Di Tanah Anarki Romansa Terjadi, Bagian 6

15 1 0
                                    


Denpasar, Bali. Kota yang sangat menarik. Hari ini panas, tetapi lebih cocok untuk disebut cerah ada patung dimana-mana. Kamu akan sangat rugi mengunjungi Denpasar tanpa mengetahui beberapa cerita dalam mitologi Hindu kuno. Ada patung Kera Raksasa itu adalah patung Hanuman dari wiracarita Ramayana. Patung sebuah kereta perang yang dinaiki dua orang ksatria, yang satu mengemudikan kereta kuda, yang satu membidikan panahnya adalah patung Arjuna dan Sri Krisna dalam wiracarita Mahabharata. 

Orang Bali sangat mengapresiasi seni rupa, ratusan patung dengan ukuran raksasa, menengah atau mini, akan kamu temukan disepanjang jalan di kota Denpasar. Ratusan ukiran-ukiran bisa dilihat di dinding-dinding bangunan, dan ribuan gapura akan kamu lintasi disetiap persimpangan jalan. Berjalan di setiap sudut kota, akan tercium bau wangi dari sesajen bunga dan dupa yang diletakan masyarakat Bali di depan rumah mereka. 

Jiwa seni orang Bali juga sangat tinggi, ini akan bisa kamu buktikan dengan halusnya ukiran patung yang mereka buat, sangat detailnya ukiran-ukiran, dan betapa simetrisnya gapura-gapura yang tersebar di setiap sudut kota Denpasar.

Cecillia duduk di sebuah bangku yang terdapat di Terminal Ubung. Mengenakan blus berwarna biru dan rok selutut, dia memakai kaca mata hitam. Kulitnya kuning langsat, bersih. Tubuhnya tinggi langsing, sepatu berhak tinggi yang digunakannya mempertegas postur tingginya yang memang sudah aslinya tinggi. She's so hot! 

Cecillia melambaikan tangan kearahku saat aku turun dari bus. Kami tidak mengenal dan tidak pernah bertemu sebelumnya. Pasti dia salah orang, atau melambai kepada orang yang berada di belakangku. Dan benar, di belakang ada Tara, aku menoleh kebelakang saat mendengar teriakan Tara. "Cecillia!" teriaknya. Tara mempercepat langkah kakinya ke arah Ceicillia, dia menyalami dan memeluknya. "Long time no see you bitch!" kata Cecillia. Orang aneh lain lagi, fikir ku mendengar salam sapa yang diucapkan kenalan Tara ini.

Tara memperkenalkan aku dengan Cecillia, aku tersenyum kepadanya, dia membalas senyumku. Giginya sangat rapi dan begitu putih bersih. Aku merasa inferior untuk unjuk gigi kepadanya, sudah beberapa hari ini aku tidak menggosok gigi.

Cecillia mengajak untuk bergerak meninggalkan terminal ini, dia memandu kami menuju mobilnya. Sebuah Honda jazz berwarna putih. Dia mempersilahkan kami untuk masuk. Mobil ini tidak bisa diisi bagasinya karena dipasang sound system, jadi kami menaruh barang bawaan kami di kursi belakang. Tara duduk didepan bersama Cecillia yang menyetir, aku duduk di belakang bersama dua buah tas besar kami.

"Sudah makan kalian berdua?" Cecillia membuka percakapan.

"Belum, semejak kemaren," Tara menjawab.

"Kasihan sekali, pantas saja wajah kalian berdua seperti orang kekurangan gizi? Sudah berapa lama kalian di jalan?" kata Cecillia.

"Baru tiga hari, tiga hari yang panjang,"

"Kondisi kalian menyiratkan sudah berbulan-bulan kalian di jalan. Baiklah, ini masih jam makan siang, ayo kita cari makan terlebih dahulu. Rumah makan Padang mungkin? Cecillia menawarkan.

"Ide bagus, aku belum siap untuk makan babi panggang saat ini," kata Tara. Cecillia tertawa.

Mobil tetap berjalan dengan sangat lambat, kemacetan di Denpasar lumayan parah. Kota ini terlalu ramai dengan pengendara kendaraan bermotor dan pejalan kaki. Pusat kota tidak terlalu banyak dikunjungi turis asing, wajah-wajah orang Indonesia masih mayoritas disini. Sekitar lima belas menit berkendara Cecillia memberhentikan mobilnya di depan sebuah rumah makan Padang. Kami bertiga turun dari mobil, seseorang menyapa Cecillia dari seberang jalan, dia menoleh dan melambaikan tangannya. Mungkin salah seorang kenalan, pikirku. Kami masuk ke dalam rumah makan dan mengambil meja dekat aquarium. Dua orang pelayan datang dengan trolly besi, menghidangkan makanan. "Silahkan dinikmati," kata Cecillia.

Kita TertawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang