Were- what?

143 14 0
                                    

Diandra POV
Tidak banyak yang kulakukan semenjak menjadi seorang Alpha. Hanya menjaga teritoriku, berlatih, dan sebagainya.
Aku senang mengamati pertumbuhan para pups, dan kemarin Megan sudah bisa mengucapkan kata pertamanya, yaitu mom, Ia memanggilku mom, dan Tyler sudah bisa mengubah dirinya menjadi wujud manusia. Yeah!

"Diandra." Panggil David begitu Ia memasuki kastil.
"Ada apa?"
"Saat aku berburu tadi, aku menemukan ini." Ucapnya sambil mengangkat sebuah perangkap.
"Wow, apa itu dekat dengan teritori kita?"
"Kutemukan didalam teritori kita. Kita harus berhati-hati, apa lagi para pups, jika terkena perangkap ini, kaki mereka bisa putus." Ucap David.

"Baiklah, nanti aku akan menyisir setiap sudut teritori, dan aku juga akan memberitahu para pups." Jawabku lalu bangkit dari sofa. Namun David mendekapku dalam pelukannya. Sesekali Ia mendaratkan kecupannya di bibirku. Baru saja aku akan menikmati sensasi ini, sebuah lolongan mengusik telingaku, juga David.

"Suara apa itu?" Tanyaku.
"Tidak tahu, abaikan saja sayang." Jawabnya kembali menciumku.
"No, suaranya terdengar dekat. Jangan-jangan seseorang terkena perangkap itu." Ucapku panik lalu melepaskan diri dari pelukan David, mengambil mantel dan melesat keluar, disusul oleh David.

Suasana gelap hutan tidak menghentikanku menyusurinya. Benar saja sesosok mahluk terkena perangkap mirip dengan yang dibawa oleh David.
Mahluk itu menggeram dan mendengking kesakitan.

"Tenanglah mahluk kecil, aku akan mencoba melepaskanmu." Bisikku mengelus kepalanya. Mahluk itu menatapku, wait a minute, aku merasa sangat familiar dengan mata itu.

"Menjauh Diandra, Ia bukan hewan biasa, Itu werecoyote." Tegur David menarik tanganku.
"Were-what?"
"Werecoyote. Kau tahu. Coyote. Mirip serigala hanya saja lebih buas dan licik." Jelas David sambil bergidik.
"Tapi Ia terluka. Dan Ia berada di wilayahku. Aku harus menyelamatkannya, dan kau akan membantuku." Ucapku tegas, menggunakan Alpha tone, mataku berubah merah, membuat David mengangguk pasrah. I'm sorry David.

Kami menarik perangkap itu hingga patah. Mahluk itu lemas dan pingsan kehabisan darah.
Kami lalu melesat membawa mahluk itu kekastil.

Aku mengelap kakinya yang dipenuhi noda darah.
"Kau yakin Ia werecoyote? Kenapa Ia tidak pulih?" Tanyaku khawatir melihat kakinya yang tak juga pulih dengan cepat.
"Kelebihan werecoyote adalah tak kenal takut, serangan dan tenaganya yang besar. Namun untuk pemulihan, sedikit lebih lambat dari werewolf. Jadi tenanglah." Ucap David.
Aku hanya mengangguk dan berjalan kearah dapur.

Aku menyiapkan steik, dan air. Siapa tahu setelah sadar, Ia lapar. Sepasang tangan yang melingkari tubuhku membuatku sedikit terjengkit.
"Kau tahu, aku merindukan aroma manismu sayang." Bisik David.
"Aku hanya kurang mandi." Jawabku bercanda.
"No, kau selalu gelisah, tegang, dan berusaha terlihat kuat. Membuat aromamu menjadi sedikit asin. Jadi jika terjadi apa-apa, ceritakan padaku, jangan kau pendam sendiri. Dan jangan putus mind link kita." Bisik David sambil menciumi leherku.

"Baiklah nyamuk tua." Ucapku, berbalik dan mengecup bibir tipisnya itu.

Geraman kecil membuatku menoleh, werecoyote itu sudah bangun.
"Hey manis, bagaimana keadaanmu." Ucapku sambil mengelus kepalanya, Ia menggeram dan berusaha menggigitku.
"Hati-hati Diandra, sudah kukatakan werecoyote itu buas dan kejam." Protes David.

"Coba tunjukan bahwa kau Alpha, atau aku bisa menggeram padanya. Siapa tahu dia berubah." Ucap Lucy sambil menguap.
Kurasa itu ide bagus, lalu Lucy mengambil alih tubuhku.
Ia kemudian menggeram dan mengaum. Membuat werecoyote itu mengkerut takut dan perlahan berubah menjadi sosok wanita. Oh Moon Goddess.

"Lindsay?" Pekikku.
"Kau mengenal wanita ini?" Tanya Lucy dan David bersamaan.
"Yeah. Ia sahabatku. Bagaimana bisa Ia adalah werecoyote?" Aku menggeleng tak pecaya lalu mengambil alih tubuhku kembali.
Aku melesat mengambil satu setel pakaianku dan meletakkannya didekat Lindsay yang telanjang. Lalu menutup mata David dengan tanganku.
"Jangan mengambil kesempatan dalam kesempitan nyamuk tua." Desisku.
"No ma'am. Bagaimana aku berani." Jawabnya terkekeh.
Aku mendengus dan mendekati Lindsay.

"Lindsay. Hey." Ucapku mendekatkan wajahku padanya.
"Diandra? Oh my God. Diandra? Kaukah itu? Aku sungguh merindukanmu." Pekiknya memelukku.
"I miss you too. Apa yang terjadi. Bagaimana bisa kau menjadi werecoyote?" Tanyaku. Ia duduk dengan canggung sambil menutupi tubuh polosnya dan melirik David.
Aku memutar mataku malas.
"David. Pergi sana. Hanya kau satu-satunya pria disini." Usirku. David tersenyum jahil dan melesat meninggalkan kami.
"Nah sudah. Pakailah bajuku dulu. Dan ceritakan semuanya." Lanjutku.

"Kukira ini hanya legenda keluargaku. Nenekku pernah bercerita kalau keluarga kami adalah pelayan seorang penyihir. Penyihir itu menculik anak-anak, membuat leluhurku tidak tega dan diam-diam berhianan membebaskan para tawanan. Itu membuat penyihir tersebut murka dan mengutuk setiap keturunan keluarga kami menjadi coyote. Hewan pengais sampah rendahan." Ucapnya menghela nafas.

"Lalu kapan kau berubah? Selama kita tinggal bersama, kau tidak pernah berubah." Tanyaku.

"Itu memang benar. Sejak kau meninggalkanku 15 tahun yang lalu, aku tidak memiliki teman sekamar. Patrick sudah menikah. Membuatku semakin ketakutan. Kau tahu aku sangat anti sendirian dan kegelapan. Suatu malam, saat bulan purnama, aku sudah berada dihutan. Sejak itu aku tidak pernah pulang kembali. Aku mulai hidup seperti hewan, mengais makanan, berburu, dikejar pemburu dan hewan yang lebih besar. Puncaknya ketika aku terkena perangkap sialan itu. Kukira diriku akan mati." Tangis Lindsay pecah mengakhiri ceritanya. Ia pasti sangat terguncang.

"Sttt... aku disini Lind. Maafkan aku saat itu bodoh meninggalkanmu sendirian." Ucapku memeluknya.

"David kemarilah. Tenangkan Lindsay dengan kekuatanmu." Ucapku me-mindlink David.
"Tadi mengusirku, sekarang memanggilku. Dasar plin-plan." Dengusnya kesal. Namun aku tahu Ia hanya bercanda. Sekejap kemudian, Ia sudah berada didepanku.
Sebelum Ia duduk di sebelah Lindsay, aku menarik lengannya dan mencium bibirnya sejenak lalu mengedipkan sebelah mataku.
"Itu bayaranmu. Dan malam ini akan kuberikan yang lebih dari itu." Godaku. Membuatnya menyeringai. Ia mengedipkan sebelah matanya membalasku.

Ia merangkul Lindsay, dan memejamkan mata.
Guncangan bahu Lindsay berkurang, lalu Ia menatapku.
"Tenanglah. Kau sahabatku. Aku akan menjagamu." Ucapku menenangkan. Ia hanya tersenyum.
"Aku sudah lama tidak ke apartment kita. Sudah pasti barang-barang kita telah lama dibuang." Ucapnya menyesal.
"Tidak apa. Lagi pula. Ini rumahku sekarang. Rumah kami." Jawabku sambil melirik David.

"Anyway. Ini David. Pasanganku. Ia seorang vampire." Ucapku. David mengulurkan tangannya.

"David Beaufort. Nice to meet one of my mate's best friend." Ucapnya.
"Lindsay Moore. Nice to meet you too." Jawabnya canggung.

"Hey Lind. Bagaimana jika kau tinggal disini?" Tawarku. Lindsay melirik David sejenak.

"That's a good idea my love. Semakin ramai kastil ini semakin bagus." David menimpali dengan riang.

"Siapa yang akan tinggal disini?" Sebuah suara merdu dari arah pintu kastil menginterupsi.
"Mom. Kau sudah kembali?" Tanya David.
"Ya. Ini sudah hampir subuh. Aku tidak ingin terbakar. Siapa wanita cantik ini?" Tanya Louise tersenyum manis.
"Louise. Kau ingat Lindsay? Sahabatku? Bolehkan Ia tinggal disini? Karena Ia tidak memiliki tempat lain untuk tinggal." Tanyaku sedikit memelas.
"Sure. Seperti kata David. Semakin ramai. Semakin bagus." Jawab Louise.
"Really? Thank you Louise." Pekikku girang.

"Are you guys sure?" Tanya Lindsay ragu.

"Yes!" Jawab kami bersamaan.
Ia akhirnya mengangguk. Louise tersenyum manis pada Lindsay.
"Welcome to the family Lindsay. Tapi maaf aku tidak bisa terlalu lama, matahari akan muncul. Selamat pagi." Ucap Louise memeluk Lindsay sejenak dan melesat kekamarnya.

"Thank you so much." Ucap Lindsay sambil memelukku.
"You're my sister. Sister always look out for each other." Jawabku membalas pelukannya.

The UnityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang