02

842 154 23
                                    

Darel

Waktu menunjukkan pukul enam sore saat mobil gue memasuki pekarangan rumah yang kosong, sama sekali gak ada kendaraan yang terparkir di sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Waktu menunjukkan pukul enam sore saat mobil gue memasuki pekarangan rumah yang kosong, sama sekali gak ada kendaraan yang terparkir di sana. Gue meraih ransel yang ada di jok belakang dan keluar dari dalam mobil.

Gue menghembuskan nafas lelah saat melihat lampu teras belum dinyalahin padahal rak sepatu yang sengaja gue letakkan di depan teras itu udah terisi penuh, tandanya semua penghuni rumah udah pulang.

Gue melepas sepatu gue, meletakkanya pada spot kosong rak sepatu dan membuka knop pintu yang ternyata gak dikunci.

Iris mata gue bertemu dengan iris biru gelap milik cewek yang gue benci banget untuk sekedar menyebut namanya. Cewek itu tersenyum ke arah gue, tapi gue balas dengan tatapan tajam penuh kebencian. Dan rasa benci itu bertambah saat melihat sebuah smirk terbit di bibirnya.

Gue mengepalkan tangan saat dengan sengajanya dia menyenggol bahu gue sebelum melangkah keluar rumah. Rahang gue mengeras. Dengan kasar gue menutup pintu dan melangkah menuju ruang makan karena suara bising yang berasal dari sana menandakan para titisan setan lagi berkumpul.

"Leo mana?"

Semua orang yang lagi ngumpul di meja makan menoleh ke arah gue dengan ekspresi terkejut. Bara bahkan sampai tersedak makanannya saat melihat gue udah berdiri di dekatnya.

Gak ada jawaban. Raskal dan Adriel memilih buat lanjutin makan walaupun gue yakin banget mereka sebenernya pengen jawab cuma takut salah ngomong. Bara bangkit dari duduknya dan berjalan menuju dispenser yang ada di sudut ruangan buat ambil minum, sedangkan Keanu lebih memilih menyereput air putihnya sambil sesekali melirik gue.

Ini alasan kenapa gue gak suka kacang. Selain ngunyahnya capek dan nimbulin jerawat kalau mengonsumsi terlalu banyak, kacang juga menimbulkan rasa perih di hati.

"Leo mana?" gue mengulang kembali pertanyaan itu dengan nada yang sedikit tinggi.

"Di kamarnya," itu suara Keanu.

Tepat setelah mendapat jawaban itu gue melangkah menaiki tangga menuju kamar dengan pintu bercat putih yang letaknya tepat di samping kamar gue. Gue tau semua orang yang ada di meja makan menatap gue dengan tatapan cemas. Jelas mereka tau kalau gue sekarang lagi dalam mode kesal luar biasa.

Gue memutar knop pintu yang ternyata gak dikunci. Dan tepat seperti dugaan gue, dia ada di sana. Berdiri di balkon sambil memandangi tanaman yang ada di taman belakang dengan rokok yang terselip di bibirnya. Kasurnya berantakan, bantal berserakan di lantai dan dia cuma memakai denim hitamnya tanpa kaos atasan.

"Kalau lo mau marah-marah pending dulu ya, tunggu rokok gue abis."

Ah ternyata dia menyadari kehadiran gue padahal dia lagi berdiri membelakangi pintu dan gue pun sengaja membuka pintu pelan-pelan.

Tacenda [Republish]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang