Twenty two (REVISI)

687 21 0
                                    




Happy reading....

💃🏻💃🏻💃🏻💃🏻

Hari ini Silvy tidak masuk sekolah, ia meminta mamanya  untuk mengizinkannya pada pihak sekolah. Alasan mengapa ia tidak ingin masuk sekolah hari ini? Simple sekali, matanya membengkak karna menangis yang tidak henti henti semalaman.

Silvy duduk diatas kasurnya. Ia membuka satu album yang berisikan banyak kenangan-kenangan yang tidak bisa untuk dilupakan.

Lembar demi lembar ia buka dan ia tatap.

"Untung kita udah siapkan kenangan bersama yang banyak Bann, jadi saat kamu pergi ntah ngga tahu kemana kayak gini, aku masih bisa lihat poto poto bahagia kita dulu" ucap Silvy dengan seorang diri. Namun kali ini ia tidak menangis. Ia harus kuat sekarang. Ia tidak boleh lemah lagi.

Tok. Tok.

Ketukan pintu kamar Silvy. Silvy menghiraukan ketukan pintu itu, ia masih terus menerus melihat lihat album kenangannya.

"Kamu kangen banget ya sama Banna?" Tanya Siska— yang kini telah duduk didepan Silvy.

Silvy hanya memandang wajah mama-nya, lalu tersenyum.

"Kalo kamu kangen Banna, kamu solat sayang. Kamu berdoa sama tuhan, agar kamu cepat di pertemukan dengan Banna. Jangan nangis terus, kalo Banna tau kamu nangisin dia terus, pasti Banna sedih. Karna dia paling ngga suka lihat kamu sedihkan?" Ucap Siska.

Silvy menutup album yang ia lihat tadi. Lalu ia memindahkan album itu dari pangkuannya ke sisi kanannya.

"Ma, apa Silvy salah ya nyari keberadaan Banna? Apa benar, Silvy ngga pantas dijadikan Banna kebahagiannya? Apa memang pantasnya Silvy itu jadi parasit di kehidupan Banna?" Tanya Silvy terus pada Siska.

Siska menghapus air matanya dengan cepat. Ia tidak bisa melihat putri sulung-nya seperti sekarang. Rasanya ia begitu jahat menjadi seorang ibu yang membiarkan anaknya sedih karan satu rahasia yang belum bisa ia beri tahu saat ini.

"Ngga sayang, kamu ngga salah kok untuk terus mencari keberadaan Banna. Karna ini bisa jadi bukti perjuangan diantara hubungan kamu dan Banna. Kamu pantas kok di jadikan Banna sebagai ke bahagiaannya sayang. Tapi kamu ngga pantas jadi parasut yang seperti kamu bilang." Tutur Siska.

"Kalau boleh mama tanya, emang siapa yang bilang kamu parasut bagi hidupnya Banna?"

Silvy menatap Siska— mamanya dengan lekat. Ia menjatuhkan air matanya didepan Siska sekarang. Siska melihat putrinya menangis, ia langsung mendekat dan menghapus air mata putrinya.

"Azad ma yang bilang, kalo Silvy ngga pantas untuk dijadikan kebahagiaan Banna. Dan dia bilang, Silvy lebih pantas disebut sebagai parasut di dalam kehidupan Banna ma."

Siska langsung memeluk tubuh putri-nya. Ia tahu siapa Azad. Dan bagaimana Azad marahnya saat bertemu dengan putri-nya.

"Apa semua itu benar ma?" Tanya Silvy lagi.

"Ngga sayang, semua yang dibilang Azad itu ngga benar. Azad begitu sama kamu, mungkin dia sedang banyak masalah." tenang Siska pada putrinya. Ia tidak mungkin beritahukan semuanya pada putrinya sekarang.

"Ma, Azad juga bilang kalo aku seharusnya tahu dari awal. Biar aku tahu diri untuk apa yang sekarang Banna kasih ke aku. Maksud  tahu dari awal itu apa ma?"

Siska sedikit tersentak saat Silvy bertanya seperti itu. Apakah Azad sudah memberitahukan ini semua pada Silvy? Siska kembali mengelus punggung Silvy dengan lembut.

"Mama ngga tahu sayang" bohong Siska

Silvy melepaskan pelukkannya dari Siska. Ia menghapus air matanya.

"Sekarang apa mama tahu dimana keluarga Banna tinggal?"

Siska menggeleng. Semenjak kejadian 9 bulan yang lalu. Keluarga Banna tidak pernah lagi mau berkomunikasi pada keluarga Silvy. Siska mengerti akan hal itu, jika dia ada diposisi yang sama dengan keluarga Banna, pasti ia juga akan melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan keluarga Banna sekarang pada keluarganya.

"Kenapa ma? Kenapa keluarganya jugak hilang gitu aja?"

"Mama ngga tahu sayang,"

"Kenapa semuanya berubah sih ma? Aku lebih baik jadi Silvy yang berbaring lemah dirumah sakit seperti dulu dari pada harus menjadi Silvy yang sekarang ma. Dulu sewaktu aku sakit, orang orang pada sayang sama Silvy. Tapi sekarang? Kenapa orang-orang benci Silvy ma? Silvy punya salah apa?" Keluh Silvy.

Siska kembali memeluk Silvy dengan erat. Kini ia juga ikut menangis, ia merasakan apa yang Silvy rasakan sekarang. Siska ingin sekali menjelaskan dan memberitahu Banna dimana. Tapi Siska telah berjanji pada Banna, untuk mempertemukannya diwaktu yang tepat.

"Ssst.. ,, kamu ngga boleh gitu. Ngga boleh nyalahkan takdir yang udah tuhan beri ke kamu sayang. Siapa bilang kamu dibenci banyak orang? Ngga sayang. Mama, papa, Sila, sahabat-sahabat kamu masih sayang kamu kok. Kami ngga benci kamu. Jangan nangis lagi ya sayang. Mama ikut sedih kalo kamu gini terus. Mama, papa, Sila, ngga mau lihat kamu sedih terus. Sahabat-sahabat kamu juga pasti ngga mau lihat kamu sedih kan? Jadi, mama minta sama kamu untuk ngga ngomong seperti tadi. Demi keluarga kamu dan sahabat kamu sayang"

Siska melepaskan pelukkannya. Lalu ia memenggang kedua bahu putrinya.

"Jadi, sekarang ngga usah merasa dibenci ya. Karna kami ngga ngebenci kamu. Sekarang janji sama mama, untuk jadi Silvy yang ngga secengeng seperti sekarang. Kamu bisakan sayang?" Pinta Siska dengan lembut. Mungkin hanya ini dulu yang bisa Siska lakukan untuk menenangkan Silvy saat ini.

Silvy tersenyum, lalu ia menggangguk.

"Iya ma, Silvy janji!"

💃🏻💃🏻💃🏻💃🏻

Lihat mulmed yuk! Ada Silvy dan Banna😁

Banna, where are you?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang