Hari ini bukan hari jadi mereka, namun Abhi membawa Hanna ke Cafe yang terletak tidak jauh dari kampusnya. Hanna merasa heran & tidak mengerti. Abhi pun memahami kebingungan Hanna.
Abhi menunutun Hanna memasuki Cafe dan duduk tepat dimana tempat mereka duduk. Tepat dimana pertama kali Abhi menyatakan perasaannya kepada Hanna. Suasana Cafe sore itu tidak terlalu ramai. Hanya satu atau dua orang saja yang terlihat asik menyeruput kopi mereka.
Persis ditempat itu, tujuh tahun yang lalu Hanna duduk dihadapan Abhi dengan raut wajah tersipu sekaligus gembira, begitu pula Abhi yang begitu bahagia karena cintanya diterima oleh Hanna. Kenangan indah itu adalah kenangan yang tidak mungkin dilupakan Abhi. Andai saja waktu bisa berputar kembali, sesal Abhi dalam hati.
"Ada apa Abhi?" Pertanyaan Hanna telah membuyarkan lamunan Abhi sekaligus menambah keresahan yang coba disamarkan dalam senyum simpul. Tujuh tahun bukan waktu yang sebentar. Banyak yang sudah mereka lalui, dan pernikahan kini sudah di depan mata.
Hanna mengenalnya dengan sangat baik bagaimana Abhi. Mereka dapat saling memahami hanya dengan satu pandangan saja jika ada masalah. Dan, suasana agak terasa ganjil seperti sekarang.
Tiba-tiba saja kata yang sudah dirangkainya hilang sebelum Abhi sempat mengucapkannya. Namun, tidak ada cara yang lebih baik dalam menyampaikan kabar buruk yang sedang dibawanya. Tidak ada cara lain selain menyampaikannya langsung. Sendiri !.
"Abhi... ada apa? Jangan buat aku bingung." Setelah menarik nafas dalam-dalam akhirnya Abhi mengumpulkan segenap keberaniannya untuk menyampaikan kabar buruk itu, kepada Wanita yang ada dihadapannya.
"Kamu ingat tempat ini...?".
Hanna mengangguk. Dia tidak mungkin melupakan tempat ini. Abhi, laki-laki rupawan di kampusnya yang terkenal cuek dengan para fans wanitanya itu menyatakan cinta kepadanya. Benar-benar tidak bisa dia percaya.
"Hanna?".
"Hmm... iya?". Kebekuan pun lumer.
"Di cafe ini, pertama kalinya aku menyatakan cinta padamu".
Perempuan berwajah manis di hadapannya-pun mengangguk. Terlihat kebingungan di wajahnya yang halus.
"Oleh karena itu, aku ingin mengatakan sesuatu yang amat penting di hidup-ku satu kali lagi".
"Di hidup kamu? Hanya di hidup kamu?". Goda Hanna yang kemudian cepat diralat olehAbhi, "di kamu juga".
Hari semakin senja, warna oranye dan biru yang kontras di langit terlihat jelas dari kaca cafe tempat mereka duduk. Seharusnya senja seindah ini tidak boleh dinodai oleh kabar buruk bagi Hanna, wanita yang amat dicintainya.
Abhi mengumpulkan segenap keberanian yang sebelumnya luntur. Hanna semakin menanti apa yang akan di sampaikan oleh Abhi. Sambil menggenggam tangan Hanna dan menarik napas pajang, Abhi siap menceritakan semuanya.
"Hanna..., kamu harus janji...". Menatap memohon kepada gadis pujaannya.
"Janji ya?".
"Ya..." Jawaban Hanna mengalir lembut. Bagi Hanna tidak perlu mengatakan tidak untuk permintaan Abhi, laki-laki yang sudah dikenalnya dengan baik.
"Kamu harus yakin, bahwa hati dan cinta aku hanya buat dan milik kamu, Han..."
Abhi memberinya kalimat-kalimat manis yang bisa meyakinkan hati wanitanya. Namun, nada bicara Abhi mulai terdengar tertekan. Sangat berbeda dari biasanya.
"Bagiku kamu adalah perempuan satu-satunya. Kamu adalah perempuan yang akan menemaniku sampai maut yang memisahkan, tapi...." Kalimat Abhi menggantung.
"Hmm... apakah Abhi berubah pikiran mengenai pernikahan mereka yang hanya tinggal beberapa bulan lagi?"
Terbayang dibenak Hanna tentang persiapan mereka. Mesjid yang sudah di booking, undangan yang telah siap disebar, catering, serta acara tukar cincin yang meriah yang telah mereka gelar.
"Kamu berubah pikiran soal pernikahan kita,Bhi?".
"Bukan... bukan begitu,Han...."
Bantah Abhi dengan sigap, dengan menggelengkan kepala berkali-kali
"Terus maksud kamu pakai kata 'tapi', tadi apa?"
Abhi menunduk lesu, lalu kembali menatap Hanna.
"Cuma kamu di dalam hidup aku, Han..."
Mereka saling bertatapan.
"Tapi Han.. manusia nggak pernah luput dari kesalahan. Begitu juga aku."
"maksud kamu apa?" Rasa khawatir mulai menjalar di dada Hanna. Jantungnya berdegup kencang.
"Jika Abhi tidak berubah pikiran mengenai pernikahan, lalu apa? Mengapa dia bersikap seperti ini?"Pikir Hanna.
"Aku minta maaf, Hanna."
"Untuk apa?"
"Karena aku telah melakukkan hal yang aku sendiri-pun benci."
Hanna masih terdiam menatap Abhi, menunggu kalimat apalagi yang akan keluar setelah ini.
"Aku telah mengkhianatimu, Hanna...." Abhi kembali tertunduk lesu tapi masih menggenggam tangan Hanna.
Hanna tertegun. Badannya kaku, sekaku pikirannya yang tidak bisa mencerna dengan baik kata-katanya kekasihnya. Kekasihnya yang dia kenal selama ini.
"Apa iya Abhi mengkhianatiku? Apa ini serius atau hanya candanya saja untuk menguji kekuatan hatiku?" Tanya Hanna dalam hatinya tak percaya.
"Kamu serius, Bhi?"
"Kamu boleh marah sama aku, boleh pukul aku sesuka kamu, kamu boleh caci maki aku atau apapun!!! Nggak apa-apa Han... Tapi tolong, jangan tinggalkan aku......"
Suara itu kini terdengar lirih dan hampir putus asa.
"Tolong, jangan tinggalin aku, Han..."
Hanna tetap terdiam. Di hadapannya, Abhi masih lesu memandang Hanna yang tetap terdiam.
Senja yang indahpun berubah menjadi malam. Gelap, segelap hati Hanna dan Abhi.
Abhi kini tertunduk menahan tangisnya, merutuki dirinya sendiri dalam segenap penyesalannya.[]