Budidayakan vote sebelum membaca!
Happy Reading!
Renata bangkit berdiri saat seorang dokter baru saja keluar dari ruangan Shaidan.
"Dok, gimana kondisi Shaidan?"
Dokter itu terdiam, lalu menggelengkan kepalanya kemudian, "Kami tidak bisa menyelamatkan nyawanya. Maaf." Sungguh, Renata tak kuasa mendengar semua ini. Pasalnya, ia sendiri yang membuat Shaidan seperti itu.
Renata pun terduduk kaku di kursi tunggu, disana ada Malvin dan juga ada Raina. Malvin otomatis ikut duduk di samping cewek itu dan membawa gadisnya kedalam pelukannya.
Renata menangis, lebih tepatnya terisak. "Vin, gue salah. Gue yang buat Shaidan jadi begini. Gue jahat, Vin, jahat." Renata memukul pelan dada Malvin dan cowok itu hanya diam sembari memejamkan matanya.
Perlahan, Renata merasakan elusan pelan di punggungnya. "Nggak usah salahin diri kamu. Kamu nggak salah dan kamu nggak jahat. Siapa yang bilang? Aku nggak bakal biarin siapapun ngomong begitu ke kamu."
Cewek dengan rambut panjang itu pun melepaskan pelukannya. Ia menatap Raina yang mematung menatap pintu putih bersih di depannya. Raina meneteskan air matanya satu persatu.
Renata menghampiri cewek itu, lalu memegang pundaknya. "Maafin gue, Na. Gue nggak bisa cegah Shaidan pergi."
Raina terdiam, lalu menatap kedalam manik mata Renata. Semenit kemudian, Raina menyerang cewek di depannya dengan pelukan erat.
"Kak, makasih. Lo udah buat hidup kak Shaidan lebih berwarna walaupun hidup dia cuman sampai sini. Tapi setidaknya gue bisa liat senyum terakhir dia."
Renata mengusap punggung Raina pelan, ia menahan air matanya untuk tidak keluar kesekian kalinya. "Lo yang sabar, ya. Gue disini juga kehilangan."
Raina mengangguk lalu tersenyum kemudian, "Pasti, kak."
***
Renata tersenyum miris melihat Boneka beruang yang di pegangnya. Ya, boneka pemberian Shaidan beberapa waktu lalu."Lo pergi cepet banget, sih? Gue masih mau curhat sama lo, Dan."
"Maaf gue emang nggak bisa bales perasaan lo. Karena gue nggak bisa. Please, lo udah buat gue merasa bersalah." Renata mengelus kepala boneka yang ada di pangkuannya.
"Kapan kita bisa ketemu lagi? Gue kangen." Renata membalik boneka itu, terdapat sebuah tombol tepat di belakang tubuh boneka tersebut. Kenapa ia baru menyadarinya? Mungkin gara gara ia baru sempat untuk melihat detail boneka itu.
Jari Renata terulur untuk menekan tombol itu, tombol berwarna merah itu pun menyala, membuat suara seseorang terdengar dari boneka tersebut.
'I Love You, Renata. Shaidan Miss You.'
Renata membulatkan matanya, ia mendengar suara Shaidan. Ya, tak salah lagi, itu adalah suara cowok itu. Renata memencet tombol itu untuk yang kedua kalinya.
Tapi tetap, suara Shaidan yang terdengar. Renata tersenyum lembut lalu memeluk boneka itu dengan erat. Semoga saja, boneka ini bisa menghapus rasa rindunya pada Shaidan.
***
"Kamu mau kuliah dimana?" Renata yang tadinya diam menatap jalan didepannya pun menoleh ke arah Malvin."Aku? Planningnya sih di luar dari Indonesia. Tepatnya Jerman."
"Maksud kamu diluar negeri?" Renata hanya mengangguk membalas pertanyaan cowok di sampingnya yang masih fokus menatap jalan raya.
"Kalau kamu di luar negeri aku gimana?" Tanya Malvin sambil mengerucutkan bibirnya membuat Renata ingin tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Badboy Husband (SUDAH TERBIT)
Ficção Adolescente(SUDAH TERBIT DAN TERSEDIA DI SELURUH GRAMEDIA INDONESIA) Aku tidak ingin munafik, Tapi siapa yang tak suka bila menikah dengan seorang Most Wanted sekolah? -Renata Juliana Siapa yang suka jika di nikahkan dengan Cewek Nerd seperti dia? -Malvin Bask...