Dan perlahan dunia itu bergeser. Membatasi rindu dan merangkak menjauhi apa yang disebut kenangan. Penerimaan yang ikhlas, pengertian yang baik dan keteguhan hatinya untuk tetap disisiku perlahan-lahan mengubah sesuatu yang selama ini tak pernah bisa ku ubah sendiri. Sesuatu yang selalu terlihat mudah untuk dilakukan namun aku selalu kalah pada pertarungan-pertarungan hati soal ini. Ia tetap di sana sebagai satu-satunya suporter meski ia tau, pria ini akan selalu gagal.
Ada rindu yang tetap menyerobot saat hening malam, membasuh relung-relung hatiku dengan permainananya dan mengubah segala keteguhan yang dibangun dengan susah payah, tetapi ia sungguh membelokan arah ke mana rindu itu seharusnya bermuara. Ia memamerkan matanya yang tegas menatap dan tentu saja menguasai seluruh isyarat mataku. Ia tetap ada di sana dalam segala lelahku bertarung melupakan.
"Apakah kamu lelah denganku yang selalu seperti ini?" Tanyaku saat berhadapan dengannya begitu dekat di dalam mobil.
Ia menggeleng, dengan senyum tipisnya yang mempesona, juga jemarinya yang mengelus kepalaku dan sinar matanya yang menabung berjuta-juta kekuatan untuk membuatku berjalan sebagaimana mestinya; ia masih berdiri di atas keyakinannya bahwa rindu-rindu itu mudah dikalahkan. Ada damai di setiap perlakuannya padaku. Ada energi baru yang mengaliri jiwaku untuk melihat sesuatu dengan lebih baik lagi. Ada potongan demi potongan harapan yang sedang ia susun untuk meyakinkanku bahwa hidup adalah apa yang ada hari ini.
"Tidak, aku tak pernah memilih lelah untuk itu, aku pernah sangat lelah dahulu dan lelahku sempat memisahkan kita, saat ini, aku akan tetap di sisimu, merebut hari-harimu dan mempertahankanmu di hatiku sedapat yang aku bisa." Jawabnya dengan suara penuh keyakinan.
Aku mendengarnya. Ia menyandarkan kepalanya ke bahuku. Terdiam beberapa saat. Aku mengelus rambutnya, sambil berkhayal seandainya dialah gadis yang membuatku gila selama ini mungkin kami telah menikah, memiliki anak dan hidup dengan bahagia. Mungkin kisah yang kulewati tak serumit ini. Mungkin segalanya terasa mudah dan pertarungan-pertarungan idiot ini tak pernah ada.
Mobil melaju meninggalkan kantor, aku menghentika tepat di depan rumahnya. Ia tak beranjak turun, tetapi terus menyandarkan kepala di pundakku dan kemudian memalingkan wajah dan memelukku.
"Aku percaya, sehebat apa dia dan rindu mencurangi aku, bersorak riang dalam ingatanmu, atau membunuh setiap rasa yang coba kau bangun untuk kita, aku tetaplah wanita yang tak takut bertarung dengan mereka yang tak nyata, aku siap menerobos pikiran dan ingatanmu dalam kenangan yang lebih dalam dari mereka." Ujarnya dengan suara pelan dan lembut.
Aku tersenyum , menemukan malaikat penyembuh yang tak takut hatinya terluka karena kecerobohan rindu yang begitu egois memperlakukanku, ia tetap di sana, ia tetap Bunga. Ia melepaskan pelukannya dan beranjak turun dari mobil dengan senyumannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kecerobohan RINDU /on Going/
Romanceaku sedang belajar untuk mendamaikannya dengan hati, sebab bagian bernama rindu itu tak bisa kuhindari dalam sekali klik. aku memapah rindu itu bersamaku dalam bayangan dan kenangan, membuatnya begitu ceroboh merebut duniaku yang dahulunya begitu...