Ps: Darel ini anak satu-satunya ya, maafkan kegaktelitianku dalam penulisan part sebelumnya huhu :")
***
Darel
Sewaktu gue kecil, gue sama sekali gak pernah terpikirkan untuk menjadi seorang dokter. Gue suka gambar. Gue suka semua yang berhubungan dengan kuas, pensil, krayon dan segala elemen penting lainnya yang digunakan untuk menggambar. Tapi lagi-lagi apa yang kita inginkan gak pernah sejalan dengan kenyataan.
Gue mau jadi seniman. Tapi kenyataan gak mengizinkan gue untuk menjadi seperti itu.
Terlahir di keluarga yang hampir semuanya berprofesi sebagai dokter, gue sama sekali gak bisa membantah perintah kedua orangtua gue untuk jadi sama seperti mereka. Bokap gue seorang dokter bedah yang jam prakteknya padat. Nyokap gue punya klinik kecantikan yang tiap harinya ramai pengunjung dan juga jadi pengusaha brand kecantikan yang namanya cukup dikenal masyarakat luas. Sebagai anak tunggal, gue menjadi satu-satunya orang yang bisa mereka andalkan untuk meneruskan profesi turun-temurun itu.
Sekalipun gue gak suka.
Sekalipun gue gak ingin.
Gue tetap harus menurutinya.
Darel Azio Farjana adalah anak penurut yang selalu mengikuti apa kemauan orangtuanya.
Gue gak pernah membantah perintah mereka karena gue terlalu takut buat mereka kecewa.
Mungkin... Banyak orang yang berpikiran bahwa menjadi anak tunggal sangat membahagiakan. Semua keinginan kita akan dituruti. Semua kasih sayang hanya tertuju untuk kita.
Tapi kenyataan yang gue dapat gak kayak gitu.
Jadi anak tunggal memiliki tanggung jawab besar. Karena... Cuma gue satu-satunya anak yang orangtua gue punya. Cuma gue yang bisa bahagiain mereka. Cuma gue yang bisa mereka andalkan.
Berat.
Bahkan kalau gue gak nguat-nguatin diri gue sendiri rasanya gue mau nyerah.
Dan setiap gue mau nyerah, dia selalu dateng dan menyemangati gue. Meyakinkan gue kalau gue pasti bisa ngelewatin ini semua.
"Ayok semangat! Aku yakin kamu pasti bisa!"
"Pacar aku 'kan hebat, masa gini aja nyerah?"
"Aku mau liat kamu pake stetoskop sama jas putih, pasti gantengnya bertambah deh!"
Kalau mengingat itu semua, gue gak bisa menahan diri untuk tertawa. Tertawa karena tingkahnya yang menggemaskan dan terlihat selalu ceria padahal dia gak seceria itu. Dan juga tertawa karena mengingat kebodohan gue yang berhasil membuat gue kehilangan dia.
Fadella Trisha Qiana, dia selalu berdiri di deretan terdepan untuk menyemangati gue.
Gak peduli sekacau apa keadaan dirinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tacenda [Republish]
Ficción General[ON HOLD] (n.) things better left unsaid; matters to be passed over in silence "Not all words should be spoken."