Sepanjang malam kita berjalan saja. Berbincang banyak hal dan tertawa. Sampai larutpun kita tak pernah lelah. Menyusuri sudut-sudut kota, bergandengan sepanjang jalan dan menikmati setiap semaian rasa yang perlahan-lahan menghapus kesakitan yang telah berakar di dalam hatiku. Engkau tersenyum di bawah sinar lampu, bintang menonton malu dan langit tersipu pada kita.Dunia dan keadaanya memang berubah. Tetapi rindu dan perasaan tetaplah terukir untuk sebuah nama yang sama. Kehidupan dahulu memang tertatih-tatih untuk meyakinkanku bahwa bahagia tak selalu tentangmu, tetapi hari ini bahagiaku seluruhnya adalah ada padamu.
"Seandainya dulu aku tak menjauhimu mungkin kita telah melewati banyak hal bersama." Kataku sambil melirik manja ke arahku. Aku tersenyum. Lihatlah setiap butiran bahagia yang terpancar dari wajahku.
" Mungkin kita dipertemukan hari ini, kita butuh waktu delapan tahun untuk memikirkan bagaimana menghabiskan hari ini bersama." Aku meyakinkanmu bahwa semua hal yang terjadi tak pernah terlambat. Selalu ada tujuan terbaiknya. Selalu ada syukur setelahnya. Tak harus selalu disesali.
Setelah hari itu, aku lebih banyak bersamamu.
menghabiskan hari dan juga mencari pekerjaan untukmu, kontrakan dan juga menemuimu sepulang kantor. Hidupku kembali berseri. Aku menyatukan kembali semua yang tercecer ; rindu, rasa, dan mimpi.Mereka meyakinkanku tentangmu, tentang besok, tentang kita dengan segala kesempurnaan yang mereka rangkaikan dalam pikiranku. Kita bisa kembali jatuh cinta setelah delapan tahun tak bersua, masih dengan rasa yang sama, debar yang sama cepatnya dan aku berumur 29 tahun sedangkan engkau gadis cantik berumur 28 tahun.
"Aku tak pernah bermimpi utk bertemu denganmu lagi, tetapi sekarang kamu berdiri di hadapanku sebagai pria yang nyaris mengubah seluruh pesimismeku soal rindu, kamu adalah jawaban dari kekosonganku." Katamu sambil memutar tutup botol air mineral tanpa membukanya. Aku memindahnkan tutup botol itu disampingku, membiarkan tanngannya terbungkus telapakku dan mengusir dingin yang menghinggapi.
Aku tersenyum. Ada bahagia di setiap ucapanmu. Kita duduk di sini, di tepi jembatan dengan pemandangan sungai, gemericik air di antara bebatuan, angin malam dan tentu saja dirimu yang lebih indah dari bintang. Langit kosong, kota ini mulai sepi, waktu mengembalikan orang-orang untuk segera beristirahat juga alam yang mendinginkan bola bumi dengan hawanya, hari yang beranjak kelam. Kita kembali, aku mengantarmu ke kontrakanmu, engkau tak mau melepas tanganku saat turun, bahkan memelukku dengan sangat erat.
Dan setelah hari itu, tentang Bunga, aku bahkan belum bisa menyampaikannya. Sudah seminggu aku melewatkan ritual minum teh lemon, mengabaikan pesannya dan tak mempedulikannya. Ada salah yang mendiami hati, seharusnya kusampaikan tanpa menghilang dan menjauhinya, ia sangat pandai mengelolah hatinya, memisahkan yg harus dilupakan dan mempertahankan yang harus dipertahankan. Mungkin ia cukup tegas tentang itu, ia menerimanya.
Kata satpam ia selalu menungguku di cafe seberang jalan sampai sejam lalu pergi setelah lelah.
"Ibu Bunga sering duduk sendiri di meja itu, sampai jam tujuh lalu pulang, ia biasa memesan dua cangkir teh lemon hangat tetapi tidak meminumnya, memandang ke atas lalu pergi tepat pukul tujuh." Kata Pak Erdi satpam kantor sambil menunjuk ke arah meja itu.
"Dia juga sering bertanya ttg Pak SAmmy, tapi saya mengatakan bahwa Pak sudah pulang sejam yg lalu, ia terus saja duduk dan menunggu sampai sejam."
Besok pagi akan ku katakan padanya, meminta maaf lalu pergi. Aku tak bisa membiarkanmu mengetahui, ada gadis yang telah bersamaku dalam harap dan kesabaran. Ada peluk yang pernah mendekap tubuhku, dan ada tangan yang menepuk pundakku dalam ketakberdayaanku memperlakukan rindu yang begitu ceroboh merasukiku. Aku tak akan memporak-porandakan duniaku lagi dengan kepergianmu. Aku takut engkau membuat keputusan-keputisan yang lebih menyakitkan dari delapan tahun lalu. Akupun tak ingin salah paham lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kecerobohan RINDU /on Going/
Romantikaku sedang belajar untuk mendamaikannya dengan hati, sebab bagian bernama rindu itu tak bisa kuhindari dalam sekali klik. aku memapah rindu itu bersamaku dalam bayangan dan kenangan, membuatnya begitu ceroboh merebut duniaku yang dahulunya begitu...