Senang rasanya bisa menginjakan kakinya kembali ke Korea. Tepat jam 08:00 KST Hanna dan Donita tiba di Incheon,mereka lebih memilih naik taksi menuju tempat kost.
"Alhamdulillah kita sampai dengan selamat ya, Ta..."
"Iya, Alhamdulillah Han. Badanku rasanya masih lelah karena perjalanan kita yang delay hampir 10 jam..." ujar Donita dengan suara yang sangat lelah.
"Iya, aku juga Ta." Jawab Hanna pendek, karena merasakan lelah yang sama.
"Lusa baru mulai kuliah lagi ya, jadi kita masih bisa beristirahat yang cukup." Sambung Hanna kepada Donita. Donita hanya mengangguk tanda setuju.
Dalam perjalanan pulang mereka tidak banyak bicara karena merasa lelah. Donita turun terlebih dahulu lalu taksipun berlanjut mengantar Hanna.
Dengan langkah pelan Hanna menaiki anak tangga, pikirannya sedikit tidak tenang memikirkan Min Ho yang tiba–tiba saja menghilang namun, Hanna buru–buru menepisnya dengan Istighfar berkali–kali dalam hati.
"Astagfirullahaladzim... Astagfirullahaladzim...Astagfirullahaladzim...Astagfirullahaladzim..."
Hanna memasuki kamarnya melihat sekililingnya seolah baru pertama kali menginjakan kakinya di sana, perasaannya campur aduk kini. Dadanya terasa sesak, berkali – kali lagi hatinya beristigfar namun air matanya kini mengalir.
"Allah... mengapa berat dan sesak rasanya, mengapa aku tidak bisa menghapusnya? Ya Rabb, mohon ampun karena sekali lagi atau berkali–kali lagi aku telah menumpukan harapan tidak hanya pada-Mu, mohon ampun Ya Rabb... jika memang dia tidak akan pernah menjadi jodohku maka hilangkanlah harapan yang sudah tumbuh ini, hilangkanlah rasa sakit yang seharusnya tidak ada ini. Aku berserah diri padaMu, ampunilah aku..." gumamnya pada diri sendiri.
Ternyata dirinya harus merasakan hal ini lagi, kenapa dia bisa begitu bodoh percaya pada lelaki itu? Dia hanya jadi lelucon saja, bodohnya dia bisa menganggap semua adalah sungguhan. Setelah apa yang terjadi pada Abhi, dirinya masih bisa kecolongan lagi. Benar – benar bodoh sekali dia.
Hanna menghebuskan napasnya dengan kencang berharap penat itu ikut keluar bersamanya, lalu menghapus air matanya, menguatkan hatinya untuk melangkah kembali tanpa mengingatnya lagi. Dia bisa.
"Bismillah.. Inshaa Allah..."
Setelah mengumpulkan kekuatannya kembali, Hanna mulai berberes. Merapikan kamarnya juga berkas–berkas kuliahnya, kali ini dia siap untuk memulai hari yang baru tanpa memikirkan Min Ho, dia memang terlalu tinggi untuk di raih.
Teleponnya berdering sejak tadi, Min Ho tidak memperhatikan siapa yang menelponnya berkali-kali itu. Sejak habis Shalat Subuh Min Ho menyibukkan diri untuk belajar tentang Islam, berusaha menghafal poin–poin penting seperti nama Nabi dan Rasul, rukun Islam dan rukun Iman sehingga dia tidak memperhatikan kalau kantor manajemennya berusaha menghubunginya, sudah sepuluh missed call kali ini dia harus menjawabnya.
"여보세요 (yeoboseyo), halo.."
"Min Ho yaa!!" teriak suara Song 과장님* (Song Gwajangnim) di seberang telepon tersebut sedikit memekakan telinganya sehingga dia harus sedikit menjauhkan ponsel dari telinganya.
"네, Song과장님 (Ne, Song Gwajangnim), ya, GM Song"
Min Ho menjawab dengan mantap teriakan Song 과장님 (Song Gwajangnim) dan segera mengiyakan ketika di panggil untuk datang ke kantor manajemennya.