Part Six (REVISI)

1K 42 0
                                    



Happy reading...


Banna menancapkan gas mobilnya dengan kecepatan yang sangat tinggi. Ia tak perduli dengan klakson mobil lain yang berbunyi untuknya. Sekarang, Banna hanya fokus dengan seseorang yang sedang berada dirumah sakit. Tadi, ia mendapat telpon jika Silvy masuk rumah sakit karna kecelakaan.

Banna masuk dikawasan rumah sakit. Ia turun dan memgunci mobil dengan tergesa. Ia berjalan dengan cepat agar bisa segera sampai ke ruang UGD.

"Gimana keadaan Silvy tan?" Tanya Banna langsung yang kini telah sampai didepan ruang UGD.

Siska hanya memggelengkan kepalanya. Ia terus menangis di dekapan suaminya.

"Kita semua belum tahu gimana keadaan Silvy nak, karna dokter belum keluar dari ruangan." Jawab Malik.

"Kenapa Silvy bisa kecelakaan begini om? Apa om ngga larang dia untuk keluar saat hujan deras tadi om?" Tanya Banna dengan suara yang sedikit tercekik. Ia tak tau lagi bagaimana. Ia sangat menyesal karna tidak bisa menjadi pacar yang selalu siap untuk nemaninnya:

"Om sudah larang dia Bann, tapi dia tetap keukeh untuk keluar rumah saat hujan deras tadi. Silvy bilang dia mau beli buku, karna besok dia ada ulangan." Jawab Malik dengan nada perih.

"Tapi seharusnya om temenin dia, kenapa om harus biarin Silvy pergi sendiri?"

"Om juga sudah tawarkan, tapi dia tetap keukeh nak. Sekarang kita berdoa dengan tuhan untuk keselamatan Silvy sekarang."

Kini Banna bersandar disamping pintu ruang UGD. Ia terus mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.

Pintu ruang UGD itu terbuka dan menunjukkan dokter dibaliknya. Banna langsung berdiri tegak saat dokter sudah ada disampingnya.

"Gimana keadaan pasien dok?" Tanya Banna dengan air mata yang kini sudah jatuh.

"Gimana keadaan anak saya dok?" Tanya Siska. Dokter menatap orang yang didepannya. Lalu, dokter menggelengkan kepalanya.

"Maaf, pasien tidak dapat di selamatkan pak buk." Ucap dokter didepan Siska, Malik, Banna dan Sila. Mereka semua menggelengkan kepalanya. Siska langsung menangis histeris dipelukan Malik. Sila menangis histeris sama seperti Siska. Banna. Ia langsung berlari masuk kedalam ruang UGD. Langkah Banna melambat dengan saat sudah berada didalam, Ia menatap lurus didepannya. Air mata Banna kini sudah mengalir begitu deras. Perlahan Banna membuka penutup kain putih yang menutupi wajah Kekasihnya. Tangannya bergetar saat membuka kain putih itu. Tangis Banna seketika pecah saat ia melihat mayat didepannya. Ia tak sanggup dengan semua ini. Baru kemarin ia bercanda tawa dengan kekasihnya. Namun sekarang, ia harus menerima kenyataan pahit yang harus ia terima. Banna menggenggam erat tangan mungil Silvy. Ia terus menangis diatas kening Silvy.

"Banna.." Panggil Yeni seraya memeluk anaknya.

"Ma.. Silvy"

"Iya sayang, kamu harus kuat untuk ini ya sayang." Ucap Yeni. Banna menggeleng. Ia terus mencium kening Silvy dengan lembut. Ia tak kuat dengan semua ini. Biarlah, katakan dia lelaki yang lemah.

"Kamu harus bangun sayang, kamu wanita yang kuat, kamu wanita yang hebat, pasti kamu bisa." Ucap Banna ditelinga gadis itu, ia sangat tidak terima jika tuhan menakdirkan-nya seperti ini.

"Banna sudah sayang, mungkin ini udah jalannya tuhan. Kamu harus terima. Biarkan gadis kesayangan mu ini pergi dengan tenang." Ucap Yeni— mama Banna, menenangkannya. Ia tak sanggup melihat putra nya menangis seperti saat ini, apalagi ini pertama kalinya ia melihat putranya menangis sehisteri ini.

"Ngga ma, Silvy belum meninggal! Silvy masih hidup, percaya sama aku ma! Dia wanita yang kuat ma, dia pasti bisa." Banna terus menangis di hadapan jenazah Silvy, air mata Banna kini jatuh, tepat di bola mata Silvy yang tengah tertutup. Banna menatap lekat-lekat wajah kekasih-nya. Sekarang, ia menangkup wajah Silvy.

"Aku mohon sama kamu Sil, bangun. Bangun dari tidur kamu ini! Aku mohon sama kamu. Aku belum siap untuk kehilangan kamu saat ini. Aku belum siap Sil." Ucap Banna dengan suara yang sangat sedih untuk didengar.

Semua orang yang berada di ruangan ini menangis dengan histeris saat mendengar semua perkataan pilu Banna. Mereka sedih melihat Banna yang sangat terpukul sekarang. Mereka sedih melihat usaha Banna yang ingin membangunkan Silvy kembali. Mereka sedih akan semua itu. Tiba tiba, tangan Silvy bergerak. Banna merasakan tangan gadisnya sedang bergerak pelan sekarang. Ia tak ingin menyia-nyiakan waktu ia langsung keluar dan memanggil dokter.

"Dokter! Dokter!" Teriak Banna dari pintu rawat Silvy. Tak begitu lama Banna memanggil ia langsung memdapatkan dokter yang sedang berlari kerah nya dan langsung masuk keruang UGD.

Dokter langsung memeriksa keadaan Silvy. Namun, saat dokter memeriksa keadaan Silvy. Dokter hanya menggeleng kepalanya.

"Kenapa dok?" Tanya Banna.

"Silvy memang hidup kembali sekarang, tapi-"

"Tapi kenapa dok?" Tanya Siska

"Tapi hidupnya juga tak akan lama, memang ini mukjizat yang tuhan beri pada pasien. Tapi, ia harus hidup dengan alat alat bantu dari rumah sakit." Jelas dokter.

"Kenapa harus dengan alat dok?" Tanya Banna.

"Salah satu dari kalian bisa ikut saya, agar saya jelaskan semuanya diruangan saya." Ucap Dokter dengan menghiraukan pertanyaan Banna.

"Om, tante, izinkan saya yang ikut dokter. Saya mohon." Pinta Banna memohon pada Malik. Malik menganggukkan kepalanya sebagai jawaban untuk Banna. Malik ngerti, dengan keadaan Banna sekarang. Maka dari itu, Malik mengizinkan Banna untuk ikut dengan dokter.

"Ayo ikut saya" ucap dokter itu dan berjalan terlebih dahulu.

Dokter menjelaskan semuanya pada Banna. Banna terkejut dengan semua yang dokter jelaskan padanya. Lagi. Ia menjatuhkan air matanya. Ia tak bisa melihat Silvy yang menderita akan hal semuanya. Ia sangat menyayangi Silvy. Ia ingin Silvynya kembali seperti dulu. Ia ingin bidadarinya kembali tertawa dan bercanda lagi.

"Apa kamu pacar dari pasien?" Tanya Dokter. Yang menyadarkan Banna dari lamunannya.

"Ia dok saya pacarnya." Balas Banna seraya menghapus air matanya.

"Sepertinya kamu begitu mencintainya, terlihat dari bagaimana kesedihan yang saya lihat sekarang didiri kamu."

"Saya takkan mungkin bahagia dok jika pacar saya sedang seperti ini, beberapa menit ia sudah tak bernyawa, membuat saya tak mampu melihat kenyataan pahit. Tapi, tuhan kembali memberikan dia hidup sekali lagi. Saya akan berusaha untuk kasih dia hidup tanpa dengan alat dok. Kalau begitu, saya pamit dok" ucap Banna seraya berjabat tangan dengan dokter.

Banna kembali keruang UGD. Ia mendekat kearah kasur rumah sakit yang berisikan bidadari cantiknya. Ia menggenggam tangan Silvy dengan erat.

Aku bakal kasih kebahagiaan aku untuk kamu Sil. Batin Banna.

"Om bisa kita ngomong sebentar?" Ucap Banna.

"Bisa, ayo kita berbicara di luar"

💃🏻💃🏻💃🏻💃🏻

Ayo dong vote + coment kalian...

Banna, where are you?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang