

SafaNur        : Insyaallah..., aku coba nasehati.

Fajar memang selalu begitu. Ikut campur urusan orang lain, tapi Safa sudah terbiasa, lagi pula tujuannya baik.

Sebenarnya Safa tidak memiliki strategi apapun untuk mencoba mengajak teman-teman seperjuangannya ikut berhijrah bersamanya. Mereka bahkan sudah jarang bertemu.

Malam yang mengesalkan. Padahal Safa juga sudah hijrah dari rasa malas, ingin langsung membuat tugas PAI, tanpa menunggu deadline semakin dekat, tapi listrik tidak bersahabat. Akhir-akhir ini PLN memang sering plin-plan, mati-hidup. Kesal sekali dengan kesalahannya sendiri yang bisa lupa beli baterai lampu senter. Maka malam ini menjadi malam gelap yang menyeramkan.

Tok...tok...

Terdengar ketukan pintu di kamar mereka. Suara di tengah gelapnya ruangan itu membuat bulu kuduk Safa berdiri.

Berkali-kali mengurut dada. Ber-istighfar, tidak ada yang perlu ditakuti. Bukannya manusia adalah makhluk paling sempurna? Manusia adalah makhluk paling hebat daripada semua makhluk, kan? Kok takut sama hantu?

Tok...tok...tok...

Suara ketukan pintu semakin kencang. Kali ini diikuti sura desahan. Safa menarik selimut, menutupi tubuhnya. Merinding.

Melihat Ceca yang berjalan menuju pintu, Safa segera menyergah dengan suara berbisik, "Ceca mau ke mana?”

"Buka pintu," jawabnya cuek.

"Jangan! Bisa saja bukan manusia itu, Ce!"

Ceca menghela nafas melihat tingkah aneh Safa. Lanjut membuka pintu, gadis itu menutup mata.

"Ceca....,"

Suara itu membuat bulu kuduknya berdiri semakin tinggi. Jari jemarinya yang digunakan menutup mata serasa berkerut.

“Safa....,” suara itu mendekat ke arahnya. “Jangan!” Teriaknya sambil mengangkat tangan.

"Kenapa, Saf?"

Eh? Safa perlahan membuka matanya. Ternyata Tya. Ada juga Syerin dan Nina dibelakangnya, anak kamar sebelah, dan bukan hantu. Safa meneguk ludah sambil mengelus dada.

Toko Hijrah (COMPLETED) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang