Selamat Tinggal Teluk Bayur Permai; Bagian 4

26 4 0
                                    

Tara tidak terlalu tertarik bercerita tentang pengalaman awal belajar di perguruan tinggi. Dimana sebagai mahasiswa semester awal akan dihidangkan kuliah-kuliah pengantar dari berbagai disiplin ilmu serumpun.

"Menyenangkan" katanya tidak terlalu bersemangat.

"kuliah itu berbeda, nanti juga kau akan merasakannya. Kapan kau akan berangkat? Tanyanya

"Sekitar dua minggu lagi, dengan pesawat terbang mungkin."

"Wuih, anak kampung akan naik pesawat terbang. Semoga saja tidak salah pesawat kau."

"Malu bertanya, sesat dijalan. Tidak mau bertanya, mari kita jalan-jalan," kataku meledek.

"Semoga saja pesawat yang salah membawamu jalan-jalan ke Irian Jaya."

"Maka kau telah kalah dariku. Aku sudah pernah kesana, kau belum. Ayo ceritakan pengalamanmu disana, kampus dan kota Padang, maksudku. Bukan Irian Jaya," kataku.

Tara mengambil nafas panjang seperti akan berteriak keras, namun dia malah memulai ceritanya dengan lembut, "Kami berjumlah delapan puluh lima perangkatan. Dibagi dalam dua kelas. Tetapi tidak kelas permanen seperti yang ada pada sekolah menengah. Kelas di bagi permata kuliah. Maka tidak heran jika kau menemukan seorang temanmu kadang muncul kadang menghilang. Mungkin dia mengambil kelas yang berbeda denganmu. Satu kelas mata kuliah terdiri atas lima puluh orang lebih mahasiswa. Bayangkan betapa ramainya itu!"

Dia melanjutkan bercerita, "Angkatan kami memang dibagi menjadi empat puluh perkelas, tetapi selebih diisi oleh para senior yang mengambil kelas tersebut. Pokoknya sangat berbeda dengan sistem belajar kita sewaktu seolah menengah dulu. Diawal ini materi kuliah banyak mengenai motifasi para dosen akan status kami sebagai mahasiswa. Bagaimana cara belajar mahasiswa yang baik dan benar, bagaimana peranan mahasiswa dalam kehidupan bermasyarakat, dan lain sebagainya. Teman-temanku berasal dari berbagai daerah. Sebagai anak baru di daerah baru. Maka banyak terjadi cultural shock dalam diri mereka. Para prianya tak ubahnya kulihat seperti tuyul. Semua lelaki anak tahun satu diwajibkan untuk menggunduli kepala mereka. Maka setiap hari aku merasakan belajar bersama para shaoilin. Aku tidak terlalu tertarik mengikuti kekompakan mereka yang sedang begitu hangatnya ini. Setiap hari berkumpul bersama. Lalu pergi makan-makan, atau sekedar pergi minum. Nah, bagaimana kalau nanti sebelum kau pergi kau mampir barang sehari di kampusku. Ada namanya mata kuliah umum, kelasnya tidak di fakultas. Semua mahasiswa seuniversitas dicampur dalam kuliah ini, lalu dibagi dalam beberapa kelas. Bagaimana kalau kau masuk kelas bersamaku? Tidak ada yang akan tahu kalau kau bukan mahasiswa di kampusku. Ini kan baru diawal-awal semester. Mereka masih belum mengenal banyak orang. Bagaimana?"

Aku menyetujui idenya tersebut, "Ide bagus, laksanakan saja kalau begitu. Mengapa hanya satu hari. Dua hari atau tiga hari juga boleh."

"Benarkah?"

"Hidupku sunyi semenjak kau pergi. Kota ini tidak semenarik dulu lagi," jawaku.

Kita TertawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang