Rahasia Aditya ; Bagian 1

17 2 0
                                    

Kamar ini sudah terang saat aku terbangun, Tara sudah tidak ada di kamar. Mungkin dia keluar mencari sarapan pagi. Penginapan ini tidak menyediakan sarapan pagi. Lagi-lagi fasilitas mewah seperti apa yang kau harapkan dari sebuah kamar seharga seratus ribu permalam? Kepalaku sangat sakit, perutku sangat mual, badanku meriang. Semalam adalah aksi mabuk paling tidak menyenangkan.

Aku belum bangkit dari tempat tidur, hanya berguling ke kiri dan ke kanan sambil memeluk bantal. Aku jarang minum selain bir, tequila semalam benar-benar membuat aku tumbang, dan rasanya sangat tidak menyenangkan.

Ponselku berbunyi di suatu tempat, ada orang yang menelepon. Aku tidak bisa menemukannya, suara panggilan masuk semakin keras, lalu berhenti. Aku berhenti mencari, lalu satu kali lagi panggilan masuk, aku meraba-raba selimut kusut yang tergeletak di lantai kamar, karena suaranya berasal dari sana.

Aku terus meraba-raba, dan akhirnya kutemukan. Nama Tara muncul di layar ponsel, artinya dia yang menelepon, aku menekan tombol terima pada ponsel dan suara Tara muncul dari speaker ponsel.

"Hey, sudah sadarkah kau? Lekas bersiap-siap, setengah jam lagi aku kembali. Kita berangkat. We've got a job to do," sebelum aku sempat menjawab Tara mematikan teleponnya. Aku harus bergegas, jika dia muncul saat aku masih merenung di atas tempat tidur, aku memiliki harapan untuk diseret keluar Tara tanpa mandi atau bahakan cuci muka.

Empat puluh lima menit kemudian Tara muncul, untungnya aku telah bersiap-siap. Tara muncul dengan kemeja flanel biru tidak dikancingkan, lengannya digulung sampai ke siku, didalamnya dia memakai kaus oblong yang bergambar peta kota Yogyakarta pada bagian dada. Rambut ikalnya dipotong pendek sepanjang leher, aku tidak tahu kapan dia pergi ke salon.

Semalam rambut ikal itu masih panjang tergerai tidak beraturan seperti benang kusut. Wajah lonjong sawo matangnya sangat cerah. Hidung mancungnya bersih. 

Dia mengenakan Blue jeans rombeng ketat yang sudah kecoklakatan karena berbagai noda yang menempel, mungkin bertahun-tahun tidak dicuci. Dia beralas kaki sandal jepit. Seperti apa penata kecantikan berusaha memperbaiki fisik Tara, selera berbusananya masih saja ugal-ugalan, dan mereka tidak bisa mengubah itu. Dia menyandang tas ransel hitam yang baru kulihat.

"Ini milik Cecillia, aku meminjamnya pagi tadi, tidak ada komentar! Kita terburu-buru, kapan-kapan aku jelaskan!" tara menjelaskan saat aku melirik perubahan pada wajahnya yang sedikit lebih cerah dari kemarin. Aku hanya bisa tercengang melihat perubahan itu. Aku memilih busana santai dengan celanan pendek, kaus oblong putih yang berukuran XL, dan sandal gunung. Semua items baru semua, aku membelinya saat akan berangkat tiga hari yang lalu.

"Ayo berangkat!" Kata tara menangkat tangan. "Ayo," kataku. Lima menit kemudian kami sudah berada diatas motor yang dipinjamkan Cecillia. Menurut keterangan Tara, motor ini adalah milik karyawan Cecillia yang di pinjamkannya kepada kami selama kami berada Di Bali. Cecillia sungguh baik ternyata, dan cantik tentunya. Aku penasaran untuk bisa lebih dekat dengannya.

Tujuan kami adalah untuk mencari Aditya, menurut keterangan Cecillia Aditya bekerja sebagai di sebuah perusahan periklanan di Jalan Raya Sasetan. Berdasarkan peta daerah itu menuju arah timur, dan ke sanalah kami akan pergi.

Denpasar benar-benar padat, jalannya macet. Sungguh perjalanan yang sangat menguras tenaga menuju tujuan, Cuaca pagi yang panas dengan kemacetan jalanan, Pengendara motor yang semaunya saja berbelok kiri atau kanan tanpa menghidupkan lampu sen, dan saling salip-menyalip di tengah kemacetan membuat aku sangat konyol seperti orang yang menunggang keledai kurang gizi. Berjalan lambat di jalanan yang keras dengan perasaan was-was ditabrak dari belakang, disenggol dari kiri atau kanan, atau diberhentikan polisi lalu lintas karena salah jalan atau apalah. 

Kita TertawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang