Tubuh tinggi tegap itu memang terbujur dengan santai diatas kasur king size berlapis sprei dingin nan lembut berwarda darkblue. Tapi matanya tak bisa memnyembunyikan gangguan dari pikirannya yang masih terpaut pada perempuan yang tidur di ruang sebelah. Tidur dikamarnya. Karena kejadiah ribut di lantai bawah tadi ia terpaksa harus mengungsi dan memberikan ruangan pribadinya pada perempuan malang itu.
"Tidur Dein. Lo juga butuh istirahat" ucap Dain yang baru selesai membersihkan tubuhnya di kamar mandi dalam kamarnya.
Mata Dein melirik kearahnya sekilas. " Mana bisa gue langsung tidur. Gue masih khawatir sama keadaan Jill"
"Dia pasti juga udah merem gara-gara kecapekan ngadepin ribut-ribut tadi" Dain melangkah kearah lemari bajunya sambil mengeringkan rambut basahnya dengan handuk yang melingkar di pundaknya.
"Hhhh.. " Dein menghela napas dalam.
Ia sama sekali tak pernah tahu kalau selama ini kekasihnya itu memiliki hubungan yang sangat buruk dengan adiknya. Walaupun ia sendiri sempat memiliki masa-masa yang buruk pula dengan kembaranya. Tapi setidaknya tidak sampai membuat maminya menjerit histeris layaknya ibu Jill.
Ibu Jill juga pasti sakit hati mendengar anak-anaknya berebut dan menuduh anak pungut hanya karena tampilan mereka berbeda. Bukannya setiap seluarga memiliki gen yang berbeda-beda. kalau pun anaknya tidak mirip dengan orang tuanya ataupun saudaranya pasti dari keluarga yang lain ada kemiripan.
Ah.. memikirkan sikap Milla membuat Dein geram. Bagaimana tidak, betapa piciknya anak ingusan itu. Dan betapa beraninya dia menuduh kakaknya sendiri sebagai anak pungut di depan kedua orang tuanya.
Anak itu butuh psikiater, batin Dein.
"Hhhh..." Sekali lagi Dein menghela napas.
"Lo mau?" terdengar suara Dain lagi.
Manik mata abu-abu Dein menggelinding lagi kearah kembarannya yang sudah menyodorkan sebuah botol kecil berwarna putih kearahnya. Dahi Dein mengerut kemudian.
"Apa itu?" tanyanya.
"Obat tidur" jawab Dain yang terlihat memasukkan beberapa pil kecil mungil berwarna kuning itu kedalam mulutnya kemudian meminum air dari gelas yang tergeletak di meja sampingnya.
Mata Dain menyipit. " Papi tau lo makek obat begituan?" tanyanya curiga.
Dain menggeleng.
"Kalau Papi tahu..mampus lo!"
"Gue butuh ini buat bisa tidur disaat kesibukan artis dan sekolah gue numpuk"
"Tapi nggak harus tiap malem minum kan?"
Sebelah alis Dain terangkat. " Siapa bilang gue minum tiap malem? Lagian gue konsult ke dokter buat pemakaian obat tidur dalam kadar aman buat badan"
Dein memandang kembarannya dengan aneh.
"Mau nggak?" tanya Dain jengah mendapati tawarannya masih tak ditanggapi kakaknya.
Dein menggeleng. " Gue rasa gue masih normal, jadi nggak butuh obat begituan"
"Lo kira gue udah nggak normal?!" sengap Dain lalu berbalik dan melempar botol kecil itu kedalam lemarinya.
Dein tak menjawab. Ia diam sambil menggeser tubuhnya sedikit ketepi, mendekati tembok. Itu karena ia melihat si empunya kasur akan melompat keatas tempat tidur di sampingnya.
"Gue butuh ini buat bisa tidur nyenyak terkadang. Lagi pula besok gue ada rapat di agensi jam 8 pagi. Gue nggak boleh telat. Apalagi setelah melalui malam berat kek gini, gue nggak yakin bisa tidur kalau nggak pakek obat ini" terang Dain sambil memposisikan badannya senyaman mungkin di atas kasurnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TWINKLE LITTLE BROMANCE (Completed)
Romancekembar identik tak selamanya selalu sama. ada dua otak yang memiliki pemikiran yang berbeda. Watak pun jelas sangat berbeda. Apa jadinya bila keduanya memiliki dunia mereka sendiri? Sang adik yanh notabene artis terkenal dengan puluhan juta fans fan...