Keanu
Udah hampir lima belas menit gue duduk di hadapan laptop gue, tapi belum ada satu kalimat pun yang berhasil gue tuliskan di sana. Entah ini udah keberapa kalinya gue menghela dan menghembuskan napas setelah menerima telepon dari rumah gue beberapa menit yang lalu."Ibu sakit, Den. Diajak ke dokter gak mau, dari tadi pagi cuma diem di dalem kamar."
Nyokap gue termasuk orang yang jarang sakit. Kalaupun sakit cuma sekedar flu ringan yang masih memungkinkan dia buat ngejalanin aktivitasnya. Meskipun orang rumah menyuruhnya untuk istirahat, dia gak akan mengidahkannya selagi dia masih kuat.
Kalau keadaannya cuma diem di kamar kayak sekarang, tandanya dia bener-bener gak baik-baik aja.
Gue memasukkan semua barang-barang gue ke dalam tas. Gue harus ke Jakarta secepat mungkin sebelum semuanya terlambat dan melahirkan sebuah penyesalan baru. Setelah keluar dari toko, gue berpapasan dengan sosok yang kira-kira hampir seminggu ini gak gue temui. Sosok yang waktu itu gue tinggal selama berjam-jam di kedai bubur ayam dengan kurang ajarnya. Sosok yang gak berhasil gue temuin pasca kejadian itu, entah gue yang mencarinya gak begitu teliti atau dia yang emang sengaja menghindari gue.
Dia keliatan terkejut waktu ngeliat gue, tapi dengan cepat ekspresi terkejutnya itu terganti dengan ekspresi dingin yang gak pernah gue liat dari dia sebelumnya.
"Mel...," kenapa dengan nyebut namanya aja rasa penyesalan itu makin bertambah memenuhi rongga dada gue?
Ada senyum yang terbit di bibirnya, tapi gue merasa kalau senyum itu berbeda dari senyum-senyumnya yang sebelumnya.
"Hai, Kak?"
Gue membalas senyumannya, sekalipun gue tau kalau mungkin aja senyum yang dia kasih ke gue kali ini adalah senyum palsu karena rasa kecewa dia sama gue yang masih begitu besar.
Ngeliat sosoknya berdiri di hadapan gue lagi kayak gini, entah kenapa gue ngerasa sedikit lega. Gue lega karena dia baik-baik aja, meskipun mungkin gak sepenuhnya baik-baik aja juga.
"Sama siapa ke sini?"
Dia gak langsung menjawab. Hal itu membuat rasa penasaran gue memuncak. Apa lagi sekarang gesture yang dia kasih nunjukkin banget kalau dia terkesan takut buat ngasih tau sama siapa dia dateng ke sini.
"Sama gue."
Sosok lainnya tiba-tiba dateng. Sosok cowok yang udah familiar banget buat gue, sekaligus sosok yang sangat gue takutin gangguin atau nyakitin Melody lagi. Sekarang sosok itu dengan santainya ngerangkul bahu Melody. Melody keliatan kaget waktu cowok itu ngerangkul bahunya, dan juga keliatan jelas banget kalau dia gak nyaman dengan itu.
Tapi dia membiarkannya. Dia gak ada usaha untuk ngelepas itu.
Gue cuma tersenyum ngeliatnya. Setelah itu, Marcel langsung membawa dia masuk dan meninggalkan gue yang cuma bisa menatapi figurnya dari belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tacenda [Republish]
Ficción General[ON HOLD] (n.) things better left unsaid; matters to be passed over in silence "Not all words should be spoken."