Hari Ini Untuk Selamanya; Bagian 4

18 2 0
                                    

Saat itu jam di dinding stasiun telah menunjukan pukul setengah delapan. Sudah lebih setengah jam Tara berada dalam kamar mandi. Aku sama sekali tidak khawatir. Tara memang memiliki waktu mandi yang relatif lebih lama dibandingkan dengan laki-laki. Beberapa wanita keluar dari kamar mandi wanita. Wajah mereka kesal. Aku mencuri dengar percakapan sekelompok wanita yang baru saja keluar dari kamar mandi dan duduk tidak jauh dariku. Suara mereka sayup-sayup sampai. Maka aku tajamkan indera pendengaranku untuk mendengar gunjingan mereka. Untuk kamuflase, aku pasang earphone. Seakan aku konsentrasi mendengar lagu dari telepon genggam. Tetapi musik tidak kuhidupkan. Hanya untuk mengelabui mereka agar mereka tidak menyadari bahwa aku mencuri dengar.

"Ih, belagu amat tuh anak. Pake nyanyi-nyanyi segala dikamar mandi. Benci gua dengernya. Teriak-teriak lagi," kata salah seorang wanita.

"Iya nih, mending kalo suaranya enak. Ini suaranya enek. Dasar anak kampung," Yang lain menambahkan.

"Gua rasa setan di kamar mandipun, bakal keganggu denger suara tuh anak. Mampus dia digangguin setan. Hahaa," Tawa mereka pecah setelah menggunjing seseorang yang memuat ricuh di kamar mandi wanita.

Aku sudah haqul yakin siapa yang mereka sumpah agar digangu setan itu. Pastilah Tara yang berbuat onar disana, sehingga dia disumpah serapah. Aku tertawa kecil. Sumpah mereka tidak akan berlaku. Tara itu induk nya setan. Semua setan takut dengan Tara.

Mereka terganggu melihat aku tertawa kecil, dengan segera merekapun menyingkir. Mungkin mereka sadar bahwa orang yang mereka gunjingkan itu adalah temanku. Aku tidak marah, dan tidak juga mempermasalahkannya. Biarlah mereka berkata apa. Jika tidak senang, temui, sampaikan, berunding, selesai. Selama mereka tidak mendatangi kami, itu bukan masalah kami. terserah kami akan melakukan apa. Jika mereka terganggu, pilihannya jika tidak pergi, ya peringatkan saja kami. Jika kau diam, kami menganggap kau tidak mempermasalahkannya.

Tara muncul dengan tubuh yang lebih bersih. Dia masih jauh dan tengah berjalan menghampriku. Aku tersenyum, dalam hatiku aku heran kenapa dia bernyanyi tidak jelas di kamar mandi. Aku menyangka hanya aku saja yang sering melakukan kegiatan tidak produktif seperti itu, ternyata Tara juag melakukannya juga. Tara keheranan melihatku tersenyum kepadanya.

"Something's wrong? Am I too beautiful?"

"Yeah, you're like an yellow rose," kataku menggodanya.

"Bodoh. Apa kau buta warna? Tidak bisakah kau melihat kulitku gelap. Yellow rose?"

"Terserahlah apa maumu? Aku tahu rahasiamu Tara! Hahaa"

"You read my book? How dare you!"

"Tidak penting membaca buku bututmu itu. Tidak produktif. Mengaku saja apa yang kau lakukan sehingga sekali waktu mandimu! Kau fikir kau sedang konser disana? Dan para setan dan jin menjadi penggemarmu? Itu, ada orang yang menggunjing tentang setan yang mengadakan konser di kamar mandi. Mungkin hanya setan beserta jin yang bisa mengapresiasi jiwa senimu itu?" Ledekku.

"Biarlah, jika mereka menikmati laguku tadi. Berarti mereka juga setan bukan?"

"Benar juga. Sekarang ini banyak setan yang berwujud manusia,"

"Kau salah satunya."

"Kau induk setannya."

"Setan memang cocok berkawan dengan setan."

"Ayo bersiap-siap kereta kita sudah tiba. Perjalanan panjang sudah di depan mata. Kemana kita? Kurasa kau akan menyeretku ke Yogyakarta, bukan begitu Tara?"

"Mulai pintar anak ini. Benar tujuan awal kita adalah Yogyakarta. Are you ready for the trip?"

"What do yo mean? Tujuan awal? Berarti ada tujuan selanjutnya? Ayolah Tara. Cobalah jujur sedikit padaku. Setidaknya aku tahu akan kemana saja kau akan menyeretku!"

"Kau akan segera tahu, anakku. Ibumu janji."

"Terserah kaulah. Kenerakapun kau seret aku. Aku ikut."

"Hahaa.. itu baru kawanku. Mana kepalamu. Aku ingin mengacak-acak rambutmu."

Sebelum sempat dia mengacak-acak rambutku, tanganku sudah melayang dulu untuk mengacak rambutnya. Dia kalah cepat. Kewaspadaanku telah kembali lagi setelah satu hari penuh bersama Tara. Tak kusangka, sudah bertahun-tahun kami tidak melakukan percakapan seperti ini. Aku benar-benar merindukan kisah yang telah berlalu.

Kita TertawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang