Seorang bocah berusia 12 tahun tengah berjalan menyusuri Kota Seoul di malam hari. Seperti biasa, ia selalu membawa seperangkat kotak semir ke manapun ia pergi, karena memang itu mata pencahariannya. Lima hingga sepuluh pasang sepatu terkadang ia kerjakan demi menukarnya dengan uang.
Memang, tidak sedikit orang yang mengolok-oloknya, namun hal itu tidak membuatnya gentar. Cita-cita menjadi orang sukses yang sudah terpatri sejak dulu membuatnya kebal akan olokan itu.
Wajahnya berbinar, senyum di bibirnya kian mengembang, menunjukkan betapa gembiranya ia hari ini. Bagaimana tidak, pendapatan hasil menyemirnya hari ini jauh lebih banyak dari hari sebelumnya. Bocah itu berhasil menyemir sebanyak 30 pasang sepatu dalam waktu kurang dari 24 jam. Ini menjadi recore pertamanya dalam sejarah hidup selama 3 tahun ia jadi tukang semir. Perasaan bangga meliputinya.
Di pinggir jalan, ia melihat sebuah kedai yang menjual kue beras, nampaknya sangat nikmat jika dimakan sebagai obat rasa lapar. Dibelilah 2 kantung kue beras, 1 untuknya dan 1 lagi untuk Eomma-nya. Tidak, ralat- untuknya saja, sebab Eomma-nya sudah lama tidak makan dan minum bahkan membuka mata. Penyakit komplikasi yang diderita merenggut 95% nyawanya, sudah 5 tahun ini ia koma dan terbaring di rumah sakit.
ST MERRY HOSPITAL
SEOUL"Lalu apa yang harus kita lakukan, Seonsaengnim?" Seorang suster kelimpungan mencari solusi untuk menangani pasiennya.
"Lakukan Euthanasia (suntik mati)." Dengan seenak jidatnya, orang yang dipanggil Dokter itu berkata demikian sebagai keputusan akhir. Memang, jabatannya tidak hanya sebagai Dokter, tapi juga pemilik rumah sakit ini. Itu sebabnya semua kendali ada di tangannya. Kejam bukan? Tentu saja.
"Mwo?" Suster itu membuka mulutnya hingga lupa bagaimana caranya untuk menutup.
"Wae? Apa kau ingin membantah?"
"Lalu bagaimana dengan nasib anaknya, Seonsaengnim?"
"Untuk apa mempertahankan mayat hidup yang sudah terbaring selama 5 tahun? Masih banyak pasien yang harus kita tangani, tidak hanya dia."
"Tapi---"
Suster itu berusaha menolak, namun Dokternya keras kepala. Coba kalian pikir, siapa yang tega membunuh orang dengan cara seperti itu.
"Apa kau ingin menggantikannya, heoh?"
"Bukan begitu..."
"Kalau begitu lakukan!" Perintahnya tegas. Kali ini sudah tidak ada lagi penolakan, Suster itu menuruti semua perintah sang Dokter meski terasa berat dan hatinya tetap menolak.
"Ba-baik, Seonsaengnim."
Sepuluh menit kemudian...
Saat berakhirnya kehidupan pasien, saat itu juga pintu dibuka dari luar.
BRAAAKKK!
Kedua pelaku sama-sama memutar tubuhnya ketika mendengar suara gaduh yang disebabkan oleh jatuhnya kotak semir hingga isinya berantakkan.
"Eomma..."
Suster itu menitikkan air matanya yang sudah dari tadi ia tahan, menemukan sosok bocah tengah bertengger di depan pintu. Melihat apa yang seharusnya tidak ia lihat.
Bocah itu berusaha kuat mengangkat kedua kakinya yang hampir lumpuh, melangkah mendekati ranjang.
"I-ini..." Suster itu membisu, tiba-tiba saja pita suaranya hilang, tidak bisa menjelaskan apa yang baru saja terjadi.
Dibukanya kain putih yang menutupi sekujur tubuh Eomma-nya, menatap nanar wajah putih pucat layaknya salju.
Napasnya tercekat, punggungnya bergetar menahan tangis. Kalau saja ia seorang perempuan, mungkin ia sudah pingsan sejak tadi. Namun tidak baginya, jangankan untuk pingsan, bahkan setetes air matapun tidak akan ia sia-siakan meski itu untuk menangisi kepergian Eomma-nya.
"Eomma-mu sudah lelah bertahan selama 5 tahun. Kau tahu? Setiap keluarga pasti akan merasa lelah merawat kerabatnya yang tidur seperti orang mati, mereka akan menyuruh pihak rumah sakit untuk mengambil jalan akhir, yaitu suntik mati. Itu sebabnya kami melakukannya untukmu." Tanpa ragu, Dokter itu menjelaskannya secara terang-terangan pada bocah berusia 12 tahun.
"Tapi aku tidak menyuruh kalian untuk melakukannya?!" Hatinya terasa seperti diiris-iris, suntik mati? Keputusan gila macam apa itu. Kalau begitu semua orang akan mati jika langkah terakhir yang diambil adalah Euthanasia.
Dokter dan suster saling menatap, "Memang benar, tapi jika begini terus pihak rumah sakit akan rugi waktu dan tenaga karena harus merawat pasien yang harapannya tinggal 5% saja." Lagi-lagi Dokter itu yang menjawabnya.
"Apakah pihak rumah sakit akan melakukan hal yang sama, jika pasien itu salah satu dari keluarga kalian?" Meskipun di hadapannya kali ini adalah orang-orang dewasa, tapi bocah itu berani mempertanyakannya.
Tidak kehabisan akal, Dokter kembali menjawabnya penuh rasa percaya diri.
"Tentu saja tidak, karena kami sudah dewasa dan mampu mencari uang yang banyak. Segalanya dapat diselesaikan dengan uang, bocah kecil." Dokter itu biccara dengan seringaiannya.
"Ini semua tidak adil! Apakah nyawa seseorang bisa dibeli dengan uang? Aku akan menuntut kalian berdua! Kalian sudah membunuh keluargaku satu-satunya!"
Enggan untuk menggubrisnya lagi, mereka berdua keluar meninggalkan bocah itu bersama sebujur mayat.
"Eomma.. Mianhae, Aku datang terlambat dan tidak bisa mencegah mereka melakukan ini. Tolong jangan tinggalkan aku, Eomma, buka matamu. Ireona, Eomma, Ireona...."
___👞👞👞___
Votte dan Komen sangat berharga bagi para author karena sudah menyediakan bacaan berupa story seputar bias. Maka dari itu lakukanlah apa yang seharusnya kalian lakukan, sisanya biar aku yang melakukan.
Ciaaaa apaan sih...
"Appa, di mana Eomma?"
"Itu tuh yang baru aja baca FF ini, cieee dia senyum-senyum."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kill Me With Your Heart
FanfictionKetika harta di atas segala-galanya, apalah daya kita yang hanya orang tak punya. Salahkah jika aku menyimpan dendam ini??? _KTH ( Amazing Cover By : @Hilazystal ) Cast Kim Taehyung Chou Tzuyu Jeon Jungkook Lalisa Park Jimin