Hari Ini Untuk Selamanya; Bagian 6

23 2 0
                                    


Untuk beberapa lama, aku tertidur pulas sekali. Tidak ada mimpi. Tetapi ini tidur yang berkualitas. Tidur dengan posisi duduk dalam sebuah kereta jarang yang nyenyak. Tetapi, percayalah tidurku malam ini adalah tidur yang berkualitas. Kepalaku tidak lagi bersandar di bahu Tara melainkan pada sandaran kursi. Diluar sana hari masih gelap. Pemandangan jalanan, bangunan, dan persawahan silih ganti muncul dan menghilang. Itu artinya kereta masih berjalan dan kami belum sampai pada tujuan. Aku melirik pergelangan tangan. Tidak ada jam tangan. Aku baru tersadar bahwa aku lupa membawa jam tanganku.

Tara muncul dan sekejap telah menyeretku dalam perjalanan ini. Aku bahkan tidak sempat untuk bersiap-siap. Aku membayangkan apa lagi yang tertinggal di rumah dan tidak sempat kubawa. 

Butiran air sudah mulai menempel di jendela. Tidak ada tanda-tanda hujan. Mungkin ini adalah embun. Berarti ini sudah pagi. Tak sengaja aku menemukan sebuah jam dinding yang terpasang di ujung gerbong ini. Rangkaian jarum jam menunjukan saat ini adalah pukul empat lewat tiga puluh. Berarti benar, saat ini telah pagi. Ternyata aku tertidur sudah cukup lama juga. Maka benarlah, bahwa aku mendapati tidur yang berkualitas barusan.

Aku masih setengah sadar dan masih bermenung untuk beberapa waktu. Ada sesuatu yang aneh mengganggu kudukku. Sepertinya ini semacam tali. Aku tidak ingat apakah aku menggunakan sebuah kalung. Kuteliti lagi, ternyata ini benar-benar tali yang melingkar dari kudukkku sampai pada dada. Aku kembali meneliti tali apakah ini. Pandanganku terhenti pada sebuah kertas yang diikat pada kedua ujung tali ini. Ada sebuah tulisan dalam kertas itu. "Hati-hati orang gila sedang istirahat. Do not disturb!!" Lalu Tara muncul membawakan dua gelas teh yang yang masih panas. Aku

"Ini, kulihat kau tidur nyenyak sekali," katanya sambil menyerahkan segelas teh panas itu kepadaku.

"Terimakasih, darimana saja kau?"

"Dari kantin, aku merasa lapar tadi. Aku segan membangunkan kau. Makanya kualihkan kepalamu. Dan sengaja kupasang tanda jangan diganggu itu. Dunia ini kejam. Jika tidak diingatkan seperti ini, bisa-bisa kau dirampok orang. Hanya orang gila yang bebas dari perampokan. Jika masih ada orang yang merampok orang gila, berarti perampok itu lebih gila dari orang gila yang dirampoknya itu," katanya menjelaskan dengan berlagak lebih tahu segalanya.

"Terimakasih, idemu sangat brilian. Tapi biarlah aku dirampok daripada dianggap gila."

"Ingat perkataan sebagian dari doa!"

"Aku berdoa semoga kau membusuk di neraka."

"Terimakasih. Aku terharu."

"Sialan kau!"

Kami tertawa dalam hati. Segan kalau tertawa kami nanti terlalu keras akan membangunkan para penumpang lain. Salah satu indikator menjadi nakal yang bertanggung jawab adalah jangan pernah membangunkan orang yang sedang tertidur.

Aku menikmati teh panas yang diberikan Tara. Tara juga begitu. Bagi kami, teh lebih menyenangkan daripada kopi. Aku dan Tara adalah penikmat teh. Kopi hanya selingan hanya dalam beberapa kesempatan.

"Bagaimana hidupmu di Padang?" aku bertanya, untuk membuka perbincangan ringan dengan Tara di subuh buta ini. Mencoba kembali tidur akan sangat menyiksa. Aku memutuskan untuk tetap terjaga sampai tiba di tujuan. Wajah Tara segar. Dia sudah mencuci muka. Pasti dia tidur semalam.

"Hidupmu bagaimana maksudmu?" Dia balik bertanya.

"Terserah, keseluruhan hidupmu. Aku tidak mendapat banyak cerita tentangmu. Kita juga sudah lama tidak bertemu,"

"Ah, semuanya biasa saja. Semuanya terasa membosankan. Kupikir aktif di dunia kemahasiswaan akan meningkatkan gairah hidupku. Tapi ternyata tidak. Mahasiswa hanya selalu sibuk berdebat pada tataran konsep. Tidak ada benar-benar aksi nyata yang aku rasakan. Buah pisang yang sudah masak warnanya pasti kuning. Itu benar. Meskipun bukan kebenaran sejati. Tetapi umumnya buah pisang yang masak berwarna kuning. Ada beberapa pengecualian ketika pisang yang masak berwarna hijau. Itu pada satu kemungkinan. Hanya satu dari sekian kasus. Aku rasa tidak perlu diperdebatkan sampai melempar kursi untuk menemukan kata sepakat bahwa buah pisang yang masak berwarna kuning. Kemahasiswaan senantiasa nyaman untuk menghabiskan tenaga untuk berdebat antara kuning dan hijau. Aku melihatnya bagaimana agar menanam pohon pisang yang baik. Buahnya memang berwarna hijau pada awalnya, saat masih mudah. Tetapi pisang masak yang berwarna kuning saat dipanen terlihat lebih indah. Terserah apakah itu hijau atau kuning. Pisang yang baik adalah buah yang besar dan rasanya manis. Daunnya bisa dipakai untuk alas nasi aktivis saat makan. Atas nama kebersamaan. Pohon pisang bisa dipakai untuk pakan ternak. Itu yang harus dpfikirkan sesungguhnya. Ini bukan masalah pertanian. Kuharap kau tahu itu. Ini hanya sebagai contoh."

Kita TertawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang