Rahasia Aditya; Bagian 4

12 3 0
                                    


"Aku sudah menyadari dari awal, kenapa aku berbeda. Tetapi ini benar-benar mengejutkan aku ternyata anak haram," kata Tara dalam perjalanan kami.

"Aku tidak bisa berkomentar, aku masih shock," kataku.

"Wajar saja, siapa yang tidak shock dengan cerita yang baru kita dengar,"

"Bagaimana caramu memandang ibumu sekarang?" aku bertanya.

"Tidak berubah sedikitpun, beliau tetap menjadi ibuku. Semua orang pernah melakukan kesalahan dalam hidupnya, tidak ada manusia yang sempurna. dr. Ros adalah ibu kandungku, itu pasti, meskipun aku baru tahu Pak Hermanto bukan ayahku, tetapi mendiang tetap kuanggap ayahku. Ayah kandungku? Aku tidak peduli siapa dan dimana dia sekarang. Pekerjaan kita sudah selesai sekarang, ini waktunya liburan, kita ada di Bali. Tidak usah terlalu kau fikirkan, aku saja tidak terlalu peduli. Perhatikan saja jalan."

Kami memasuki Tol Madara, tol yang menyediakan jalan bebas hambatan untuk motor. Jalan tol ini membentang di atas laut, sangat megah. Aku menjalankan motor dengan kecepatan rendah, kami terpesona dengan pemandangan dari tol ini, laut yang biru, bangunan-bangunan indah tampak dari kejauhan.

Beberapa turis asing mendahului kami. sangat lucu melihat mereka mengendarai motor mereka memakai helm, badan mereka membungkuk kedepan, dan kaki mereka terlipat karena terlalu panjang.

Di sebelah kiri terhampar Teluk Benoa yang biru. Beberapa tahun belakang Teluk Benoa menjadi terkenal dengan adanya wacana Reklamasi atas teluk ini. Mayoritas masyarakat Bali tidak menyetuji Reklamasi Teluk Benoa. Gerakan-gerakan sosial yang menolak Reklamasi banyak bergulir dari segenap masyarakat Bali. Hingga saat ini para aktivis masih menggunakan gerakan kultural untuk melaksanakan aksinya. 

Tolak Reklamasi Teluk Benoa merupakan gerakan yang paling tertib dan terkoordinasi yang berlangsung di negara ini. Dalam setiap aksi demonstrasi, jarang terjadi kontak fisik antara pendemo dengan petugas keamanan. Paling tidak menurut cerita Samantha semalam yang samar-samar aku dengar, dia tidak pernah melihat ada ban bekas dibakar tengah jalanan, ataupun batu yang beterbangan. 

Hal itu membuat dia tertarik untuk ikut berpartisipasi dalam gerakan masyarakat Bali menolak Reklamasi. Sudah hampir empat tahun sejak wacana Reklamasi Teluk Benoa, hingga saat ini masih belum ada titik temu antara pemerintah, pemodal, dan masyarakat mengenai masa depan Teluk Benoa.

"Mungkin aku bisa menulis tentang Reklamasi ini," kata Tara saat kami memandang Teluk Benoa yang terhampar di sebelah kiri kami.

"Ide bagus, paling tidak kita datang kesini meninggalkan sesuatu yang berarti bagi masyarakat disini. Aku juga tidak mau menjadi wisatawan idiot yang datang berkunjung, menikmati alam, matahari, dan birnya lalu pulang, tanpa peduli terhadap apa yang terjadi disini,"

"Aku perlu menemui Samantha untuk mendiskusikan hal ini nanti," kata Tara.

"Aku juga perlu menemui Cecillia untuk mendiskusikan hal itu nanti," kataku.

Tara menepuk kepalaku dengan tangannya, motor yang kukendarai kehilangan keseimbangan untuk sementara dan oleng. Aku berusaha fokus mengembalikan keseimbangan, dan syukurlah aku berhasil. Motor berjalan dengan lancar kembali.

"Sialan! Kau ingin mati? Bentakku.

"Tenang saja, kita tidak akan mati dengan kecepatan seperti ini, terlebih tidak ada truk yang akan melindas jika kita terjatuh," kata Tara tenang.

Kita TertawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang