Part 52 : Penilaian

10.1K 868 95
                                    

Saat Rara sedang memandangi wajah Alan, Maminya datang dengan membawa sebaskom air dan handuk untuk mengompres.

Rara segera mengambil alih baskom itu dari Maminya dan menempelkan handuk kompres di dahi Alan.

"Kamu harus kasih Alan kejelasan, Sayang," ucap Maminya. "Kamu harus tahu, Alan itu sayang sama kamu, kamu jangan menyia-nyiakan perasaan tulus Alan. Beri dia penjelasan. Coba kamu tanya sama orang-orang di sekitarmu, pasti jawabannya, kamu harus segera memberinya kejelasan."

"Rara juga pengen kasih jawaban ke Alan, Mi. Tapi ... Rara nggak pantes kasih jawaban itu, Alan itu terlalu sempurna bagi Rara."

"Apapun itu, kamu harus jelasin ke Alan." Ia menepuk pundak Rara. "Mami mau ke kamar dulu, kamu lanjut istirahat ya, besok harus sekolah."

Rara mengangguk patuh. "Selamat malam, Mi."

Ia tersenyum. "Selamat malam juga, Rara sayang."

Rara duduk di samping Alan. Dengan ragu dan perlahan, ia mendekatkan tangannya ke wajah Alan.

Dekat, dan semakin dekat. Namun, ketika sudah hampir menyentuh Alan, Rara menarik tangannya menjauh.

Astaga, gue ngapain sih?

Rara menggelengkan kepalanya dan melangkah pergi.

Tepat ketika pintu ditutup, seutas senyum kecil terbit di wajah Alan.

Perlahan, Alan membuka mata sayunya. "Gue harap, perasaan gue berbalas, Ra," lirih Alan lalu kembali menutup mata.

💄💄💄

Rara memasuki halaman sekolah dengan langkah berat dan sedikit melamun.

Ia memikirkan tentang kejadian tadi malam, tepatnya, saat Rara tidur di kamar Alan.

Kamar Alan sangat bersih dan rapi. Terdapat beberapa bingkai foto di sana, dan itu adalah foto Rara dari kecil sampai sekarang.

"Astaga Rara, fokus Ra! Lo lagi jalan, gimana kalau nabrak orang?" maki Rara pada dirinya sendiri.

"Rara." Seseorang menepuk bahu Rara membuatnya kaget.

Saat Rara menoleh, ia melihat seorang laki-laki berdiri di sampingnya. "Dimas?"

"Iya, gue Dimas. Bisa ngomong sebentar nggak?"

"Oh, bisa."

Kalau dulu, Rara akan membatin dengan girang karena Dimas mengajaknya mengobrol sebentar, namun tidak untuk sekarang. Rara malah bingung mengapa Dimas ingin mengajaknya mengobrol.

"Follow me," ajak Dimas yang diangguki Rara.

💄💄💄

Kini, Rara dan Dimas berada di samping tangga lantai 1.

"Lo udah tahu video yang di Instagram belum?" tanya Dimas.

Rara menggeleng. "Video apaan?"

Dimas merogoh saku celana dan memberikan ponselnya pada Rara. "Coba lo tonton video ini."

Rara menerima ponsel Dimas dengan ragu dan melihat ke layarnya.

"Astaga," gumam Rara saat mengerti apa isi video tadi. "Ini siapa yang sebarin?"

"Gue," jawab Dimas membuat Rara menatapnya.

"Kenapa lo sebarin video ini? Kasihan Clara."

"Gue lebih kasihan sama diri gue sendiri. Gue berjuang dan rela ngelakuin apapun demi dia, tapi dia malah anggep gue mainan dan  seakan nggak menghargai usaha gue. Gue rela beliin dia apa aja! Gue rela tapi .... " Mimik wajah Dimas berubah sendu.

Dimas menatap Rara yang sedang menatapnya balik. "Maaf," ucapnya singkat.

"Maaf? Buat?"

"Karena gue udah nyakitin hati lo, maaf. Gue nggak tahu kalau lo nyimpen perasaan ke gue," jawab Dimas.

Rara tersenyum. "Yang itu sudah berlalu. Mungkin itu cara Tuhan memberitahukan, kalau kita tidak berjodoh."

Dimas ikut tersenyum. "Gue harap, lo bisa jadian sama Alan, Ra. Dia cowok yang baik, dan dia juga sayang banget sama lo."

Melihat raut wajah Rara yang terlihat bingung, Dimas melanjutkan kalimatnya. "Itu saran dari gue, Ra. Karena gue juga laki-laki, jadi gue tahu kalau Alan itu nyimpen perasaan sama lo, dan menurut penilaian gue, dia itu ... tulus."

💄💄💄

Next part = THE END!

An Ugly Girl ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang