Aku dan Bunga hanya bertemu sebagai teman berbagi hari, teman yang bertandang ke cafe seberang kantor dengan dua cangkir teh lemon saat lelah menyerang dan rutinitas kantor menguras tenaga. Kami menghabiskan tiga puluh menit sampai satu jam untuk berbicara. Dalam setiap kalinya, dan dia selalu berperan sebagai malaikat yang menjawab kegundahanku. Aku jarang mendengarkan keluhannya, entah karena terlalu pandai ia menyimpannya di dalam hati sehingga aku bahkan tak pernah bertanya atau aku yang selalu mendominasi keadaan agar didengarkan dan dimengerti olehnya tanpa balik bertanya.
Dan entah apa arti pelukanya semalam, aku bahkan lebih tidak mengerti, juga perkataan yang ia lontarkan dengan pilihan-pilihan kata yang menumbuhkn keraguanku untuk memaknainya lebih baik. Seharusnya lebih sederhana dan aku memahaminya dalam hitungan detik tanpa membuang waktu untuk memikirkan bagaimana memahaminya.
Aku memikirkannya semalaman, menciptakan opini-opini konyol dengan pikiranku sendiri, menduga dengan otakku sendiri dan belum berani berkesimpulan atas perkataannya itu. Mungkin ada sesuatu yang bisa ia ceritakan setelah sembuh nanti dan aku akan membalas kebaikannya dengan menjadi pendengar yang baik meski tentang kata-kata penguatan untuknya, aku belum sempat memikirkannya.
Tetapi perasaan berbeda soal pelukan itu. Bagaimana seorang gadis memutuskan memeluk teman prianya dengan begitu biasa saja. Adakah sesuatu yang ia perlukan? Semacam dekapan yang menenangkan atau elusan atau mungkin tepukan di pundak? Itu tak pernah ku lakukan, sementara aku menikmati setiap perkataannya dengan hati yang hangat. Mungkin seorang teman butuh itu.
Semuanya terjawab di pagi-pagi buta, pukul tiga pagi dengan pesannya.
"Sammy, jangan membuatku salah paham lagi, maaf untuk spontanitasku semalam, aku canggung, tetapi ada hal yang memabg tak salah bila ku lontarkan, aku hanya berpikir saat memelukmu, bahwa sedekat apapun kita, senyaman apapun kita, aku tak mungkin menggantikan dia, dan engkau tak bisa melenyapkan dia dari pikiranmu, tetaplah kita berteman dalam urusan kantor, soal obrolan-obrolan kita dan juga ritual meneguk teh lemon jangan kita teruskan, aku terlanjur salah paham".
Aku terkejut membaca pesannya. Bagaimana mungkin seorang wanita begitu mudah mengakui salah paham atas sebuah pertemanan. Bagaimana mungkin ia tetap memilih menyukai seorang pria yang jelas-jelas terobsedi dengan wanita lain? Aku memikirkannya. Aku membayangkan posisinya, bagaimana bertahan menjadi seorang teman baik saat ada rasa suka di hatimu terus bermekaran hingga tak mampu kau sembunyikan.
Entah apa yang sebenarnya sudah aku lakukan, aku merasa terlanjur merusak hari-harinya. Perasaan suka seinstan itu? Adakah wanita yg memutuskan mencintai seseorang hanya dengan bertukar cerita, ngobrol sepulang kantor dan meneguk teh lemon bersama? Adakah wanita tidak begitu mempersoalkan siapa yang ada di hati pria itu, yang terpenting bersama dengannya setiap hari?? Sudah empat tahun kami berteman, dan adakah wanita yang sesabar itu utk mendengarku menceritakan wanita lain sementara hatinya bertolak belakang, dan soal salah paham itu, ia tak pernah mengisyaratkan apapun dan pandai menyimpan semuanya sendiri?
"Bunga, aku butuh beribu-ribu karena darimu..... Mengapa harus aku? Kamu tau serusak apa hati yang ku punya, berantakan dengan kepingan rindu yang terinfeksi dengannya, bukankah nantinya ada luka yang memggerogotimu? Sajikan padaku beribu-ribu karena itu, dan aku akan merasa lebih baik untuk memutuskan jalanku."
Aku membalas pesannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kecerobohan RINDU /on Going/
Roman d'amouraku sedang belajar untuk mendamaikannya dengan hati, sebab bagian bernama rindu itu tak bisa kuhindari dalam sekali klik. aku memapah rindu itu bersamaku dalam bayangan dan kenangan, membuatnya begitu ceroboh merebut duniaku yang dahulunya begitu...