Kill Me With Your Heart

Bubun Teugsu Jimin

Kesendirian meliputi seorang pria bernama Jimin. Keputusan sepihak yang dijatuhkan oleh appa-nya seakan menyuruh ia untuk berhenti bernapas.

Entah setan apa yang merasukinya, Jimin yang kini berada di ruang olahraga memukuli samsak secara membabi buta. Tidak terasa lelah meski peluh sudah banjir, tidak terasa sakit meski tangannya memerah.

Tepat pada pukulan terakhir, Jimin terjatuh di lantai. Napasnya menderu, kedua matanya terpejam rapat, namun pikirannya mengangkasa.

Kembalikan Tzuyu, aku membutuhkannya, dia milikku, aku menyayanginya, rasa sayang ini sudah tidak wajar. Ini melebihi dari rasa sayang, ya- aku mencintainya. Aku sudah gila karena lancang menanam perasaan ini terhadap adikku sendiri. Aku mencintainya, Tzuyu milikku, DIA MILIKKU!!!

Itulah yang dikatakan hati Jimin. Percuma ia berteriak sekencang-kencangnya, Tzuyu tidak akan mendengar karena Jimin berteriak dalam hati. Bisa saja ia mengungkapkannya secara langsung, tapi ia juga harus siap menerima kenyataan bahwa Tzuyu membencinya karena merasa kecewa.

"Arggghhhh! Kenapa pikiran sialan itu selalu muncul di otakku????" Pria itu memekik kencang.

Ia mulai mengatur napasnya untuk menenangkan pikiran. Perlu digaris bawahi kalau Jimin bukan tipe orang yang suka membangkang orang tua, tapi itu bukan berarti kalau dia juga lemah.

Semua perkataan appa-nya ia turuti sedari dulu hanya saja ada satu kesalahan kecil yang menimbulkan masalah besar.

Flashback On 🔓

24 Desember 2015

Pukul 18:00

Suhu udara di Seoul Korea Selatan mencapai minus sepuluh derajat celcius. Rasanya ingin sekali cepat sampai rumah karena kedinginan.

Jimin memakai mantel bulunya keluar dari mobil untuk membukakan pintu di sebelahnya.

Kedua insan itu berlari memasuki rumah, melepas mantelnya yang basah akibat luruhan salju.