Semerbak Rindu

39 3 1
                                    

Namamu Zelda, jurusan Bahasa Inggris. Rupamu adalah perpaduan genetis dari darah Flores yang dimiliki orang tuamu. Engkau tak tertarik pada kehidupan moderen, engkau mengagungkan warisan budayamu, membanggakan cara hidup masyarakat yang didalamnya engkau tumbuh dan menjadi dewasa. Kehidupanmu adalah terbatas pada doktrin kebiasaan, otoriterisasi kultur yang kau anut dan menempuh pendidikan sampai setinggi inipun bagimu adalah kemustahilan yang baru saja mendapat suntikan keberuntungan dari semesta. Engkau memaklumi pemahaman-pemahaman yang berseberangan denganmu, tetapi soal mempertahankan nilai-nilai yang kau anut adalah keharusan yang tak bisa ditawar dengan apapun.

Sebatas itu yang ku ketahui tentangmu. Perbincangan singkat kita di halte tadi pagi, dan engkau masih mengenalku dengan kata " Kamu yang kemarin, kan? Aku mengangguk mengiyakan, meski engkau tak menyebut namaku, aku bersyukur engkau tetap mengingatku seperti itu. Kenangan akan menerobos ke dalam pikiran bersama orang dalam situasi dan kejadian. Semuanya butuh proses. Aku akan merebut ingatanmu dan berkuasa atas semuanya.

Engkau mewarisi darah dari rahim yang dibelisi, itulah pikirku pertama. Pria yang menikahimu nantinya adalah pria yang wajib memaharimu seturut angka yang ditetapkan dalam perundingan adat. Banyak wanita dari tempatmu bahkan memilih tidak menikah. Aku bersemangat belajar, menyelesaikan kuliah dan tentu akan membelisimu. Percayalah, tanganku ini akan menghasilkan banyak uang. Aku akan menghadap kedua orangtuamu dan memastikan aku layak mempersuntingmu.

Bola mata coklat, kulit coklat dan juga ikal rambutmu memenjarakan aku dalam seonggok rasa yang bermetamorfosa menjadi rindu yang bergeriliya sepanjang hari tanpa kompromi. Termasuk pagi tadi, saat aku memutuskan datang ke halte ini tepat pukul enam lewat tujuh menit setelah tak bisa tidur semalaman memikirkanmu.

Taukah engkau? Saat malam mendekamku, mengkonsumsi wajahmu dalam mimpi-mimpiku adalah ritualku. Aku menarik-narik diri mendekatimu tubuhmu dalam angan, dan membuai rambut hitam legammu dalam  jemariku selama ilusi berkepanjangan hingga subuh. Asap-asap mengepul dari bibirku seolah menggambar wajahmu di dinding kamarku dan lembar-lembar putih tugas kuliahpun memunculkan sketsa bola mata coklatmu.

Dan tentang dirimu, ku sebut dirimu adalah sejuk di antara hawa panas kota ini, mata air di tengah kemarau gersang dan aku menebar semerbak rindu pada tingkap-tingkap hatiku. Adakah yang lebih naif dari perasaan ini yang hanya menikmatimu dalam pikiranku sendiri tanpa tau sedang apa kau, siapa yang bersamamu atau bagaimana harimu?

"Sammy? Pertanyaan retorismu mengulangi apa yang barusan kusebutkan, aku mengangguk dan tersenyum. Engkau menyungging senyum kecil di bibirmu, berpadu bola coklat matamu lalu rambut hitammu yang melengkapi pesonamj dan aku tak menolak memandangimu dalam sepuluh detik yang berharga tanpa berkedip.

Bis kampus datang lagi, engkau melompat naik, aku tetap di belakangmu. Di baris ketiga kita duduk, engkau di dekat jendela dan aku di sisi lorong. Tanganmu masih mencengkram ransel hitammu, dan beberapa menit kemudian engkau bersandar dan memejamkan mata. Tiga puluh dua menit berharga seharusnya, dan aku ingin bertanya banyak hal padamu, atau barangkali obrolan-obrolan ringan seputar kehidupan kampusmu. Tetapi engkau tak bisa menolak kenikmatan di balik jendela.

Gadis berkacamata yang duduk di barisan yang sejajar denganku tersenyum memperhatikan wajah kecewaku. Aku tak mempedulikannya, ia berdehem dan tersenyum lagi.

Angin kembali bersua dengan wajahmu di depan jendela bis, rambut hitammu bermain riang diterpa angin dan aku tak melepaskan tatapanku terhadap pemandangan dirimu yang pura-pura ku arahkan keluar jendela.....Aku bahkan lupa kalau aku belum makan apapun setelah kemarin sore.

Kecerobohan RINDU /on Going/Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang