Wanita yang Melampaui Dunia; Bagian 1

476 16 0
                                    

Tara tidak memiliki terlalu banyak teman dekat yang bisa diajak bercerita, seperti kebanyakan wanita yang memiliki teman dekat untuk bercerita hal-hal yang biasa diceritakan oleh wanita. Tetapi itu tidak berarti ia adalah seorang yang anti-sosial.

Kau bisa saja pada pertemuan pertama, tiba-tiba disapa "Hai" atau "Halo" dengan hangat oleh Tara. Lalu tanpa disadari, kau begitu saja telah terlibat dalam sebuah perbincangan yang menarik dengannya. Seperti hal nya kenalan yang sudah lama tidak bertemu.

Ia mengenal banyak orang seperti orang banyak mengenal dirinya. Hal ini bukanlah sesuatu yang terlalu luar biasa untuk sebuah kota kecil jauh di pedalaman Sumatra.

Dengan populasi kota yang hanya beberapa ribu, kehidupan sosialmu hanya akan berputar pada orang-orang itu saja. Beberapa telah kau kenal baik, yang lainnya hanya mengenal mereka begitu saja, banyak yang tidak kau kenal tetapi terasa familiar, dan hanya segelintir kecil yang benar-benar tidak kau kenal.

Disini bukanlah tempat yang tepat untuk Tara tinggal. Dengan kepribadiannya yang unik ini, dia melampaui dunianya. Hanya sedikit orang yang memiliki kesamaan dalam hal cara berpikir, caranya berbusana, atau pilihan musik dan film yang ditonton, hingga buku-buku yang dibacanya.

Dalam lingkungan sosial yang tidak terbiasa dengan adanya suatu perbedaan, kebanyakan orang tentu akan merasa risih untuk berbeda. Tetapi entah mengapa? Tara dapat menemukan kenyamanan untuk hidup berbeda dengan orang-orang disekelilingnya.

Berjalan kaki dengan earphone terpasang di telinga, musik disetel di mp3 player, rambut ikal hitam yang sepertinya sengaja dibuat acak-acakan. Jaket, tas sandang samping dengan isi bermacam-macam buku bacaan, alat tulis, catatan tak pernah lupa kemanapun dia pergi. Ini jauh dari style seorang wanita bukan? Setahuku tas wanita pada umumnya berisi alat untuk berdandan. Sepatu boots adalah pilihan favorit bagi Tara untuk melakukan mobilisasi.

Seandainya beberapa ratus orang dikumpulkan dalam suatu lingkungan kecil dengan seragam serupa, maksudnya adalah sekolah, Keberadaan Tara tidak akan terlalu terlihat. Dia adalah perempuan dengan postur biasa saja, tidak memiliki tubuh montok, atau seksi yang biasanya dalam lingkungan sekolah menjadi pusat perhatian para siswa. Kurus, oh tidak!

Sebut saja langsing, karena kurus adalah kalimat yang agak kasar digunakan untuk menggambarkan sosok seorang wanita. Kulit sawo matang khas orang Asia Tenggara, dengan hidung mancung. Agak sedikit susah untuk menyebut Tara cantik, lebih mudah dengan sebutan manis, sehingga dia bukanlah orang yang banyak dikejar-kejar remaja laki-laki. Hey, dikejar-kejar maksudnya disini adalah diminati untuk dijadikan pacar.

Lalita Vistara, adalah wanita 152 cm berusia 18 tahun di tahun 2006. Tidak terlalu tinggi dalam kategori manusia modern. Buktinya, ia tidak akan lolos tes fisik jika mendaftar menjadi tentara atau polisi, begitu juga sebagai pegawai bank.

Mungkin dia bisa dipertimbangkan untuk menjadi resepsionis. Tetapi jika mempertimbangkan kemampuan otaknya, polisi atau bankir serta resepsionis bukanlah profesi yang cocok untuknya.

Bukan bermaksud agak merendahkan polisi atau bankir. Tetapi coba kamu bayangkan pekerjaan masa depan apakah gerangan yang cocok untuk seorang yang biasanya tidak lepas dari ranking 1, 2 atau 3 setiap semester?

Perminyakan boleh juga tapi berhubungan Tara adalah wanita, maka langsung kita hapus saja. Seperti apa kira-kira jalannya cerita ini kalau tokoh utamanya seorang wanita adalah seorang tukang minyak? Tidak terbayangkan bukan. Insinyur nuklir? Keren memang, tapi ini masih belum akan menjadi kisah fiksi ilmiah. Hukum bolehlah, mengingat dia cerdas, cantik bukan, tapi bolehlah kita sepakat untuk memvonis Tara itu manis.

Belajar hukum, lalu menjadi advokat, adalah suatu hal yang menjanjikan bagi masa depan Tara, setelah dia gagal dalam tes masuk jurusan kedokteran. Mahasiswa kedokteran itu adalah idaman setiap siswa yang menghegemoni ranking 1,2 dan 3. Bahkan untuk mereka ini tes masuk jurusan kedokteran pun, terbilang ngilu-ngilu sedap.

Berapa handai taulan yang cerdas dan pintar serta rajin terlempar dari ajang perebutan menjadi mahasiswa kedokteran? Dimana akhirnya mereka menyerah dan memilih jurusan yang bagi mereka aneh, dan kuliah sebagai mahasiswa pesakitan yang kalah! Ironis nian memang.

Tetapi bagi yang terbiasa dengan keseharian Tara, mereka akan optimis dengan keberhasilan Tara untuk lulus dalam tes masuk perguruan tinggi jurusan kedokteran universitas manapun

Prestasi akademik gemilang yang Tara selama masa putih merah hingga putih abu-abu, didapatkan hanya dengan slengean tanpa kerajinan membabi-buta seperti halnya teman seperjuangannya lakukan. Seandainya Tara berusaha sedikit lebih keras saja sebelum ujian, ia bisa saja melenggang sambil cengar-cengir sebagai salah seorang mahasiswi kedokteran.

Lalu sedikit usaha tambahan dalam beberapa tahun kedepan, sudah terbayangkan dokter Tara spesialis penyakit ini atau penyakit itu.

Tetapi yang menggemparkan seantero kampung halamannya adalah ternyata Tara sama sekali tidak diterima. Tidak juga ekonomi, tidak teknik nuklir, tidak juga hukum. Banyak teman-teman sejawat yang ternganga melihat fakta mencengangkan ini.

Tidak ada hal yang aneh tampak dalam diri Tara akhir-akhir ini. Dia seperti biasanya terlihat biasa-biasa saja, tidak ada terbesit aur muka kekecewaan padanya. Sementara Tuti sudah beberapa hari ini mengurung diri di kamar karena tidak lolos kuliah dimanapun.

Kita TertawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang