Dunia di Bola Mata Coklat

16 4 0
                                    


Aku sedang melihat dunia di bola mata coklatmu. Dunia kecil, yang mungkin akan mnjadi besar sebentar lagi lengkap dengan cerita-cerita indah di setiap episodenya. Aku sedang merancang esok bersamamu kelak bila kita telah selesai menempuh pendidikan. Kita akan membangun hidup kita, memiliki putra-putri yang lucu.

Aku sedang memulainya, merebut hatimu, hati seorang gadis yang masih berkutat dengan tugas kuliah dan titah dosen. Seseorang yang sepertiku juga, terikat dengan segala akivitas yang merenggut masa muda dan kebebasan kita. Kita terpaku pada doktrin, kuliah menjanjikan masa depan kita. Kita hidup dengan menganut pemikiran, semakin tinggi pendidikan maka semakin berkelas kehidupan kita nantinya.

Apakah engkau pernah memprotes? Aku pernah melakukannya, mencontohkan beberapa nama sukses yang tak menempuh pendidikan. Tetapi aku kapok, diceramahi berjam-jam oleh ibuku, diolok kedua kakakku, dan deheman ketidaksukaan ayahku atas pikiran itu.

Apa yang kita kejar? Aku? Tentu saja aku mengejar decak bangga ayahku atau tangis syukur ibuku, atau barangkali dua jempol dari kedua kakakku yang telah melewati proses yang sama. Dan juga mengejar dirimu, membahagiakan dirimu, dan hidup bersamamu adalah akhir yang aku yakini, aku telah mengisyaratkan itu sejak awal, sejak pertemuan kita aku sudah menunjukan aku tergila-gila padamu.

Mungkin kita sama dan seharusnya aku lebih pandai menyelipkan diri di tengah kesibukanmu lalu kita bertukar cerita, berbagi tawa, menikmati sepotong roti bersama atau berebut utk meneguk sebotol air mineral, bukan di tempat mewah atau mahal, bahkan cafe-cafe favorit anak muda pun aku enggan, tetapi tempat dimana kau dan aku akan selalu membagi diri dalam estafet-estafet kenangan yang tak terlalu dipaksakan, paling tidak di halaman kampusmu ataupun di halte bis. Kita bisa berburu wi-fi gratis, mengerjakan tugas bersama dan aku mengantarmu pulang. Itu saja, dan itulah yang paling lazim.

Tapi kesempatan itupun tak pernah ada, hanya ada dua menit untuk menanyakan kabarmu lalu mendengar kata "baik" sebagai jawaban tanpa balik bertanya. Aku sedang menyiapkan jawaban, cerita bahkan ingin meminta pendapatmu dalam obrolan-obrolan kita, berbagi hal-hal yang memuakan di bangku kuliah, menggerutu tentang tugas-tugas yang menyiksa atau barangkali tertawa renyah atas kekonyolan-kekonyolan kita, seharusnya! Tetapi seperti merindukan hujan untuk kembali ke kota ini, aku tak berhak menentukan apapun selain berharap pada keberuntungan yang mendekatkan aku dan kamu.

Beberapa minggu sudah berlalu, dan aku masih mengejar dunia yang kutemukan disudut matamu dan kau tetap gadis sepuluh menit yang tak memperbolehkanku menerobos duniamu melebihi batas waktu dan kesepakatan yang kau tetapkan. Aku menginginkannya lebih dari sepuluh menit, sejam atau tiga jam.

Kecerobohan RINDU /on Going/Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang