Di Tanah Anarki Romansa Terjadi, Bagian 8

9 1 0
                                    


Perbincangan antara Tara dan Samantha tidak bisa aku pahami, mereka adalah dua orang yang menghabiskan bertahun-tahun untuk mempelajari masa lalu, bedanya adalah Samantha bergerak dalam bidang keilmuwan sedang Tara untuk menjadi tenaga pendidik dengan materi sejarah.

Aku mengalihkan perhatianku kepada Cecillia yang sedang menikmati musik, dia menggerak-gerakan bahu di posisi duduknya. Aku hanya memperhatikannya, tidak ingin bercerita dengannya. Canggung untuk memulai percakapan, dan tidak tahu akan berbicara apa. Seorang lelaki memanggil nama Cecillia, dia melambai-lambaikan tangannya. Dia membalas lambaian tangan dan berjalan menuju lelaki itu, kerumunan orang menghalangi penglihatanku terhadap Cecillia. Tinggal aku sendirian yang tidak tahu akan melakukan apa, Tara dan Samantha masih asik berbincang dan melupakan kehadiranku. Music electric tidak membuatku tertarik, aku mulai merasa bosan, untuk menghilangkan bosan, aku membakar rokok, dan minum sebanyak-banyaknya seperti orang kehausan.

Aku melirik ke sekeliling bar, puluhan orang ada disini, mayoritas adalah orang berkulit putih. Badan mereka besar-besar, seperti raksasa, laki-laki maupun perempuan, ada yang berambut pirang, dan ada yang berambut coklat, beberapa memiliki rambut hitam. Kulit pucat mereka mulai kemerahan karena terbakar matahari di daerah tropis ini. Dan, yang mencolok adalah busana mereka yang tipis. Lelaki hanya memakai kaus tanpa lengan dan celana pendek, banyak yang hanya beralas kaki sandal, sedikit yang memakai sepatu. Perempuan hanya memakai kain tipis untuk menutupi dada mereka, dan celana sangat pendek. Semuanya minum minuman beralkohol, yang paling banyak diminum adalah bir.

Bir adalah minuman beralkohol yang paling populer di dunia. Hal ini disebabkan karena harga bir yang relatif murah dibandingkan minuman beralkohol lainnya dan kadar alkoholnya yang cukup rendah, segelas atau dua gelas bir belumlah cukup untuk membuatmu mabuk. Orang Barat banyak yang hobi minum bir, orang Timur tidak terlalu hobi minum bir, kami memiliki minuman beralkohol tradisional kami masing-masing. Pakaian minim, dan minum minuman keras, disini semua itu seperti dilegalkan. Beberapa wilayah lain di Indonesia hal itu sangat keras dilarang. 

Dua hal itu menjadi penyakit masyarakat yang sangat ditakuti, dalam waktu-waktu tertentu pemerintah bahkan merasa perlu merazia dua hal diatas. Adat dan budaya Bali seperti menerima hal itu, sehingga inilah yang membuat banyak orang-orang Barat datang ke Bali. Pertama untuk menikmati matahari daerah tropis, kedua menikmati alam Bali yang memang indah, ketiga mereka bisa menikmati dua hal itu dengan tetap menerapkan budaya mereka. Beberapa wilayah lain di Indonesia memiliki keindahan alam setara dan Bali tetapi adat dan budaya mereka melarang keras pakaian tipis dan minuman beralkohol.

Semakin banyak turis asing datang mengunjungi Bali untuk bersenang-senang, semakin banyaklah rupiah yang mengalir ke sana. Tetapi rupiah yang mengalir ini harus mengorbankan adat istiadat ke ketimuran. Masyarakat Bali bisa menerima itu, terbukti dengan terbukanya mereka terhadap turis asing dengan berbagai kelakuan aneh yang datang berkunjung. Tetapi terdapat kelompok yang tidak menyukainya, mereka menganggap Bali sebagai tempat kemaksiatan yang harus diberi pelajaran, setidaknya itu adalah salah satu penyebab mengapa sekelompok orang melaksanakan aksi pemboman di Lagian, Kuta. Empat belas tahun yang lalu. 

Ratusan orang terbunuh, ratusan lainnya terluka. Sebuah malam yang hingar bingar dengan kemeriahan pesta, sekejap berubah menjadi neraka. Tawa yang menggelegar berubah menjadi tangisan yang pilu, botol-botol bir berserakan di jalanan, airnya yang berwarna kuning berserakan dan bercampur dengan darah-darah segar berwarna merah yang menetes dari tubuh-tubuh tak bernyawa. Baru beberapa jam yang lalu mereka tertawa, menari, dan mabuk. Mabuk yang sangat indah pada saat terakhir kali melihat dunia.

Tetapi Bali bangkit kembali sebagai pusat pariwisata. Saat ini, puluhan ribu turis asing mengunjungi Bali, malam ini terdapat ribuan orang menjamur di Legian, tempat sama yang di bom empat belas tahun yang lalu. Banyak mereka datang dengan gaya yang sama sebelum meledaknya bom, wisatawan yang berpakaian tipis, turis yang mabuk sehabis meminum minuman beralkohol, pelacur pribumi yang diperdagangkan orang pribumi di menjajakan diri di sepanjang jalan, sebagian dari mereka sedang berada di kamar-kamar hotel entah sedang melakukan apa sekarang.

Jika tujuan suatu kelompok memberi pelajaran atas kemaksiatan yang terjadi, empat belas tahun kemudian mereka gagal memberi pelajaran. Karena saat ini apa yang menurut mereka adalah suatu kemaksiatan dan dosa tetap terjadi, dan tidak ada seorangpun yang bisa menghentikannya. Tidak dengan bom, tidak dengan aksi kekerasan lainnya.

Pertempuran abadi setan malaikat, Setan menari-nari sambil tertawa, disini malaikat telah mati, pemabuk berada dalam pelukan pelacur jalanan. Dia akan selalu tertawa mengiringi tawa setan yang muncul sebagai pemenang. Dan aku bukan seorang pahlawan bagi Cecillia, aku menikmati posisi sebagai pemabuk konyol yang belum pernah menjalin kisah cinta sepanjang umurku.

Aku memutuskan untuk meninggalkan Tara yang bersemangat berbincang dengan Samantha, dan Cecillia yang entah berada dimana saat ini. aku ingin melihat monumen Bom Bali. Ada sesuatu yang menarikku untuk pergi kesana. Jaraknya hanya beberapa puluh meter dari Bar ini. aku berjalan kaki sempoyongan, kepalaku pusing, penglihatanku kabur, aku mungkin sudah mabuk. Sambil melihat sekeliling, semua orang tengah bergembira dengan suara musik dari tiap bar yang bertalu-talu. Seorang wisatawan asing entah siapa, aku tidak mengenalnya, menawariku segelas bir, aku menerimanya dan menenggak habis gelas itu. 

Dia tertawa dan berkata. "You're rock, man!" aku mengacungkan tinju kearahnya, dia membalas mengacungkan tinjunya besar kearahku. "Thank you very much. Have a nice party!" Aku berteriak dan tertawa, dia juga tertawa. aku bergabung dengan kelompoknya, mereka berlima, tiga pria dan dua wanita. Aku tidak mengetahui siapa namanya, atau darimana dia berasal, dan kami terlibat dalam percakapan lalu tertawa bersama-sama, aku benar-benar mabuk, mereka juga begitu. Aku tidak melanjutkan langkah kakiku, Monumen Bom Bali atau disebut juga Monumen Ground Zero Bali Sangat megah berada sekitar tiga puluh meter dari tempat aku berdiri saat ini. 

Tara memanggilku dari belakang, dia meraih kausku lalu berkata. "Ayo kita kembali." Aku tidak ingat apa-apa lagi.

Kita TertawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang